Tabel 3.3 Analisis Pelaksanaan Hazard Reporting System
SOP Safety Management
Manual SMM SBU Aircraft Services PT
Dirgantara Indonesia Kondisi aktual
Kesesuaian
Input Manager menindaklanjuti
laporan bahaya Manager kurang menindak lanjuti
laporan bahaya dikarenakan beban kerja yang terlalu banyak, sehingga
manager menjadi kurang peduli terhadap
laporan hazard
dan voluntary
hazard. Selain
itu anggaran
untuk mitigasi
juga terbatas
Tidak sesuai
Supervisor merupakan
orang yang
memiliki form,
dan bertugas
melaksanakan hazard
reporting system Supervisor
sudah melaksanakan
tugas sebagai pengawas dilapangan Sesuai
Safety Manager
bertanggung jawab dan memiliki
kewenangan untuk
melaksanakan Safety
Management
Manual
Safety manager beserta karyawan dep. Safety and airworhiness selalu
bertanggung jawab
dan melaksanakan Safety Management
Manual
Sesuai
Karyawan melakukan hal yang berkaitan dengan
masalah keselamatan dan mealokasikan waktu
sebagai bagian dari tugas normal mereka
Karyawan tidak memahami teknis form pengisian hazard report. Selain
tidak ada keuntungan melaporkan hazard,
karyawan juga
takut melaporkan
hazard karena
menganggap akan dikenakan sanksi Tidak sesuai
oleh yang bersangkutan.
Proses Proses hazard reporting
system sesuai diagram alur dalam SMMS
Proses pelaporan
hazard dan
voluntary hazard sudah sesuai dengan diagram alur yang terdapat
dalam Sesuai
Output Terdapat 3000 hazard
per tahun yang terdapat pada perawatan pesawat
hazard yang dilaporkan dalam bentuk
Form Hazard
Report berjumlah 67 laporan dan form
Voluntary Hazard berjumlah 70 laporan pada tahun 2015
Tidak sesuai
C. Temuan Masalah pada pelaksanaan Hazard Reporting System
Masalah adalah suatu kesenjangan gap yang terjadi antara apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi tentang sesuatu hal, atau antara kenyatan
yang ada atau terjadi dengan yang seharusnya ada atau terjadi, antara harapan dan kenyataan Notoatmodjo, 2010. Masalah dapat juga diartikan sebagai
hambatan pelaksanaan suatu program. Kegiatan identifikasi masalah berguna untuk mengetahui berbagai masalah yang ada dalam suatu program yang
selanjutnya harus cepat dilakukan penanganan atau pemecahan. Menurut observasi Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian
Pesawat DKUPPU, setidaknya ada 3000 hazard per tahun yang terdapat pada perawatan pesawat. Namun pada kenyataannya di SBU ACS PT. Dirgantara
Indonesia Persero, hazard yang dilaporkan dalam bentuk form hazard report berjumlah 67 laporan dan form voluntary hazard berjumlah 70 laporan pada
tahun 2015. Hal ini akan menjadi temuan pada saat audit yang dilakukan oleh Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara, sehingga perusahaan bisa mendapatkan
sanksi. Berdasarkan hasil analisis, hal yang membuat tidak berjalannya
pelaksanaan hazard reporting system adalah: 1.
Pekerja kurang memahami teknis pengisian form hazard dan voluntary hazard
2. Mindset karyawan terhadap pelaporan dianggap akan diberikan sanksi
oleh atasan 3.
Pekerja beranggapan tidak ada keuntungan melaporkan bahaya hazard 4.
Kurangnya pengawasan dari manajemen atas perintah dari atasan dalam pelaporan hazard dan voluntary hazard
5. Keterbatasan anggaran ketika hendak melakukan mitigasi atas
pelaporan hazard dan voluntary hazard 6. Belum adanya program software pelaporan hazard dan voluntary
hazard 7. Kurangnya jumlah pelaporan hazard dan voluntary hazard
D. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas masalah, terdapat dua macam metode yaitu non scoring technique kualifikasi dan scoring technique kuantifikasi.
Metode non scoring kualifikasi terdiri dari Delphi technique dan Delbeque Technique. Metode ini lazim digunakan bila tidak tersedia data yang lengkap
dan mempergunakan berbagai parameter. Sedangkan metode scoring kuantifikasi merupakan cara pemilihan prioritas masalah dengan memberikan
skor nilai untuk sebagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Metode ini terdiri dari metode Bryant, Hanlon, USG, CARL. Maharani, dkk., 2014.
Untuk mencari prioritas masalah, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan matriks USG. Untuk menentukan prioritas
masalah menggunakan matriks USG, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor tersebut adalah urgency, seriuosness, dan
growth USG Asmoko, 2015.
1. Urgency
Berkaitan dengan seberapa mendesaknya masalah tersebut harus diselesaikan dengan waktu yang tersedia dan tekanan yang ada untuk
memecahkan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan maka semakin tinggi urgensi masalah tersebut.
2. Seriousness