Konvergensi Jawa Tengah Konvergensi Wilayah
bersih yang disalurkan kepada konsumen justru meningkatkan ketimpangan wilayah.
Tingkat pembangunan ekonomi yang diproksi dengan share sektor ekonomi memengaruhi ketimpangan PDRB dengan elastisitas 0,78. Jika kontribusi
manufaktur meningkat sebesar 1 persen, maka ketimpangan akan menurun sebesar 0,78 persen. Arah yang sama terjadi pada variabel pendidikan karena
ketimpangan di Pulau Jawa dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia. Jika kontribusi tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke atas meningkat sebesar 1
persen, maka ketimpangan pendapatan menurun 1,93 persen. Tabel
14 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketimpangan
Wilayah KabupatenKota Antar Provinsi Pendekatan PDRB di Pulau Jawa dengan Model Data Panel Statis
Variable Coefficient Std.
Error Prob.
C 8,7488 2,8058
0,0036 LOGGOVEXP 0,1269
0,0645 0,0569
LOGAGRI -0,4061 0,3800
0,2923 LOGMANU -0,7784
0,3277 0,0230
LOGEDU -1,9334 0,2660
0,0000 LOGPUSKES -1,6334
0,2713 0,0000
LOGELECTRIC 0,9488 0,2443 0,0004
LOGWATER 0,2696 0,1055
0,0150 LOGROAD 0,1382
0,1281 0,2880
R-squared 0,8924
Adjusted R-squared 0,8685
F-statistic 37,3326
ProbF-statistic 0,0000
Durbin-Watson stat 1,7757
Selanjutnya infrastruktur di Pulau Jawa menjadi penentu kesenjangan pembangunan wilayah, meliputi sarana kesehatan berupa puskesmas, listrik dan
air bersih. Selain pendidikan, sarana kesehatan mempunyai elastisitas yang tinggi dalam upaya menurunkan ketimpangan wilayah di Pulau Jawa. Jika jumlah
puskesmas di suatu provinsi naik sebesar 1 persen, maka ketimpangan Pulau Jawa dapat diturunkan sebesar 1,63 persen. Data yang digunakan untuk mengukur
variabel kesehatan adalah jumlah puskesmas karena merupakan pelayanan kesehatan yang memasyarakat sampai di daerah terpencil tidak seperti rumah
sakit yang secara relatif hanya berada di kota atau ibukota kabupaten saja,
sehingga penggunaan data jumlah puskesmas dalam variabel ini dapat mewakili jumlah fasilitas kesehatan secara representatif.
Sebaliknya dengan infrastruktur listrik dan air bersih, kenaikan variabel ini justru meningkatkan ketimpangan wilayah, dengan elastisitas masing-masing
sebesar 0,95 dan 0,27. Pengguna energi listrik yang terjual didominasi oleh industri dan bisnis walaupun jumlah pelanggan paling besar adalah rumah tangga.
Ketidakmerataan keberadaan industri di Pulau Jawa menyebabkan variabel listrik meningkatkan ketidakmerataan pembangunan wilayah. Demikian juga dengan air
bersih yang disalurkan oleh PDAM, paling banyak digunakan oleh rumah tangga, terutama di kota-kota besar. Selain karena sulitnya mendapatkan air bersih yang
alami, daerah perkotaan biasanya dipadati dengan pemukiman sehingga penggunaannya tidak merata di Pulau Jawa.
Tabel 15
Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah KabupatenKota Antar Provinsi Pendekatan Pengeluaran
Rumah Tangga di Pulau Jawa dengan Model Data Panel Statis
Variable Coefficient
Std. Error Prob.
C -10,5350 10,1538
0,3084 LOGGOVEXP 0,6262
0,6349 0,3324
LOGAGRI -0,0532 0,4206
0,9003 LOGMANU 0,0976
0,3464 0,7801
LOGEDU 0,6953 0,3049
0,0304 LOGPUSKES -0,6160
0,4641 0,1951
LOGELECTRIC 0,1906 0,2612
0,4715 LOGWATER -0,2351
0,1580 0,1478
LOGROAD 0,2220 0,1417
0,1284 R-squared
0,6809 Adjusted R-squared
0,4985 F-statistic
3,7341 ProbF-statistic
0,0011
Estimasi faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan wilayah di Pulau Jawa dilakukan juga dengan menggunakan variabel dependen koefisien variasi
Williamson pengeluaran rumah tangga per kapita. Model data panel statis yang terpilih untuk analisis ketimpangan ini adalah fixed effect berdasarkan uji
Hausman dengan p-value sebesar 0,0098. R-square sebesar 0,4985 artinya variasi variabel independen dapat menjelaskan 49,85 persen variasi ketimpangan
pengeluaran rumah tangga, sedangkan 50,15 persen sisanya dijelaskan oleh
variabel lainnya yang tidak ada dalam model. Kecilnya nilai R-square ini disebabkan sedikitnya variabel independen yang signifikan dalam model, hanya
variabel share tenaga kerja berpendidikan SMA ke atas yang memengaruhi variabel dependen.
Ketimpangan wilayah dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini hanya dipengaruhi oleh pendidikan tenaga kerja, dengan arah yang
berlawanan dengan pendekatan PDRB. Kenaikan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke atas justru meningkatkan ketimpangan dalam rumah
tangga dengan elastisitas 0,70 artinya setiap kenaikan share jumlah tenaga kerja yang berpendidikan SMA ke atas sebesar 1 persen, akan meningkatkan
ketimpangan pengeluaran rumah tangga sebesar 0,70 persen. Tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi akan meningkatkan produktivitas dan penghasilan
rumah tangga, selanjutnya pengeluaran rumah tangga. Pada level rumah tangga, peningkatan pendidikan akan memperlebar kesenjangan konsumsi.