Lokasi dan Waktu Penelitian

6 2.2 Koleksi Spesimen 2.2.1 Spesimen Tikus Pengambilan spesimen menggunakan perangkap dengan teknik garis transek menurut Maryanto et al. 2009. Sepuluh garis transek dengan panjang 100 m diletakkan di setiap habitat interval 20 m dengan 20 perangkap 10 Kasmin cage trap 28x12x12 cm dan 10 snap trap 8x15cm di setiap garis secara bergantian pada interval 5 m. Jumlah perangkap pada keseluruhan transek yaitu 200 perangkap. Umpan yang digunakan yaitu kelapa bakar dan ikan kering. Perangkap diletakkan selama empat malam sehingga memberikan standar penangkapan 800 perangkap per habitat Maryanto et al. 2009. Spesimen yang masuk perangkap cage trap diberi label dan diaklimatisasi untuk pembuatan kariotipe. Spesimen yang tertangkap pada snap trap diidentifikasi lebih lanjut. Keseluruhan spesimen disimpan di divisi Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI. Gambar 2 Tata letak perangkap tikus 7

2.2.2 Spesimen Kelelawar

Kelelawar ditangkap dengan menggunakan 6 jaring kabut Mist Net dengan panjang 12 x 3 m dan 9 x 2.5 m pada masing-masing situs pengambilan. Jaring ditempatkan pada koridor terbang kelelawar seperti di sekitar pohon buah atau aliran sungai. Ketinggian jaring 2 sanpai 3 m di atas permukaan tanah Gambar 3. Pengambilan spesimen dilakukan selama empat malam penangkapan, dimulai pada pukul 17.00 sampai 21.00. Faktor abiotik dan biotik seperti suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan komposisi vegetasi diukur sebagai data pendukung. Spesimen yang tertangkap diaklimatisasi sebelum dilakukan perlakuan analisis kariotipe. Gambar 3 Penempatan jaring kabut mist net pada koridor terbang kelelawar Kunz dan Kurta 1988 8

2.3 Identifikasi Spesimen

Identifikasi spesimen dilakukan berdasarkan Corbet dan Hill 1992, Suyanto 2001, Musser 1981 dan spesimen dari Museum Zoologicum Bogoriense MZB, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor. Identifikasi sampai tingkat spesies, termasuk penentuan jenis kelamin, umur, status reproduksi, serta pengukuran morfologi luar dan tengkorak. Spesimen dikatalog dan disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense MZB.

2.3.1 Jenis Kelamin, Umur dan Status Reproduksi

Spesimen Tikus Individu jantan dan betina dibedakan dengan melihat organ reproduksi luar yaitu keberadaan skrotum yang menutupi testis jantan dewasa dan vagina betina. Identifikasi jenis kelamin dilakukan dengan melihat jarak antara anus dan organ reproduksi luar Herbreteau et al. 2011. Betina memiliki jarak antara anus dan organ reproduksi luar yang lebih dekat dibandingkan dengan jantan. Kematangan seksual dan tahap perkembangan remaja juvenile, sub dewasa sub- adult atau dewasa adult ditentukan melalui pengamatan organ reproduksi luar dan atau reproduksi dalam serta perkembangan gigi geraham ketiga M3 pada rahang bawah. Spesimen Kelelawar Kelelawar jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat alat reproduksi luarnya yaitu penis dan testis pada jantan, vagina dan kelenjar susu pada betina Racey 1988. Penis yang ereksi dan ukuran testis yang besar menunjukkan jantan yang sudah mampu bereproduksi dewasa. Abdomen yang penuh dan menonjol pada betina menunjukkan kebuntingan. Betina yang menyusui dilihat dari kelenjar susu yang membesar dan apabila ditekan akan mengeluarkan air susu Racey 1988. Kelelawar remaja dapat dibedakan dari dewasa dengan melihat adanya tulang rawan lempeng epifisis cartilaginous epiphyseal plates pada tulang jari. Hal tersebut membuat persendian jari lebih menonjol Anthony 1988.

2.3.2 Pengukuran Morfologi Luar

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong digital dengan tingkat ketelitian 0.001 mm. Data pengukuran hanya digunakan untuk keperluan identifikasi spesies. Spesimen Tikus Pengukuran morfologi luar dilakukan berdasarkan Herbreteau et al. 2011. Pengukuran mencakup empat karakter pengukuran yang disajikan Tabel 1 dan Gambar 4.