Ketimpangan Wilayah Berdasarkan Koefisien Variasi Williamson

dimiliki oleh orang asing atau dengan kata lain hasil produksi dibawa ke wilayah lain dan digunakan untuk kesejahteraan masyrakat lain. Proses konvergensi pendapatan dapat dilihat dari koefisien parameter autoregressive dari variabel PDRB. Nilai dari koefisien dari y t-1 yang kurang dari 1 menunjukkan adanya proses konvergensi, sedangkan nilai yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa pendapatan kabupatenkota persisten. Model data panel dinamis FD-GMM menunjukkan bahwa koefisien y t-1 adalah 1,2722 dan signifikan pada level 5 persen, artinya proses konvergensi tidak terjadi di Pulau Jawa. Dengan kata lain, pendapatan di Pulau Jawa divergen. Berdasarkan statistik uji Sargan, hipotesis nol bahwa variabel instrumen valid tidak ditolak, dengan p- value 0,9870, artinya variabel instrumen yang digunakan valid. Uji konsistensi model dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi AB m 1 yang signifikan pada tingkat level 5 persen dan AB m 2 yang tidak signifikan pada tingkat level 5 persen, artinya tidak ada korelasi serial atau model konsisten. Tabel 4 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan PDRB di Pulau Jawa dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln pdrb t-1 1,2722 0,0645 0,0000 ln inv 0,0039 0,0007 0,0000 ln labour -0,0419 0,0132 0,0020 Implied λ NA Wald-Test 596,6900 0,0000 AB m 1 -4,0375 0,0001 AB m 2 0,8011 0,4231 Sargan Test 14,0256 0,9870 Catatan: variabel pajak digunakan sebagai instrumen Penghitungan konvergensi PDRB per kapita kabupatenkota di Pulau Jawa berbeda dengan hasil penelitian Bussoletti dan Esposti 2004 yang menghitung konvergensi pendapatan per kapita di daerah-daerah negara Eropa berada pada kisaran 5 sampai dengan 7,5 persen. Penelitian antar provinsi di Kanada juga berada pada kisaran 6 sampai dengan 6,5 persen Ralhan dan Dayanandan, 2005, sedangkan konvergensi provinsi-provinsi berpenghasilan tinggi yang letaknya berdekatan satu sama lain di Rusia yang mencapai 2,8 sampai 3,8 persen Kholodilin et al., 2009. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa ketimpangan masih berada pada tingkat yang relatif tinggi dan dengan tingkat konvergensi yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian Firdaus 2006, konvergensi antar provinsi di Indonesia sudah terjadi, namun hanya mencapai 1,01 persen dengan metode FD-GMM. Sedangkan pada tingkat kabupatenkota di Pulau Jawa justru tidak terjadi. Hal ini disebabkan faktor yang cenderung berimplikasi terhadap pemerataan spread effect adalah berkembangnya sektor primer di wilayah sekitarnya Pravitasari, 2009. Berdasarkan struktur perekonomian, sektor primer di Pulau Jawa lebih kecil dibandingkan dengan nasional. Fenomena ini disebabkan adanya pusat-pusat industri di kota-kota besar, yang menyebabkan perbedaan tingkat pembangunan yang semakin melebar. Selain itu wilayah penelitian yang berada pada Daerah Tingkat II menyebabkan interaksi ekonomi dan ketergantungan spasial yang tinggi antar wilayah mempunyai potensi menyesatkan hasil penelitian jika tidak memperhitungkan efek spasial spatial filtering dalam model data panel dinamis Badinger, et al., 2002. Tabel 5 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga di Pulau Jawa dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln cons t-1 0,3421 0,0098 0,0000 ln inv ln labour 0,2967 0,0351 0,0000 Implied λ 107,2755 Wald-Test 1538,8200 0,0000 AB m 1 -5,7980 0,0000 AB m 2 -1,4747 0,1403 Sargan Test 61,6225 0,0003 Catatan: variabel investasi digunakan sebagai instrumen Estimasi konvergensi dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga dilihat dari koefisien parameter autoregressive dari variabel pengeluaran rumah tangga per kapita. Nilai dari koefisien dari y t-1 sebesar 0,3421; mengindikasikan adanya konvergensi pengeluaran rumah tangga di antara kabupatenkota di Pulau Jawa, dengan tingkat konvergensi sebesar 107,28 persen. Berdasarkan statistik uji Sargan, hipotesis nol bahwa variabel instrumen valid ditolak, dengan p-value 0,0003. Hal ini menunjukkan bahwa variabel instrumen yang digunakan tidak valid. Uji konsistensi model dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi AB m 1 yang signifikan pada tingkat level 5 persen dan AB m 2 yang tidak signifikan pada tingkat level 5 persen, artinya tidak ada korelasi serial atau model konsisten. Tingkat konvergensi pengeluaran rumah tangga mencapai nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan tingkat konvergensi pendapatan wilayah kabupatenkota di Pulau Jawa, berbeda dengan hasil penelitian Ralhan dan Dayanandan 2005, yang menghitung konvergensi antar provinsi di Kanada. Konvergensi disposible income justru lebih kecil 2,89 persen dibandingkan dengan konvergensi pendapatan per kapita 6 sampai 6,5 persen. Tingginya konvergensi pada level rumah tangga di Pulau Jawa karena pendekatan ini hanya melihat konvergensi dari pelaku ekonomi rumah tangga, berbeda dengan konvergensi PDRB yang melibatkan semua pelaku ekonomi, baik rumah tangga, swasta maupun pemerintah. Aktivitas ekonomi yang dilakukan juga berbeda, tidak hanya konsumsi seperti pada pendekatan pengeluaran rumah tangga, namun juga investasi, baik yang dilakukan perusahaan swasta maupun pemerintah. Perbandingan tingkat konvergensi ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan wilayah yang sama akan dicapai dalam kurun waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kesamaan daya beli masyarakat.

4.2.2. Konvergensi Jawa Barat

Perekonomian di Provinsi Jawa Barat didominasi oleh kegiatan industri pengolahan, dengan kontribusi mencapai 42,20 persen pada tahun 2009. Sektor ini mampu menjadi penopang utama perekonomian karena didukung oleh bahan baku dari sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Kontribusi sektor pertanian di Jawa Barat pada tahun 2009 mengalami peningkatan, berbeda dengan pola sektor pertanian di provinsi-provinsi lainnya, bahkan Pulau Jawa secara keseluruhan Gambar 14. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 4,29 persen, yang kecepatannya menurun dari tahun sebelumnya sebesar 5,84 persen karena penurunan pada sektor utama. Pertumbuhan ekonomi kabupatenkota di Jawa Barat relatif stabil dengan peningkatan rata-rata berada pada kisaran angka 5 persen. Wilayah yang mengalami pertumbuhan yang fluktuatif disebabkan ketergantungan pertumbuhan wilayah terhadap minyak bumi, yaitu Kabupaten Indramayu yang pertumbuhan ekonominya turun hingga -7,51 persen pada tahun 2004 dan -7,82 pada tahun 2006. Sebaliknya Kabupaten Karawang justru mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 hingga mencapai 13,73 persen. Perkembangan kota dapat menyebabkan peningkatan kecepatan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya, atau sebaliknya terjadi pengurasan sumber daya, baik tenaga kerja maupun bahan baku. Secara empiris, proses konvergensi pendapatan regional di Jawa Barat disajikan pada Tabel 6. Koefisien y t-1 sebesar 0,7908 dengan metode FD-GMM, menunjukkan bahwa tingkat konvergensi pendapatan wilayah di Jawa Barat sebesar 23,47 persen. Hasil uji Sargan dengan statistik sebesar 1,2228 p-value 0,9904, artinya variabel instrumen yang digunakan telah valid secara signifikan pada level 5 persen. Namun model tidak konsisten karena masih ada serial correlation, dilihat dari signifikansi m 1 yang seharusnya menolak hipotesis nol. Uji AB m 2 sudah sesuai dengan teori untuk uji kekonsistenan model. Tabel 6 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan PDRB di Jawa Barat dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln pdrb t-1 0,7908 0,0201 0,0000 ln inv 0,0007 0,0035 0,8340 ln labour 0,0008 0,0039 0,8300 Implied λ 23,4694 Wald-Test 1701,1400 0,0000 AB m 1 -1,0005 0,3170 AB m 2 0,9972 0,3187 Sargan Test 1,2228 0,9904 Catatan: variabel pendidikan tenaga kerja digunakan sebagai instrumen Estimasi konvergensi dengan pendekatan pendapatan wilayah berbeda dengan hasil penelitian konvergensi Pulau Jawa. Kecepatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat menuju ke satu titik tertentu konvergen karena pengaruh sumber daya alam yang mendorong besarnya kontribusi sektor manufaktur terutama industri pengolahan. Posisi Jawa Barat yang dekat dengan pusat pertumbuhan terbesar di Indonesia menyebabkan wilayah-wilayah di Jawa Barat berkembang dengan cepat sebagai penopang kegiatan perekonomian DKI Jakarta sekaligus mendapat keuntungan adanya akses terhadap fasilitas yang tersedia dan informasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perusahaan- perusahaan yang berpusat di DKI Jakarta yang sudah crowded biasanya mengembangkan usahanya di Jawa Barat. Ukuran kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan pengeluaran rumah tangga per kapita dapat lebih mencerminkan daya beli penduduk yang tinggal di wilayah tersebut karena pengukuran pendapatan wilayah dengan menggunakan PDRB melibatkan penduduk di luar wilayah yang memiliki kegiatan ekonomi di dalam wilayah. Proses konvergensi pengeluaran rumah tangga terjadi, ditandai dengan koefisien y t-1 yang kurang dari 1 pada model yaitu sebesar 0,2658. Tingkat konvergensi yang dihasilkan sebesar 132,52 persen, jauh lebih besar daripada estimasi konvergensi dengan menggunakan PDRB per kapita. Kriteria model data panel dinamis ditentukan oleh validitas dan konsistensi telah memenuhi syarat. Berdasarkan uji Sargan dengan statistik 15,2286 p-value 0,9759, model FD- GMM ini mempunyai variabel instrumen yang valid. Uji konsistensi dengan melihat m 1 dan m 2 menunjukkan bahwa tidak ada serial correlation dan model konsisten. Tabel 7 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga di Jawa Barat dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln cons t-1 0,2658 0,0024 0,0000 ln inv ln labour 0,0032 0,0053 0,5410 Implied λ 132,5194 Wald-Test 98129,7800 0,0000 AB m 1 -2,8186 0,0048 AB m 2 -1,5658 0,1174 Sargan Test 15,2286 0,9759 Catatan: variabel investasi digunakan sebagai instrumen

4.2.3. Konvergensi Jawa Tengah

Perkembangan wilayah di Jawa Tengah relatif stabil, tanpa adanya pemekaran wilayah administratif baik kabupaten maupun kota selama kurun waktu penelitian. Jawa Tengah terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kota. Pusat pemerintahan di Kota Semarang, yang merupakan satu-satunya kota metropolitan di Jawa Tengah. Kegiatan ekonomi di kota ini didominasi oleh perdagangan dan pemukiman. Kota-kota pendukungnya adalah Surakarta, Cilacap, Tegal dan Pekalongan. Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah penghubung antara dua kutub bipolar pattern konsentrasi industri utama di Pulau Jawa yaitu Jabodetabek dan Surabaya. Namun nilai tambah sektor industri pengolahan Jawa Tengah pada tahun 2009 124 trilyun rupiah justru lebih besar dibandingkan dengan Jawa Timur 82 trilyun rupiah, walaupun nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan Jawa Barat 275 trilyun rupiah. Pertumbuhan ekonomi wilayah-wilayah di Jawa Tengah mengalami proses menuju ke satu titik tertentu. Nilai koefisien y t-1 pada lag variabel dependen kurang dari 1, sehingga menghasilkan tingkat konvergensi yang positif. Tingkat konvergensi mencapai 3,14 persen berdasarkan hasil empiris koefisien y t-1 sebesar 0,9691. Pemeriksaan model data panel dinamis dilakukan dengan uji validitas dan konsistensi model. Hasil uji Sargan menunjukkan bahwa hipotesis nol variabel instrumen valid tidak ditolak. Penggunaan share sektor pertanian yang tepat dalam estimasi konvergensi di Jawa Tengah ini menunjukkan peranan sektor ini dalam perekonomian wilayah-wilayah di Jawa Tengah yang cukup besar, bahkan mendominasi kegiatan ekonominya. Sedangkan uji m 1 dan m 2 menunjukkan bahwa tidak ada serial correlation dan model konsisten. Trend laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 kabupatenkota di Jawa Tengah secara deskriptif menuju ke suatu nilai tertentu, yaitu pada kisaran 5 persen. Wilayah yang perekonomiannya mengalami pertumbuhan ekstrim adalah Kabupaten Cilacap mencapai 8,59 persen pada tahun 2003 dan Kabupaten Kudus pada tahun 2005, walaupun pada tahun-tahun berikutnya mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kawasan indusri di Jawa Tengah, sehingga tidak mengherankan bahwa pertumbuhan ekonomi di wilayah ini didominasi oleh sektor industri pengolahan. Industri besar yang diselenggarakan antara lain pertamina, pabrik semen Holcim Indonesia Pabrik Cilacap, pabrik tepung Penganmas Inti Persada, dan pengolahan ikan PT. Juifa Internasional. Selain itu perekonomian Kabupaten Kudus juga didominasi oleh sektor manufaktur, dengan memanfaatkan keberadaan wilayah pada jalur pantai utara timur Jawa Tengah, yang menghubungkan Semarang dan Surabaya. Nilai tambah perekonomian pada sektor industri dihasilkan dari industri rokok, konveksi dan industri kertas. Kabupaten Kudus juga disebut Kota Kretek karena keberadaan industri rokok yang cukup terkenal, antara lain PT. Djarum, Sukun dan Notorono. Tabel 8 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan PDRB di Jawa Tengah dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln pdrb t-1 0,9691 0,0090 0,0000 ln inv -0,0097 0,0004 0,0000 ln labour -0,0303 0,0204 0,1380 Implied λ 3,1434 Wald-Test 12198,9600 0,0000 AB m 1 -2,7410 0,0061 AB m 2 -0,0415 0,9669 Sargan Test 17,4749 0,7366 Catatan: variabel share sektor pertanian digunakan sebagai instrumen Kemampuan kabupatenkota di Jawa Tengah dalam memproduksi barang dan jasa tidak jauh berbeda, mencapai tidak lebih dari 5 trilyun rupiah dalam satu tahun kecuali tiga wilayah, yaitu Kabupaten Cilacap, Kota Semarang dan Kabupaten Kudus. Kota Semarang merupakan satu-satunya kota metropolitan di Jawa Tengah dan sebagai ibukota provinsi, merupakan pusat pemerintahan. Kota Semarang menempati urutan ketujuh kota terpadat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bekasi dan Tangerang. Proses konvergensi pendapatan wilayah terjadi di Jawa Tengah karena dipengaruhi oleh kemampuan wilayah-wilayahnya yang relatif homogen. Penelitian di Rusia juga menunjukkan bahwa konvergensi akan lebih cepat terjadi di wilayah yang lokasinya berdekatan dengan wilayah-wilayah yang berpenghasilan relatif sama Kholodilin et al., 2009. Estimasi konvergensi pendapatan wilayah di Jawa Tengah sejalan dengan peningkatan pemerataan kesejahteraan penduduk. Hal ini dibuktikan dengan penghitungan konvergensi pendekatan pengeluaran rumah tangga yang menghasilkan koefisien y t-1 kurang dari 1 sehingga tingkat konvergensi yang terjadi positif. Lag pertama dari variabel dependen signifikan pada level 5 persen dengan koefisien sebesar 0,2892. Tingkat konvergensi yang diperoleh dari penghitungan tersebut adalah 124,09 persen. Kriteria pengujian model dilakukan dengan uji Sargan untuk melihat validitas variabel instrumen. Statistiknya sebesar 24,2029 p-value 0,6708, menunjukkan bahwa instrumen variabel valid. Demikian pula pengujian konsistensi model dari statistik m 1 dan m 2 menunjukkan bahwa model sudah terbebas dari serial correlation. Kecepatan konvergensi di Jawa Tengah dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga menghasilkan angka yang besar dibandingkan dengan pendekatan pendapatan regional, artinya ketimpangan kesejahteraan rakyat semakin mengecil dalam tingkat yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan wilayah. Tabel 9 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga di Jawa Tengah dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln cons t-1 0,2892 0,0056 0,0000 ln inv ln labour 0,2722 0,1382 0,0490 Implied λ 124,0683 Wald-Test 2724,9300 0,0000 AB m 1 -3,0629 0,0022 AB m 2 0,7803 0,4352 Sargan Test 24,2029 0,6708 Catatan: variabel investasi digunakan sebagai instrumen

4.2.4. Konvergensi Jawa Timur

Jawa Timur merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta dan menjadi pusat perekonomian di bagian timur Pulau Jawa. Tak mengherankan apabila kegiatan ekonomi pada sektor jasa mendominasi aktivitas ekonomi dan menghasilkan nilai tambah paling besar dalam perekonomian, hingga mencapai 51,51 persen pada tahun 2009. Kegiatan perdagangan dan akomodasi mempunyai peranan paling penting dalam sektor jasa, dengan kontribusi sebesar 31,63 persen. Sektor manufaktur juga memegang peranan penting terutama kegiatan industri pengolahan. Beberapa industri besar di Jawa Timur antara lain galangan pembuatan kapal terbesar di Indonesia PT. PAL di Surabaya, industri besar kereta api terbesar di Asia Tenggara PT. INKA di Madiun, pabrik kertas PT. Tjiwi Kimia di Tarik-Sidoarjo, PT. Leces di Probolinggo, pabrik rokok Wismilak di Surabaya, Gudang Garam di Kediri, Sampoerna di Surabaya dan Pasuruan, serta Bentoel di Malang dan pabrik semen Gresik dan Petrokimia di Gresik. Kawasan industri estate meliputi Surabaya Industrial Estate Rungkut SIER di Surabaya, Pasuruan Industrial Estate Rembang PIER di Pasuruan, Madiun Industrial Estate Balerejo MIER di Madiun, Ngoro Industrial Park NIP di Mojokerto, Kawasan Industri Jabon di Sidoarjo dan Lamongan Integrated Shorebase LIS di Lamongan. Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai kabupatenkota paling banyak di Indonesia, yaitu sebanyak 38 Daerah Tingkat II, terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Wilayah administratif relatif stabil seperti Jawa Tengah, hanya satu kabupaten dimekarkan sejak diselenggarakan otonomi daerah, yaitu Kota Batu dari Kabupaten Malang. Kemampuan perekonomian di wilayah- wilayah tersebut juga relatif sama bila dilihat dari jumlah nilai tambah yang dihasilkan setiap tahun, kecuali Kota Surabaya, Kota Kediri dan Kabupaten Sidoarjo. Tabel 10 Estimasi Konvergensi KabupatenKota Pendekatan PDRB di Jawa Timur dengan Metode Data Panel Dinamis FD-GMM Parameters Estimated Coefficients Standard Error P-value ln pdrb t-1 1,2961 0,0904 0,0000 ln inv 0,0254 0,0029 0,0000 ln labour -0,1629 0,0191 0,0000 Implied λ NA Wald-Test 269,4500 0,0000 AB m 1 -2,9982 0,0027 AB m 2 -0,4872 0,6261 Sargan Test 11,5207 0,9051