Kualitas Kromosom Sumsum Tulang Mencit pada Preservasi PBS
54 diduga akibat translokasi Robertsonian yang juga terjadi pada M. musculus
domesticus dari Italia Capanna dan Castiglia 2004 dan beberapa genus Muridae seperti Phloeomys, Batomys, Chrotomys, Rhynchomys, Apomys Rickart dan
Musser 1993. Sementara kelelawar M. niphanae dari Thailand dan semenanjung Malaysia Hood et al. 1988; Yong 1984; Harada et al. 1982 juga menunjukkan
hal yang sama. 4.3.2 Kariotipe Kelelawar Pteropodidae
Jumlah kromosom B. bidens 2n = 30 menunjukkan B. bidens memiliki perbedaan jumlah kromosom sebanyak tiga pasang kromosom dengan spesies
Rousettus yang merupakan genus terdekatnya. Berdasarkan Atlas of Mammalian Chromosomes, beberapa spesies Rousettus seperti R. aegyptiacus, R. leschenaulti,
R. lanosus dan R. angolensis memiliki jumlah 2n = 36 O’brien et al. 2006. Tipe kromosom B. bidens menunjukkan bentuk yang sama dengan autosom maupun
kromosom kelamin spesies Rousettus yaitu metasentrik, sub metasentrik dan telosentrik. Bentuk kromosom kelamin XY B. bidens memiliki kesamaan dengan
kromosom kelamin XY pada R. lanosus kromosom X sub metasenrik dan Y telosentrik.
Kromosom tambahan yang ada pada B. bidens diduga merupakan supernumery chromosome atau kromosom B yang terdapat pada Rattus rattus
Black Rats Harada dan Kobayashi 1980. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut disebabkan aberasi kromosom yang berupa chromatid break yaitu
fragmen yang terpisah dan tanpa asal usul yang jelas Bakare et al. 2011. Kromosom tambahan pada kelelawar juga terjadi pada D. praedatrix Haiduk
1983.
Rousettus dianggap sebagai kondisi primitif famili Pteropodidae Andersen 1921. Haiduk 1983 telah menyusun pohon evolusi kariotipe
Pteropodidae berdasarkan struktur daerah pita band. Pteropus dan Dobsonia saling berbagi penambahan kromosom pada pasangan kromosom 18. Dobsonia
kehilangan pita band ke-4 dari Rousettus sebagai pusat pohon, sedangkan kehilangan Pteropus kehilangan pita band ke-6. Penelitian ini tidak
menghasilkan struktur pita band yang jelas sehingga analisis bands tidak dapat dilakukan.
Jumlah sel diploid T. suhaniahae dan T. nigrescens yaitu 2n = 38. Hal tersebut menunjukkan tidak terjadi perubahan kromosom antar spesies dalam satu
genus. Jumlah kromosom yang sama antar spesies dalam satu genus juga banyak terjadi pada genus Rousettus R. aegyptiacus, R. leschenaulti, R. lanosus, R.
angolensis; 2n = 36 dan Pteropus P. rodricensis, P.giganteus, P.vampyrus; 2n=38 O’brien et al. 2006; Harada dan Kobayashi 1980. Hasil kromosom T.
nigrescens yang kurang optimal menyebabkan bentuk kromosomnya tidak terindentifikasi, apakah sama atau berbeda dengan T. suhaniahae.
Matschie 1899 pertama kali mengajukan status genus Thoopterus merupakan subgenus dari Cynopterus. Andersen 1912 menjelaskan genus
Thoopterus sebagai genus monotipik valid dari Cynopterus didasarkan beberapa kriteria pengukuran morfologi. Penelitian kromosom C. brachyotis di Sabah,
Malaysia Timur memiliki jumlah kromosom 2n = 34. Kromosom tersebut terdiri dari 12 pasangan kromosom metasentrik dan sub metasentrik, dua pasang sub
55 telosentrik dan tiga pasang akrosentrik Harada dan Kobayashi 1980.
Berdasarkan penelitian Harada dan Kobayashi 1980, kromosom T. suhaniahae dan T. nigrescens sebagai genus monotipik Cynopterus, berbeda dua pasang
kromosom. Berdasarkan tipe kromosom, T. suhaniahae menunjukkan kesamaan tipe yaitu metasentrik, sub metasentrik dan sub telosentrik tetapi dengan jumlah
pasangan kromosom yang berbeda.
Kromosom beberapa spesies Dobsonia telah diteliti seperti Dobsonia praedatrix yang memiliki 2n = 38, FN = 66 dan Dobsonia molluccensis dari New
Guinea yang memiliki 2n = 38, FN = 68 dengan kromosom X identik dengan Rousettus Haiduk 1983. Berdasarkan hasil penelitian jumlah kromosom D.
viridis 2n = 36 menunjukkan D. viridis berbeda satu pasang kromosom dari D. praedatrix dan D. molluccensis. Tipe kromosom D. praedatrix kebanyakan adalah
metasentrik dan sub metasentrik Haiduk 1983; sedangkan tipe kromosom D. viridis tidak dapat ditentukan pada penelitian ini.
Kebanyakan Pteropodidae menunjukkan kecenderungan trend jumlah diploid sebanyak 34, 36 dan 38 Haiduk et al. 1980; Namun, beberapa spesies
seperti M. niphanae dan Balionycteris memiliki jumlah diploid berkisar antara 24 sampai 28 Hood et al. 1988. Berdasarkan penelitian ini, B. bidens tidak berada
dalam trend tersebut; Sedangkan T. suhaniahae, T. nigriscens dan D. viridis masuk dalam trend tersebut.
Perbedaan jumlah kromosom yang terjadi pada spesimen penelitian ini diduga karena adanya beberapa faktor. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
penambahan dan pengurangan jumlah kromosom meliputi translokasi Robertsonian, tendem fusion, periantric inversion, heterocromatin change dan
supernumeries Gibson 1984; Zima 2000. B. bidens pada penelitian ini memiliki jumlah kromosom yang berbeda dengan Rousettus diduga akibat faktor
supernumeries yang ditunjukkan dengan adanya kromosom tambahan. Sementara itu, perbedaan komosom T. suhaniahae dan T. nigrescens dengan Cynopterus dan
D. viridis dengan beberapa spesies Dobsonia yang lain masih belum diketahui penyebabnya.
Studi komparatif jumlah, panjang relatif dan struktur yang terdapat pada kromosom dapat digunakan untuk mengkaji hubungan taksonomi antar spesies
mamalia Feldhamer et al. 1999. Pada penelitian ini status taksonomi masing- masing spesimen tikus dan kelelawar telah jelas, yang berarti spesimen tersebut
merupakan spesies yang berbeda berdasarkan morfologi dan kromosom. R. hoffmanni berbeda dengan sub spesiesnya yaitu R.h linduensis. B. bidens telah
jelas berbeda dengan Rousettus berdasarkan morfologi dan kariotipe, T. suhaniahae dan T. nigrescens telah berbeda dengan Cynopterus dan D. viridis
berbeda secara morfologi dan kariotipe dengan spesies satu genusnya.
Tikus dan kelelawar pemakan buah telah mengalami evolusi morfologi luar dan tengkorak yang berbeda. Karakter morfologi luar dan tengkorak primif
basal mamalia yaitu insektivora darat Feldhamer et al. 1999. Lebih lanjut, tikus mengalami evolusi menjadi omnivora terestrial dan kelelawar menjadi
frugivora aerial. Evolusi kromosom tikus dan kelelawar dari insectivora masih belum diketahui secara pasti Zima 2000. Penelitian ini menunjukkan tikus dan
kelelawar memiliki jumlah dan tipe kromosom yang berbeda. Namun, terlihat adanya trend tipe kromosom. Jumlah kromosom telosentrik tikus cenderung lebih