Peranan Pemerintah dalam Perekonomian

sehari-hari. Air untuk sektor pertanian digunakan untuk irigasi dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertambah. Dan dalam bidang industri, air bersih merupakan faktor penting dalam proses produksi. Infrastruktur jalan merupakan salah satu infrastruktur pengangkutan yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan meminimalkan modal komplementer dalam upaya mengefisienkan proses produksi dan distribusi. Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan. Ikhsan 2004 mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus dibangun sendiri oleh sektor swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat mahal sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan komparatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena tidak tersedianya infrastruktur.

2.5. Tinjauan Empiris

Ding dan Knight 2008 melakukan penelitian dengan model Solow yang diperluas dengan memasukkan variabel modal manusia dan perubahan struktural selama periode tahun 1980 – 2000 dengan interval waktu analisis 5 tahunan untuk mengurangi sensitifitas siklus bisnis dari data tahunan. Variabel dependen yang digunakan adalah PDB riil per pekerja di Cina dan negara-negara pembandingnya yang diteliti. Sedangkan variabel dependen meliputi saham tabungan diproksi dengan investasi di PDB riil, data penduduk usia 15-64 tahun untuk menghitung penduduk usia kerja, modal manusia diproksi dengan rata-rata lama sekolah di atas usia 15 tahun, jumlah angkatan kerja dan tenaga kerja pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi internasional bervariasi, dimana investasi modal fisik, perubahan struktur kerja, konvergensi bersyarat dan pertumbuhan penduduk merupakan sumber utama perbedaan pertumbuhan Cina dan negara-negara lainnya. Penelitian konvergensi pendapatan dilakukan oleh Ralhan dan Dayanandan 2005 dengan level data 10 provinsi di Kanada selama periode tahun 1981 – 2001, dengan menggunakan interval waktu analisis 5 tahunan. Variabel dependen yang digunakan adalah NPDP Net Provincial Domestic Product per kapita riil dan variabel independennya adalah tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada usia 15 – 64 tahun dan investasi riil. Analisis dilakukan dengan mengadopsi model pertumbuhan Solow dinamik dengan teknik estimasi GMM dan membandingkannya dengan model data panel lainnya yaitu pendekatan fixed effect dan random effect. Hasil penelitian ini dapat menyatakan bahwa tingkat kemajuan teknologi dan fungsi produksi provinsi-provinsi di Kanada berada pada tingkat tertentu dan homogen. Tingkat konvergensi pendapatan per kapita mencapai 1,5 persen jika dilakukan dengan OLS dan teknik lainnya, namun meningkat hingga mencapai 6 sampai dengan 6,5 persen jika dilakukan dengan teknik GMM. Konvergensi personal disposible income di antara provinsi-provinsi di Kanada berada pada tingkat 2,89 persen. Selanjutnya Badinger et al. 2002 melakukan penelitian konvergensi regional menggunakan sampel 196 negara-negara Eropa selama periode tahun 1985 – 1999 dengan variabel pendapatan dan investasi. Analisis dilakukan dengan memperhitungkan efek spasial dalam model data panel dinamis karena daerah yang diamati tidak menerapkan ekonomi tertutup, sehingga harus menunjukkan interaksi ekonomi dan ketergantungan spasial. Oleh karena itu diperlukan spatial filtering untuk menghilangkan hubungan spasial tersebut sebab ketidaktahuan spasial dapat mengakibatkan hasil yang berpotensi menyesatkan. Dengan menerapkan estimasi GMM terhadap variabel filter, didapatkan kecepatan mencapai konvergensi 6,9 persen dan elastisitas modal sebesar 0,43. Penelitian berikutnya juga dilakukan di negara-negara Eropa yang meliputi 206 daerah NUTS II EU15 selama kurun waktu 1989 – 2000 dengan menggunakan variabel pendapatan, penduduk, tingkat investasi daerah, share sektor pertanian sebagai proksi tingkat teknologi daerah, dan pembayaran dana transfer. Penelitian ini dilakukan oleh Bussoletti dan Esposti 2004 menggunakan model ekonometrik konvergensi bersyarat dalam bentuk data panel dinamis karena model ini lebih konsisten daripada model statis. Estimasi GMM diterapkan untuk memperoleh perkiraan dari parameter konvergensi yang mencapai 5 sampai 7,5 persen. Teknik ini juga digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Kebijakan regional berupa dana transfer memberikan pengaruh yang positif sedangkan share sektor pertanian berdampak negatif terhadap pendapatan. Identifikasi konvergensi di Indonesia dilakukan oleh Rumayya et al. 2005 menggunakan data PDRB perkapita atas dasar harga tahun 1983 untuk cross- section 30 kabupatenkota di Jawa Timur selama periode 1983 – 2001. Konverge nsi diperoleh dengan mempertimbangkan heterogenitas spasial dan ketergantungan spasial. Pemodelan dilakukan dengan statistik GI untuk melihat cluster daerah berpenghasilan tinggi di bagian tengah dan timur serta cluster berpenghasilan rendah di bagian barat Jawa Timur. Regresi OLS dan GLS pada model konvergensi absolut tidak menemukan proses konvergensi. Proses konvergensi ini hanya ditemukan dalam model spasial konvergensi mutlak regresif untuk kelompok kaya saja, sedangkan kelompok miskin tidak. Model cross- regresif spasial konvergensi mutlak menemukan bahwa koefisien lag spasial pendapatan awal adalah positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan adanya ketergantungan ruang yang dapat menjelaskan pertumbuhan pendapatan kabupatenkota di Jawa Timur, dimana pertumbuhan dipengaruhi oleh pendapatan awal tetangganya. Wilayah yang dikelilingi oleh tetangga kaya akan tumbuh lebih cepat dibandingkan bila dikelilingi oleh tetangga miskin. Hal ini disebabkan spillover teknologi dan keuangan, artinya teknologi dan biaya produksi suatu wilayah tidak hanya ditentukan oleh faktor kawasan tetapi juga tingkat teknologi tetangganya adanya eksternalitas dari sisi penawaran. Belajar dari negara Cina dalam mengurangi kemiskinan, de Janvry et al. 2005 meneliti bahwa tanpa kegiatan non pertanian, kemiskinan di perdesaan akan jauh lebih tinggi dan lebih dalam serta ketimpangan akan meningkat, artinya kegiatan non pertanian memiliki pengaruh spillover yang positif terhadap produksi rumah tangga pertanian. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan adalah pendidikan, jarak yang dekat dengan kota, wilayah sekitarnya dan pengaruh perdesaan untuk mendapatkan akses di bidang pertanian. Penelitian lainnya mengkaji ketimpangan pendapatan dari sektor non pertanian dipengaruhi oleh pendidikan, upah dan wirausaha Liu dan Sicular, 2008. Hasil penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di perdesaan lebih tinggi dari pada di perkotaan walaupun pendapatan di sektor pertanian menurunkan ketimpangan Oyekale et al., 2006. Peningkatan ketimpangan dipengaruhi oleh urbanisasi, tempat tinggal yang berada di daerah yang miskin, ukuran rumah tangga, pendidikan formal kepala rumah tangga, lamanya sakit, keterlibatan dalam pekerjaan yang dibayar dan bisnis non pertanian, adanya kredit formal dan informal. Sementara itu Omilola 2009 meneliti fenomena ketimpangan pendapatan yang diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu penghasilan rumah tangga pertanian yang menggunakan irigasi, tadah hujan dan non pertanian. Ketimpangan terkecil berada pada rumah tangga yang pendapatannya berasal dari non pertanian, sedangkan yang terbesar adalah rumah tangga pertanian yang menggunakan irigasi.

2.6. Kerangka Pemikiran

Pembangunan perekonomian di suatu wilayah diupayakan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang optimal walaupun pada tingkat pembangunan berbeda. Penelitian perekonomian di Pulau Jawa ini memasukkan variabel tingkat pembangunan ekonomi yang diproksi dengan share kontribusi sektor pertanian dan sektor manufaktur karena menentukan output produksi setiap daerah. Adanya keseimbangan umum dalam setiap input produksi dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi. Oleh karena itu penelitian ini menggabungkan peranan pemerintah dan swasta termasuk di dalamnya rumah tangga dalam meningkatkan output perekonomian, yang merupakan proksi dari pendapatan regional. Peranan pemerintah dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran, sesuai dengan format APBD sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal. Variabel yang dikaji dalam sisi penerimaan adalah pajak, sedangkan dari sisi pengeluran adalah belanja rutin yang merupakan belanja keperluan operasional untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan dan belanja pembangunan yang merupakan pengeluaran yang berkaitan dengan proyek-proyek yang meliputi belanja modal dan belanja penunjang. Selanjutnya peranan swasta dilihat menurut faktor-faktor produksi, meliputi investasi, tenaga kerja dan pendidikan tenaga kerja. Ukuran kesejahteraan yang biasanya digunakan dalam penelitian-penelitian kewilayahan adalah PDRB, yang menunjukkan output regional yang dihasilkan, tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksinya. Sekalipun pemilik faktor produksinya berasal dari luar wilayah, namun jika kegiatan ekonominya dilakukan di wilayah tersebut, tetap dihitung dalam PDRB. Oleh karena itu sebagai ukuran kesejahteraan rakyat, PDRB mempunyai kelemahan karena kurang mampu merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya. Ukuran kesejahteraan masyarakat yang seyogyanya digunakan adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi seluruh masyarakat. Karena ukuran ini sangat sulit diperoleh, penelitian ini menggunakan proksi jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga. Angka ini diharapkan lebih menjelaskan seberapa besar kebutuhan masyarakat telah terpenuhi jika dilihat dari sisi konsumsi. Agar dapat melihat konvergensi dari sisi pendapatan regional dan pendapatan rumah tangga, penelitian ini menggunakan dua pendekatan. Pertama, pendekatan pendapatan melalui total output yang dihasilkan setiap wilayah yang tercermin dalam nilai PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan 2000 sehingga menghilangkan pengaruh inflasi. Kedua, pendekatan pendapatan rumah tangga secara agregat, yang diproksi dengan menggunakan data pengeluaran rumah tangga yang diperoleh dari data Susenas. Data pengeluaran juga telah dideflasi dengan menggunakan deflator PDRB. Berdasarkan beberapa pendekatan tersebut, diharapkan adanya implikasi kebijakan yang lebih dapat diaplikasikan secara nyata demi kesejahteraan masyarakat. Gambar 13 Kerangka Pemikiran Penelitian Infrastruktur Puskesmas Listrik Air Bersih Jalan Analisis Ketimpangan Wilayah Pendekatan Pengeluaran Rumah Tangga Pendekatan PDRB Implikasi Kebijakan Perekonomian Pulau Jawa Tingkat Pembangunan Ekonomi