Prioritas Masalah HASIL DAN PEMBAHASAN

Berkaitan dengan dampak dari adanya masalah yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah tersebut. Dampak ini terutama yang menimbulkan kerugian bagi organisasi seperti dampaknya terhadap produktivitas, keselamatan jiwa manusia, sumber daya atau sumber dana. Suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri. Semakin tinggi dampak masalah tersebut terhadap organisasi maka semakin serius masalah tersebut. 3. Growth Berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat berkembang masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan tentunya makin menjadi prioritas untuk segera di atasi. Dalam penentuan prioritas masalah menggunakan matriks USG, skala penilaian yang digunakan berkisar dari 1-5. Keterangan skala penilaian tersebut adalah sebagai berikut : 5 = Sangat Besar 4 = Besar 3 = Cukup besar 2 = Kecil 1 = Sangat Kecil Setelah itu setiap nilai pada setiap masalah yang sudah diidentifikasi dikalikan. Total nilai yang ada untuk melihat seberapa pesar nilai yang didapat lalu dari sana akan dapat dilakukan pembuatan peringkat. Masalah dengan total nilai terbesar diberi peringkat pertama, masalah dengan total nilai terbesar kedua diberi peringkat kedua, dan seterusnya. Dari cara tersebut akan terpilih prioritas masalah yang haru segera diintervensi dari peringkat pertama yang didapat pada suatu masalah. Hasil penentuan prioritas masalah menggunakan matriks USG adalah sebagai berikut. Table 3.4 Prioritas Masalah Berikut ini adalah uraian pertimbangan mengenai penilaian masalah- masalah yang akan dipilih satu untuk dijadikan prioritas: Urgency 1. Karyawan kurang paham terhadap teknis pengisian form Hazard report dan Voluntary Pada masalah ini, diberikan score 3 dikarenakan karyawan yang tidak mengetahui bisa melapor kepada supervisor atau delegasi untuk diarahkan dalam pengisian teknis pengisian form Hazard report dan Voluntary. Sehingga karyawan bisa diberi sosialisasi dan training mengenai teknis pengisian form Hazard report dan Voluntary No. Daftar Masalah U S G Skor Prioritas masalah 1. Karyawan kurang paham terhadap teknis pengisian form hazard report dan voluntary report 3 2 5 30 5 2. Mindset karyawan terhadap pelaporan dianggap akan diberikan sanksi oleh atasan 5 5 1 25 6 3. Presepsi karyawan terhadap definisi hazard minim. 2 5 5 50 3 4. Kurangnya perintah dari atasan dalam pelaporan hazard dan voluntary 4 3 5 60 2 5. Keterbatasan anggaran ketika hendak melakukan mitigasi atas pelaporan hazard 3 3 4 36 4 6. Belum adanya program software pelaporan hazard 2 3 4 24 7 7. Kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard 4 5 2 80 1 2. Mindset karyawan terhadap pelaporan dianggap akan diberikan sanksi oleh atasan Pada masalah ini diberikan score 5, dikarenakan jika mindset sudah terbentuk maka sampai kapanpun karyawan tidak ada yang melaporkan. Hal ini harus segera diperbaiki agar pelaporan dapat berjalan dengan maksimal. 3. Presepsi karyawan terhadap definisi hazard minim. Pada masalah ini, diberikan score 2 dikarenakan pada dasarnya karyawan memiliki pemahaman dasar mengenai hazard. Persepsi yang minim membuat karyawan tidak peduli terhadap pentingnya hazard. Hal ini bisa diperbaiki dengan memberikan pelatihan-pelatihan tambahan mengenai pentingnya hazard. 4. Kurangnya perintah dari atasan dalam pelaporan hazard dan voluntary Pada masalah ini diberikan score 3 dikarenakan atasan sudah memerintahkan untuk melakukan pelaporan hazard dan voluntary. Namun karena faktor lain membuat perintah tersebut masih kurang maksimal. Hal ini harus segera diperbaiki karena mendapatkan pelaporan hazard dan voluntary merupakan tugas dan tanggung jawab dari atasan. 5. Keterbatasan anggaran ketika hendak melakukan mitigasi atas pelaporan hazard Pada masalah ini diberikan skor 3 dikarenakan dana yang terbatas bukan berarti tidak ada dana dalam mitigasi atas pelaporan hazard. Selain itu untuk mitigasi atas pelaporan hazard tidak semuanya memerlukan dana yang besar. 6. Belum adanya program software pelaporan hazard Pada masalah ini diberikan skor 2. Hal imi dikarenakan pelaporan masih tetap berjalan walaupun tidak dengan program software. Dan dalam peraturan pemerintah tentang Safety Management System SMS juga tidak mengharuskan sistem pelaporan dengan program software 7. Kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard Pada masalah ini diberikan skor 4, dikarenakan jikar dibiarkan maka output dari hazard reporting system yakni HIRA tidak sesuai dengan standar yakni berjumlah 3000 laporan. Sehingga harus di perbaiki agar pelaporan bisa berjalan sesuai dengan standar. Seriousness 1. Karyawan kurang paham terhadap teknis pengisian form hazard report dan voluntary report Pada masalah ini diberikan skor 2. Hal ini dikatenakan pada dasarnya karyawan mengetahui adanya Hazard. Sehingga karyawan hanya perlu diberi sosialisasi dan training mengenai teknis pengisian form hazard report dan voluntary. 2. Mindset karyawan terhadap pelaporan dianggap akan diberikan sanksi oleh atasan Pada masalah ini diberikan skor 5. Hal ini sudah dianggap fatal karena tidak ada karyawan yang melapor akibat mindset tersebut, sehingga harus segera diperbaiki. 3. Presepsi karyawan terhadap definisi hazard minim. Pada masalah ini diberikan skor 5, dikarenakan persepsi tersebut bisa membuat bentrok dilapangan. Hal ini harus segera ditanggulangi agar pemahaman karyawan terhadap definisi hazard semakin baik. 4. Kurangnya perintah dari atasan dalam pelaporan hazard dan voluntary Pada masalah ini diberikan skor 3. Hal ini dikarenakan bahwa sebenarnya ada perintah dari atasan, namun masih kurang maksimal. Sehingga pelaporan hazard dan voluntary kepada Dep. Safety masih minim. 5. Keterbatasan anggaran ketika hendak melakukan mitigasi atas pelaporan hazard Pada msalah ini diberikan skor 3. Hal ini dikarenakan masalah safety tidak semua mitigasi dilakukan dengan anggaran. 6. Belum adanya program software pelaporan hazard Pada masalah ini diberikan skor 3 dikarenakan bukan merupakan masalah yang sangat serius. Hal ini dikarenakan sistem pelaporan masih tetap berjalan walaupun personil menjadi kurang aktif karena pelaporan tidak menggunakan program software. 7. Kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard Pada masalah ini diberikan skor 5. Hal ini dikarenakan jumlah hazard yang kurang akan membuat program HIRA tidak berjalan dengan maksimal, sehingga pada saat di audit oleh Direktorat Sertifikasi dan Kelaikan Udara DSKU akan menjadi temuan dan mendapatkan sanksi. Growth 1. Karyawan kurang paham terhadap teknis pengisian form hazard report dan voluntary report Pada masalah ini diberikan skor 5 dikarenakan jika dibiarkan maka makin parah pemahaman terhadap teknis pengisian form hazard report dan voluntary report. Hal ini harus segera diperbaiki karena akan timbul resiko, yakni tidak adanya pelaporan hazard dan voluntary. 2. Mindset karyawan terhadap pelaporan dianggap akan diberikan sanksi oleh atasan Pada masalah ini diberikan skor 1. Hal ini dikarenakan mindset yang sudah terbentuk tingkat pertumbuhannya sudah paling tinggi, sehingga tidak akan lagi bertumbuh. 3. Presepsi karyawan terhadap definisi hazard minim. Pada masalah ini diberikan skor 5, dikarenakan persepsi tersebut bisa menyebar ke karyawan yang lain. Sehingga harus segera diberi perbaikan berupa sosialisasi agar persepsi para karyawan terhadap definisi hazard tidak minim. 4. Kurangnya perintah dari atasan dalam pelaporan hazard dan voluntary Pada masalah ini diberikan skor 5, dikarenakan jika dibiarkan masalah ini akan terus bekembang. Sehingga membuat tidak adanya pelaporan hazard dan voluntary kepada Dep. Safety. 5. Keterbatasan anggaran ketika hendak melakukan mitigasi atas pelaporan hazard Pada masalah ini diberikan skor 4, dikarenakan jika dibiarkan anggaran tersebut akan semakin terbatas. Sementara hazard sifatnya semakin berkembang. 6. Belum adanya program software pelaporan hazard Pada maslah ini diberikan skor 4. Hal ini dikarenakan jika dibiarkan maka karyawan semakin tidak aktif melaporkan hazard karena pelaporan memakan waktu yang lebih lama. 7. Kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard Pada masalah ini diberikan skor 2. Hal ini dikarenakan pertumbuhannya sudah dianggap cukup tinggi karena sudah diberikan sanksi. Berdasarkan hasil skoring dengan menggunakan metode USG, prioritas masalah pada pelaksanaan hazard reporting system adalah kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard.

E. Akar Masalah

Analisis akar penyebab masalah menurut metode Root Caus Analysis adalah pemeriksaan terstruktur dengan tujuan mengidentifikasikan penyebab sebenarnya dari suatu masalah dan tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan penyebab itu. Analisis tentang akar penyebab masalah diilhami oleh pengalaman para petani yang memberantas alang-alang harus dengan mencabut akarnya Widajat, 2010. Analisis akar masalah metode Root Cause Analysis adalah sebuah prosedur untuk memastikan dan mengevaluasi berbagai sebab masalah untuk menentukan sebab yang paling mendasar dan menetapkan strategi pencegahannya Harsono, 2008. Adapun dalam penentuan akar masalah dilakukan dengan metode Fishbone. Diagram Fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik mengambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Diagram fishbone ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi permasalahan dan menentukan penyebab dari masalah tersebut. serta dapat digunakan dalam proses perubahan Asmoko, 2012. Berdasarkan diagram fishbone, dapat diketahui bahwa masalah utama dari kegiatan magang adalah kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard. Terdapat 7 penyebab masalah utama, yaitu kurangnya pelatihan mengenai hazard, kurangnya SDM, kurang kepedulian atasan terhadap hazard, anggaran yang terbatas, belum adanya kebijakan mengenai reward, kurang komitmen dari departemen terkait dalam melaksanakan pelaporan hazard dan voluntary hazard dan belum terdapat tenaga ahli mengenai software pelaporan. Berdasarkan hasil brainstorming dengan personil Dep. safety and airworthiness, akar masalah yang dapat dilakukan sesuai kemampuan perusahaan adalah pelatihan mengenai hazard, kurangnya SDM, kurang kepedulian atasan terhadap hazard,, belum adanya kebijakan mengenai reward, kurang komitmen dari departemen terkait dalam melaksanakan pelaporan hazard dan voluntary hazard dan belum terdapat tenaga ahli mengenai software pelaporan. Hasil brainstorming disesuaikan berdasarkan pertimbangan kemampuan perusahaan dan lingkungan.