Sebagai Pusat Pemerintahan Peranan Kota Pematangsiantar dalam Mengisi Kemerdekaan

69 1947, beberapa hari setelah Mohd. Hatta sampai di Pematangsiantar, beliau mengadakan rapat dan memberikan intruksi, yaitu: 1. Rebut segera kota Medan dari tangan Penjajah Belanda 2. Selambat-lambatnya sebelum Hari raya Idul Fitri 1947, kota Medan sudah harus berada ditangan kita. 67 Intruksi ini keluar seketika, karena Mohd. Hatta melihat semangat yang meluap-luap dalam diri para tokoh-tokoh perjuangan Sumatera pada saat rapat tersebut. Setelah mendengar intruksi inilah kemudian para pemuda dari Tapanuli dan sekitar Simalungun datang ke Pematangsiantar untuku bergabung dalam kesatuan laskar dan juga pasukan TRI. Dapur-dapur umum pun segera dibuka dan para wanita juga mulai melakukan latihan-latihan palang merah. Seminggu kemudian, TRI dan Laskar mulai mengirim pasukannya ke front Medan area di Tembung dan Tanjung Morawa.

4.2. Sebagai Pusat Pemerintahan

Sebagai pusat pemerintahan provinsi Sumatera, Pematangsiantar menjadi tempat berkumpulnya kantor-kantor pemerintahan se-Sumatera. Mulai dari kantor Gubernur, Markas TRI, Badan Pekerja DPR Sumatera dan beberapa badan penting lainnya. Dari Pematangsiantar inilah pemerintah republik Indonesia Provinsi Sumatera menjalankan roda pemerintahan dan mulai merehabilitasi sektor-sektor yang menjadi poin utama seperti Kemakmuran, Keuangan, dan Pendidikan. 67 Ibid, hal. 314 70 Ketika Badan Pekerja DPR Sumatera memulai tugasnya di Pematangsiantar, banyak perubahan dan perbaikan yang telah terjadi. Dalam bidang kemakmuran, pemerintah membentuk sebuah badan khusus bernama PMR Pengawas makan Rakyat yang bertugas merancang dan mengatur urusan makanan penduduk agar tidak lagi mengalami kekurangan bahan makanan. Kinerja ini terbukti mendapat kemajuan karena sejak pertengan tahun 1946, keadaan makanan dan pakaian penduduk mulai mengelami perbaikan. Disamping itu, pemerintah juga membimbing perekonomian rakyat dengan memperbanyak penanaman padi dan pembuatan irigasi bagi para petani. Selain itu, pemerintah juga melakukan pembagian tanah kepada rakyat dan memasukkan barang kebutuhan pokok dari luar dengan melakukan barter dari hasil bumi. Untuk melancarkan pekerjaan-pekerjaan tersebut, beberapa dewan dibentuk oleh pihak pemerintah Sumatera. Seperti Pejabat Kemakmuran bagian Perdagangan dan Koperasi yang dibentuk untuk memajukan perniagaan rakyat dan menyusun koperasi-koperasi dikalangan penduduk. Dewan Kemakmuran Propinsi Sumatera juga dibentuk dengan tugas merancang dan memberikan pertimbangan dalam urusan kemakmuran Sumatera, dan juga Dewan Perkebunan yang akan mengurus segala persoalan pekebunan. Pada sektor keuangan sendiri, hal yang paling terlihat adalah persoalan pencetakan uang resmi pemerintah. Sampai tahun 1946, pemerintah secara resmi 71 belum memiliki mata uang sendiri. Di Sumatera sendiri, uang yang beredar luas di masyarakat adalah uang Jepang. Banyaknya peredaran uang Jepang ini pada akhirnya menyebabkan mereosotnya nilai tukar uang tersebut, sebaliknya harga-harga barang terus meninggi. Hal ini juga disebabkan oleh pihak Belanda yang turut menyebarkan uang palsu di wilayah Sumatera. Untuk mengatasi masalah itu maka Gubernur Provinsi Sumatera Mr. Teuku Muhammad Hasan mengeluarkan Maklumat No,20 mgs Tanggal 2 Desember 1946 yang mengumumkan berlakunya Oeang Republik Indonesia ORI sebagai alat tukar yang sah dengan kurs satu rupiah ORI sama dengan seratus rupiah uang Jepang. Namun hal ini ternyata belum bisa mengatasi persoalan keuangan pemerintah provinsi Sumatera. Pada awal 1947 anggaran belanja untuk gaji pegawai dan biaya perjuangan sudah tidak terpenuhi. Kas negara belum cukup untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah. Upaya meminta bantuan ke Pemerintah Pusat untuk mengirimkan ORI juga tidak berhasil. Akibatnya Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku Gubernur Sumatera dan Wakil Pemerintah Pusat di Sumatera meminta pertimbangan Menteri Keuangan RI, Mr. Syafruddin Prawiranegara agar Pemerintah Provinsi Sumatera dapat mencetak uang sendiri. Mendengar permintaan ini, Syafruddin menyarankan agar Sumatera mencetak promesse saja , bukan uang tapi “surat janji”. Namun Mr. T.M. Hasan memandang uang kertas lebih efektif dari pada promesse. Atas pertimbangan itu, maka Mr. T.M. 72 Hasan memutuskan untuk mencetak uang kertas URIPS Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera dan diberlakukan pada tanggal 8 April 1947 melalui Maklumat No. 92KO. URIPS ditandatangani oleh Kepala Jawatan Keuangan Provinsi Sumatera dan Direktur Bank Negara Indonesia di Pematang Siantar, dan Mr Teuku Muhammad Hasan sebagai Gubernur Sumatera. Harga satu rupiah URIPS sama dengan satu rupiah ORI dan seratus rupiah uang Jepang. Mr. T.M. Hasan kemudian menetapkan Bank Negara Indonesia sebagai Bank milik pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 1946. 68

4.3. Sebagai Pusat Komando Militer