kemakmuran antar kelompok. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan
dalam perhitungan, namun demikian indeks ini cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.
39
2.6 Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan pasal 1 huruf h UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Daerah otonom,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 1 huruf i UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah. Pengertian otonom secara bahasa adalah berdiri sendiri atau dengan
pemerintahan sendiri, sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau lingkungan pemerintah. Menurut istilah otonomi daerah adalah wewenangkekuasaan pada
suatu wilayahdaerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayahdaerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan
perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan idiologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
39
Ibid.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu seperti politik luar negri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-
bidang tersebut menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab akan fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah disebut desentralisasi. Semakin besar
suatu negara dilihat dari penduduk dan luas wilayah maka semakin kompleks dan “heterogen” pemerintahannya, hal ini bisa dilihat dari tingakatan pemerintah
daerah. Desentralisasi dan sentralisasi adalah cara untuk melakukan penyesuaian tata kelola pemerintahan dengan pendistribusian fungsi pengambilan keputusan
dan kontrol. Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan dilain pihak terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal
untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Oleh karena itu, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai kebijakan
pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perijinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang
perekonomian daerah. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Akan tetapi dengan adanya otonomi daerah, setiap wilayah memiliki kewenangan sendiri untuk mengatur daerahnya masing-masing. Daerah yang
memiliki potensi yang besar dan kelembagaan yang solid dan bebas korupsi yang akan lebih cepat berkembang dibanding daerah lainnya. Masing-masing daerah
akan bersaing untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Pada awal pelaksanaan otonomi daerah ketimpangan antar daerah
meningkat. Hal ini karena perbedaan sumber daya daerah dan kesiapan dari masing-masing daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Diharapkan pada
tahun-tahun selanjutnya, setiap daerah mulai dapat mengembangkan daerah masing-masing dalam rangka mendorong proses pembangunan ekonomi di era
otonomi daerah. Selanjutnya tingkat ketimpangan pada tahun-tahun berikutnya setelah awal pemberlakuan otonomi daerah berangsur-angsur turun.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tentu tidak lepas dari berbagai masalah maupun kendala. Karena otonomi daerah dilandaskan atas nilai-
nilai kebebasan, kemungkinan terjadi dampak positif dan dampak negatif mempunyai peluang yang sama besar. Kebebasan yang tidak mampu dikendalikan
oleh pihak yang menjalankan kebebasan itu sendiri dan lemahnya law enforcement
akan lebih besar kemungkinannya untuk menghasilkan dampak negatif dibanding dampak positif.
40
Perkembangan seperti ini telah menimbulkan banyak polemik di dalam masyarakat mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Karena otonomi daerah cukup
kondusif bagi terjadinya konflik. Kebebasan yang menyertai otonomi seringkali ditafsirkan sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri dengan mengelola
sumber daya manusia menurut kepentingan sendiri yang merupakan sumber konflik yang amat potensial dimasa-masa saat ini. Otonomi daerah hanyalah dapat
berjalan dengan baik bila ada pemahaman yang baik terhadap kebebasan dan
40
Maswadi Rauf. Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Dearah: Desentralisasi, Demokrasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Syamsuddin Haris, editor.LIPI Press,2005, h. 162.
kewenangan daerah, disamping adanya kemampuan mengendalikan diri dalam menjalankan kebebasan.
41
2.7. Penelitian Terdahulu