Perbedaan Inhibitasi Mitosis Mencit dengan Kolkisin 0.005 selama 2

53 4.2.4 Kualitas Kromosom Suspensi Sel Sumsum Tulang Mencit pada Preservasi Carnoy 2 hari 48 jam dan 4 hari 96 jam Perlakuan preservasi Carnoy selama 2 dan 4 hari menunjukkan tren kualitas kromosom yang berbeda dengan preservasi PBS. Kromosom tetap menunjukkan hasil yang baik sampai pada preservasi 4 hari 96 Jam. Larutan Carnoy merupakan fiksasi inti nukleus dengan komponen yang berupa metanol dan asam asetat; metanol dan asam asetat dapat berinteraksi dengan melakukan pembentukan ikatan hidrogen dalam jaringan. Senyawa asosiasi tersebut menstabilkan struktur jaringan dan mencegah atau meminimalkan penyusutan Puchtler et al. 1968. Metanol menyebabkan runtuhnya struktur protein, sehingga waktu pemakaian harus dibatasi sampai 8 jam atau kurang. Larutan fiksatif Carnoy merupakan fiksasi yang tepat untuk studi protein berserat termasuk kromosom dan karbohidrat yang terkait dengan teknik pewarnaan Puchtler et al. 1968. Berdasarkan hasil penelitian preservasi Carnoy selama 2 dan 4 hari, penggunaan preservasi suspensi sel sumsum tulang dengan larutan fiksatif Carnoy dapat digunakan hingga 96 jam ditandai dengan hasil yang optimal. Hal tersebut memungkinkan suspensi yang telah dibuat di lapang dapat dianalisis kembali di kondisi laboratorium. Jangka waktu tersebut merupakan jangka waktu maksimal yang peneliti sarankan. 4.3 Analisis Kariotipe Lapang

4.3.1 Kariotipe Tikus Muridae

R. hoffmanni merupakan Rattus endemik Sulawesi yang bersinonim dengan R. tatei. R. hoffmanni memiliki subspesies yaitu R.h linduensis, subditivus, mengkoka, palelae dan mollicomus Laurie dan Hill 1954. Peneliti kesulitan untuk mengidentifikasi kromosom kelamin R. hoffmanni. Peneliti menduga bahwa pasangan kromosom 13 merupakan kromosom kelamin dilihat dari bentuk kromosom. Berdasarkan Atlas of Mammalian Chromosomes, beberapa spesies genus Rattus memiliki jumlah kromosom 2n berkisar antara 38 sampai 46. R. rattus memiliki jumlah 2n= 38, R. norvegicus 2n = 42, R. flavipectus 2n = 46 dan R. nitidus 2n = 42 O’Brien et al. 2006; Li et al. 2008. Apabila status R. hoffmanni dibandingkan dengan R. rattus dan R. norvegicus maka terjadi penambahan kromosom masing masing 6 dan 2 kromosom atau sama dengan tiga dan dua pasang. Tipe kromosom Rattus cenderung banyak memiliki tipe telosentrik O’Brien et al. 2006. Hal tersebut juga berlaku untuk R. hoffmanni yang tipe kromosom telosentrik paling banyak yaitu 13 pasang. R. hoffmanni awalnya merupakan M. hoffmanni Matschie, 1901 Corbet dan Hill 1992; apabila kromosom R. hoffmanni 2n = 44 dibandingkan dengan M. musculus 2n = 40 maka terjadi penambahan kromosom sebanyak 2 pasang. Bentuk telosentrik diduga menjadi karakter kromosom dari genus Rattus dan Mus sub famili Murinae. Berbeda dengan kromosom sub spesiesnya yaitu R.h linduensis 2n = 42, FN = 58 dari Sulawesi Duncan 1976, R. hoffmanni pada penelitian ini mengalami penambahan satu pasang kromosom. Perbedaan tersebut 54 diduga akibat translokasi Robertsonian yang juga terjadi pada M. musculus domesticus dari Italia Capanna dan Castiglia 2004 dan beberapa genus Muridae seperti Phloeomys, Batomys, Chrotomys, Rhynchomys, Apomys Rickart dan Musser 1993. Sementara kelelawar M. niphanae dari Thailand dan semenanjung Malaysia Hood et al. 1988; Yong 1984; Harada et al. 1982 juga menunjukkan hal yang sama. 4.3.2 Kariotipe Kelelawar Pteropodidae Jumlah kromosom B. bidens 2n = 30 menunjukkan B. bidens memiliki perbedaan jumlah kromosom sebanyak tiga pasang kromosom dengan spesies Rousettus yang merupakan genus terdekatnya. Berdasarkan Atlas of Mammalian Chromosomes, beberapa spesies Rousettus seperti R. aegyptiacus, R. leschenaulti, R. lanosus dan R. angolensis memiliki jumlah 2n = 36 O’brien et al. 2006. Tipe kromosom B. bidens menunjukkan bentuk yang sama dengan autosom maupun kromosom kelamin spesies Rousettus yaitu metasentrik, sub metasentrik dan telosentrik. Bentuk kromosom kelamin XY B. bidens memiliki kesamaan dengan kromosom kelamin XY pada R. lanosus kromosom X sub metasenrik dan Y telosentrik. Kromosom tambahan yang ada pada B. bidens diduga merupakan supernumery chromosome atau kromosom B yang terdapat pada Rattus rattus Black Rats Harada dan Kobayashi 1980. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut disebabkan aberasi kromosom yang berupa chromatid break yaitu fragmen yang terpisah dan tanpa asal usul yang jelas Bakare et al. 2011. Kromosom tambahan pada kelelawar juga terjadi pada D. praedatrix Haiduk 1983. Rousettus dianggap sebagai kondisi primitif famili Pteropodidae Andersen 1921. Haiduk 1983 telah menyusun pohon evolusi kariotipe Pteropodidae berdasarkan struktur daerah pita band. Pteropus dan Dobsonia saling berbagi penambahan kromosom pada pasangan kromosom 18. Dobsonia kehilangan pita band ke-4 dari Rousettus sebagai pusat pohon, sedangkan kehilangan Pteropus kehilangan pita band ke-6. Penelitian ini tidak menghasilkan struktur pita band yang jelas sehingga analisis bands tidak dapat dilakukan. Jumlah sel diploid T. suhaniahae dan T. nigrescens yaitu 2n = 38. Hal tersebut menunjukkan tidak terjadi perubahan kromosom antar spesies dalam satu genus. Jumlah kromosom yang sama antar spesies dalam satu genus juga banyak terjadi pada genus Rousettus R. aegyptiacus, R. leschenaulti, R. lanosus, R. angolensis; 2n = 36 dan Pteropus P. rodricensis, P.giganteus, P.vampyrus; 2n=38 O’brien et al. 2006; Harada dan Kobayashi 1980. Hasil kromosom T. nigrescens yang kurang optimal menyebabkan bentuk kromosomnya tidak terindentifikasi, apakah sama atau berbeda dengan T. suhaniahae. Matschie 1899 pertama kali mengajukan status genus Thoopterus merupakan subgenus dari Cynopterus. Andersen 1912 menjelaskan genus Thoopterus sebagai genus monotipik valid dari Cynopterus didasarkan beberapa kriteria pengukuran morfologi. Penelitian kromosom C. brachyotis di Sabah, Malaysia Timur memiliki jumlah kromosom 2n = 34. Kromosom tersebut terdiri dari 12 pasangan kromosom metasentrik dan sub metasentrik, dua pasang sub