72
Hasan memutuskan untuk mencetak uang kertas URIPS Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera dan diberlakukan pada tanggal 8 April 1947 melalui Maklumat No.
92KO. URIPS ditandatangani oleh Kepala Jawatan Keuangan Provinsi Sumatera dan Direktur Bank Negara Indonesia di Pematang Siantar, dan Mr Teuku Muhammad
Hasan sebagai Gubernur Sumatera. Harga satu rupiah URIPS sama dengan satu rupiah ORI dan seratus rupiah uang Jepang. Mr. T.M. Hasan kemudian menetapkan Bank
Negara Indonesia sebagai Bank milik pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 1946.
68
4.3. Sebagai Pusat Komando Militer
Perkembangan kinerja pemerintah Provinsi Sumatera ini dikemukaan oleh Gubernur Sumatera Mr. T.M. Hasan pada perayaan dan peringatan hari Ulang tahun
pertama Negara Kesatuan Indonesia 17 Agustus 1945 yang diadakan di Lapangan Merdeka Pematagsiantar. Dari sinilah terlihat kemajuan kerja pemerintah dalam
upaya membangun kekuatan republik Indonesia dan memperbaiki keadaan rakyat di Provinsi Sumatera.
Perpindahan pusat pemerintahan provinsi Sumatera dari Medan ke Pematangsiantar, kemudian juga di ikuti oleh pemindahan markas besar TRI Divisi IV.
Pemindahan markas ini serta merta menjadikan kota Pematangsiantar tidak hanya sebagai pusat pemerintahan sipil, namun juga menjadi pusat komando militer
68
Id.wikipedia.com, Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera, di akses 20 Desember 2014
73
Sumatera, terutama bagi pasukan TRI yang berada di front terdepan Medan Area. Markas TRI Divisi IV ini kemudian digabung dengan markas TRI Divisi Gajah-II
yang bermarkas di Gedung Pancasila Pematangsiantar Gedung Juang 45 Pematangsiantar. Dari sinilah segala bentuk komando militer bagi front Medan Area
dan sekitarnya dikeluarkan. Bahkan penumpasan gerakan-gerakan separatis dan pemberontak semasa perang kemerdekaan juga dilakukan oleh pasukan TRI Divisi
Gajah II.
Selain itu, salah satu bentuk komando militer yang paling besar adalah ketika kunjungan Wakil Presiden RI Moh. Hatta ke Pematangsiantar. Pada kunjungannya ini,
Wakil Presiden sempat membakar semangat para tentara dan laskar rakyat untuk kembali merebut kota Medan. Intruksi yang dikeluarkan Wakil Presiden ini
sebenarnya sebagai akibat dari pertemuan pada tanggal 16 Juli 1947 yang membakar semangat Moh. Hatta ketika melihat kesungguhan para pemimpin laskar rakyat yang
sedang berselisih pada saat itu, untuk kembali merebut Medan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Intruksi yang kemudian dikenal dengan semboyan “Mara ke
Medan Area” ini segera membakar semangat perjuangan seluruh pemuda daerah Tapanuli dan Simalungun.
Semboyan “Mara ke Medan Area” ini kemudian menjadikan Pematangsiantar ramai didatangi oleh para pemuda dan rakyat yang ingin ikut berjuang di front
terdepan Medan Area. Kantor gubernur, Markas TRI, Markas Laskar-laskar rakyat,
74
kantor Dewan Pertahanan Daerah dan Biro Perjuangan Daerah, serta kantor Bupati Simalungun menjadi sibuk karena sebagi pusat berkumpulnya para pemuda dan
rakyat yang ingin berjuang. Hal ini kemudian terlihat seperti kota Pematangsiantar sedang membangun kekuatan baru untuk melakukan perjuangan ke front Medan Area,
walau pada akhirnya pengiriman pasukan ke front terdepan ini menjadikan Ibukota kosong dari penjagaan militer.
Namun jauh sebelum peristiwa “Mara ke Medan Area”, pemerintah provinsi Sumatera sendiri telah membentuk sebuah badan yang menaggulangi persoalan
militer terutama bagian logistik para pejuang. Pada awal Juli 1946, di Pematangsiantar telah dibentuk Dewan Pertahanan Daerah yang berdasarkan
Undang-undang Keadaan Bahaya 28 Juni 1946. Tugas dari DPD menurut UUD tersebut sama dengan Dewan Pertahanan Negara, namun pada prakteknya, DPD
bertugas sebagai badan pengumpul dan pembagi bahan-bahan makanan dan lainnya yang dibutuhkan oleh laskar rakyat. Dari markasnya di Pemarangsiantar, tugas
tersebut dijalankan untuk mendukung perjuangan laskar rakyat melawan SekutuNICA di front Medan Area.
4.4. Agresi Militer Belanda dan Jatuhnya Ibukota Sumatera