UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
Gelatin babi yang digunakan sebagai bahan uji pada penelitian ini terdiri dari golongan farmasetik dan pro analisis. Menurut Institutional Animal Care and Use
Committee, adanya perbedaan kemurnian gelatin dapat mempengaruhi potensi toksiksitas suatu senyawa IACUC, 2015. Secara organoleptis, gelatin babi golongan
farmasetik berbentuk serbuk, berwarna kuning dan tidak berbau. Sedangkan, gelatin babi golongan pro analisis berwarna putih, berbentuk serbuk dan tidak berbau.
Pada penelitian ini, masing-masing serbuk gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis ditimbang sesuai dengan berat badan tikus, sehingga diperoleh dosis
5000 mgkgBB. Selanjutnya masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis didispersikan dalam akuades pada suhu 60
C dengan disertai pengadukan. Waktu yang dibutuhkan agar gelatin terdispersi dalam akuades adalah 8 menit. Gelatin
babi yang telah didispersikan dalam akuades akan membentuk larutan koloid. Secara organoleptis, larutan koloid gelatin babi golongan farmasetik yang dihasilkan memiliki
warna kuning dan konsistensi cairannya kental. Sedangkan, larutan koloid gelatin babi golongan pro analisis memiliki warna putih dengan konsistensi cairan yang lebih kental
dibandingkan larutan gelatin babi golongan farmasetik. Gelatin babi bersifat menyerap air dan mengembang dalam air, sehingga
perbandingan antara gelatin dan akuades yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:5 Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009. Berdasarkan perbandingan tersebut, larutan koloid
gelatin babi yang terbentuk juga lebih mudah untuk diberikan pada tikus uji dengan menggunakan sonde oral. Proses pendispersian gelatin babi menggunakan suhu 60
C dikarenakan gelatin babi mudah larut dalam akuades pada suhu diatas 40
C Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009. Akuades merupakan pembawa bahan uji yang
direkomendasikan karena bersifat tidak toksik sehingga tidak berpengaruh pada uji toksisitas OECD, 2008.
Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah Up and Down Procedure UDP. Jika dibandingkan dengan metode konvensional, hewan uji
yang digunakan pada metode UDP lebih sedikit, yakni sepertiga dari jumlah hewan yang digunakan dalam metode konvensional Erkekoglu, et al., 2011. Metode UDP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
juga telah divalidasi dan memenuhi persyaratan akurasi dan presisi sehingga dapat digunakan sebagai metode acuan uji toksisitas Ningrum, 2012.
Pada penelitian ini, metode UDP yang digunakan adalah limit test dengan dosis 5000 mgkgBB. Dosis 5000 mgkgBB dipilih karena persyaratan nilai LD
50
gelatin babi adalah lebih dari 5000 mgkgBB Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009. Pada
prinsipnya, limit test akan menghasilkan estimasi nilai LD
50
yang dapat digunakan untuk klasifikasi tingkat toksisitas bahan uji Roopashree, et al., 2009. Pemberian
bahan uji pada limit test dilakukan secara bertahap. Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus betina galur Sprague
Dawley berusia 8-12 minggu. Tikus betina dipilih karena lebih sensitif dibandingkan tikus jantan Erkekoglu, et al., 2011. Pemilihan galur Sprague Dawley karena
memiliki sifat yang tenang dan mudah dikontrol. Selain itu, galur Sprague Dawley juga dinyatakan lebih sensitif dibandingkan galur Wistar Zmarowski, et al., 2013. Tikus
betina yang digunakan dalam keadaan nulipara belum pernah kawin, melahirkan dan tidak sedang hamil.
Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol aquades ±4 ml, kelompok uji gelatin babi golongan farmasetik dan kelompok uji golongan pro
analisis. Kelompok kontrol terdiri dari 2 ekor tikus dan masing-masing kelompok uji terdiri dari 3 ekor tikus. Menurut Interagency Coordinating Committee on the
Validation of Alternative Methods ICCVAM, jumlah minimal hewan uji yang digunakan sebagai kelompok kontrol adalah 2 ekor.
Limit test dapat terdiri dari 3 termin. Pada termin pertama limit test, 1 ekor tikus diberikan larutan gelatin babi golongan farmasetik dengan dosis 5000 mgkgBB.
Sedangkan, 1 ekor tikus lainnya diberikan larutan gelatin babi golongan pro analisis dengan dosis 5000 mgkgBB. Sebelum pemberian bahan uji, tikus tidak diberikan
makan selama 12 jam. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemungkinan reaksi antara bahan uji dengan senyawa kandungan pakan dalam saluran cerna Jothy,
et al., 2011. Larutan gelatin babi diberikan pada tikus secara oral dengan menggunakan sonde. Rute oral merupakan metode yang paling umum digunakan pada
uji toksisitas akut, efisien dan tidak menyebabkan nyeri pada hewan uji Jothy, et al.,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2011. Setelah diberikan larutan gelatin babi, tikus tidak diberikan makan selama 4 jam, tetapi tetap diberikan minum secara ad libitum. Hal ini dilakukan untuk
mengoptimalkan penyerapan absorbsi pada pencernaan tikus Mansuroh, 2013. Setelah 48 jam pemberian bahan uji tidak ditemukan adanya kematian pada
seluruh tikus uji, sehingga limit test dilanjutkan ke termin kedua. Pada termin kedua limit test, 2 ekor tikus diberikan larutan gelatin babi golongan farmasetik dan 2 ekor
tikus lainnya diberikan larutan gelatin babi golongan pro analisis dengan dosis 5000 mgkgBB. Seluruh tikus yang diberikan bahan uji diamati selama 14 hari dan hasil
pengamatan menunjukkan tidak ada tanda toksisitas yang timbul ataupun kematian pada tikus. Jika tidak ditemukan adanya kematian tikus uji pada kedua termin limit test,
maka limit test dapat dihentikan dan tidak perlu dilakukan main test OECD, 2008. Nilai LD
50
gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis dapat ditentukan dengan menggunakan software AOT 425 StatPgm.
Hasil pengolahan data respon hewan uji menunjukkan estimasi nilai LD
50
gelatin babi golongan farmasetik ataupun golongan pro analisis adalah 5000 mgkgBB. Menurut Kennedy dikutip dari Jothy, et al 2011, senyawa dengan nilai
LD
50
oral 5000 mgkgBB merupakan senyawa yang praktis tidak toksik dan aman digunakan. Penelitian Sunggono, et al 2014 yang juga menggunakan dosis 5000
mgkgBB menyebutkan jika suatu senyawa dengan nilai LD
50
5000 mgkgBB, maka menurut klasifikasi Loomis, senyawa tersebut berada pada rentang praktis tidak toksik.
Berdasarkan nilai LD
50
, gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang digunakan pada penelitian ini telah sesuai dengan nilai LD
50
gelatin yang tercantum pada Handbook Of Pharmaceutical Excipients.
Penentuan nilai LD
50
gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah uji
toksisitas akut kolagen oleh Marone,et al 2010. Kolagen merupakan bahan baku gelatin. Hasil penelitian Marone,et al 2010 menunjukkan nilai LD
50
kolagen yang sama dengan nilai LD
50
gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis. Nilai LD
50
polimer lain yang pernah diteliti adalah nilai LD
50
kitosan. Kitosan merupakan eksipien pada kosmetik atau formulasi farmasetik. Nilai LD
50
oral kitosan adalah 16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gkgBB, sehingga kitosan termasuk senyawa yang bersifat tidak toksik. Penentuan nilai LD
50
juga pernah dilakukan pada selulosa. Selulosa dan gelatin merupakan eksipien yang dapat digunakan sebagai pengikat pada tablet. Nilai LD
50
oral selulosa adalah 5 gkgBB Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009.
Parameter uji toksisitas kedua yang diamati adalah pengaruh pemberian bahan uji terhadap perubahan berat badan tikus. Perubahan berat badan tikus dapat
menggambarkan efek toksik setelah pemberian suatu zat Jothy, et al., 2011. Menurut Raza, et al 2002, suatu senyawa dinyatakan memiliki efek samping yang bermakna
jika menyebabkan penurunan berat badan tikus lebih dari 10 dari sebelum uji. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap berat badan tikus menunjukkan tidak ada perbedaan
bermakna pada perubahan berat badan kelompok gelatin babi golongan farmasetik, pro analisis dan kontrol selama 14 hari
p≥0,05. Tidak adanya perbedaan bermakna ini menandakan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis
tidak mempengaruhi berat badan tikus uji. Pada penelitian Marone, et al 2010, pemberian kolagen juga tidak
menyebabkan perbedaan bermakna pada berat badan tikus uji yang digunakan. Perubahan berat badan juga merupakan salah satu parameter yang diamati pada uji
toksisitas akut kitosan dan hasilnya menunjukkan bahwa pemberian kitosan tidak menyebabkan perubahan bermakna pada berat badan tikus Pokharkar, 2009.
Parameter ketiga yang diamati adalah kemungkinan adanya tanda toksisitas yang timbul setelah pemberian bahan uji. Pengamatan tanda toksisitas dilakukan
dengan membandingkan aktivitas tikus uji dan kontrol selama 4 jam awal setelah pemberian bahan uji secara intensif. Hasil pengamatan tanda toksisitas menunjukkan
bahwa tidak ada tanda toksisitas yang ditemukan pada seluruh tikus uji, sehingga gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis dengan dosis 5000 mgkgBB
bersifat tidak toksik dan tidak menyebabkan gejala toksititas pada tikus uji. Hasil penelitian Marone, et al 2010 juga menunjukkan tidak ditemukan adanya gejala
toksik atau perubahan perilaku pada seluruh hewan uji setelah pemberian kolagen. Perubahan perilaku, tanda toksisitas dan kematian hewan uji juga tidak ditemukan pada
uji toksisitas akut kitosan Porkharkar, et al,2009.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengamatan keempat yang dilakukan adalah pengamatan mikroskopik terhadap organ hati dan ginjal tikus. Organ hati dipilih karena berperan penting dala
metabolisme senyawa endogen dan eksogen. Proses detoksifikasi senyawa toksik juga terjadi pada organ hati Biswas dan Ganga, 2014. Adanya akumulasi senyawa toksik
pada jaringan hati dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit dan perubahan pada histopatologi hati Utomo, 2015. Adapun organ ginjal dipilih karena merupakan jalur
utama ekskresi Eroschenko, 2010. Kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat dan adanya proses reabsorbsi pada tubulus dapat menyebabkan
pengaktifan toksikan tertentu Utomo, 2015. Jumlah lapang pandang yang diamati pada preparat histopatologi hati adalah 10
lapang pandang. Hasil pengamatan histopatologi hati menunjukkan bahwa struktur jaringan hati tikus uji gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis serupa dengan
tikus kontrol. Bentuk kerusakan jaringan yang ditemukan pada preparat histopatologi hati merupakan bentuk kerusakan minor, berupa pelebaran asinus dan degenerasi
lemak. Kerusakan jaringan tersebut hanya terdapat pada beberapa lapang pandang pengamatan tikus uji. Bentuk kerusakan jaringan terbanyak ditemukan pada preparat
histopatologi hati tikus yang diberikan gelatin babi golongan pro analisis lampiran 14. Pelebaran asinus atau degenerasi hidropik merupakan bentuk kerusakan hepatosit tahap
awal yang disebabkan oleh terganggunya permeabilitas sel, sehingga cairan yang ada di ekstrasel akan masuk ke dalam intrasel dan mengakibatkan terbentuknya vakuola.
Degenerasi hidropik merupakan kerusakan yang bersifat reversible, artinya bentuk kerusakan dapat kembali menjadi normal dengan penghentian paparan toksikan
Tatukude, Loho dan Lintong, 2014. Bentuk kerusakan lanjutan dari degenerasi hidropik adalah degenerasi lemak. Nekrosis tidak ditemukan pada seluruh preparat
histopatologi jaringan hati kelompok kontrol, gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis.
Penilaian derajat kerusakan jaringan hati dilakukan dengan sistem skoring yang terdapat pada penelitian Andreas, et al 2015. Data skoring histopatologi hati dianalisis
dengan one-way ANOVA. Hasil uji ANOVA terhadap skoring histopatologi hati menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna derajat kerusakan jaringan hati
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelompok uji dan kelompok kontrol p ≥0,05. Meskipun terdapat beberapa kerusakan
minor pada jaringan hati, hasil statistik menunjukkan bahwa pemberian larutan gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak berpengaruh terhadap
histopatologi hati hewan uji. Gambaran histopatologi organ ginjal tikus uji serupa dengan tikus kontrol.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian tubulus ginjal tikus uji tidak ditemukan adanya tanda patologi. Bentuk kerusakan ginjal yang ditemukan adalah atrofi
glomerulus yang ditandai dengan penyusutan kapiler glomerulus dan perbesaran pada ruang pada kapsula bowman Hard, et al., 1999. Berdasarkan hasil pengamatan, atrofi
glomerulus lebih banyak terdapat pada preparat histopatologi ginjal yang diberikan gelatin babi golongan pro analisis. Adanya senyawa toksik yang masuk ke glomerulus
menyebabkan berkurangnya aktivitas sel-sel tubuli yang merupakan barrier dari filter glomerulus.
Munculnya atrofi
glomerulus menggambarkan
reaksi antara
makromolekul yang terfiltrasi dengan dinding filter glomerulus Jones, et al, 2006 dalam Mansuroh, 2013.
Derajat kerusakan ginjal dinilai dengan melakukan skoring pada 30 glomerulus yang dipilih secara random untuk masing-masing preparat. Hasil analisis Kruskal-
Wallis menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada derajat kerusakan histopatologi ginjal kelompok uji dan kelompok kontrol p
≥0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak
mempengaruhi histopatologi ginjal tikus. Penelitian tentang pengaruh pemberian gelatin babi golongan farmasetik
ataupun pro analisis terhadap kerusakan organ hati dan ginjal belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian Rachmawati, et al 2011, mengamati pengaruh pemberian
gelatin kulit ikan patin siam terhadap kerusakan organ hati dan ginjal. Pada penelitian tersebut gelatin ikan diberikan setiap hari selama 4 minggu dengan dosis 0, 12, 24 dan
48 mg.gBB mencit. Hasil penelitian Rachmawati, et al 2011 juga menunjukkan bahwa pemberian gelatin ikan pada hewan uji tidak menyebabkan kerusakan organ hati
dan ginjal. Penelitian terkait lainnya yang pernah dilakukan adalah penelitian Utomo 2015 berupa pengamatan pengaruh pemberian gelatin tulang ayam terhadap
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
histopatologi hati dan ginjal mencit. Hasil penelitian Utomo 2015 menunjukkan pada dosis 5000 mgkgBB, gelatin ayam dapat menyebabkan degenerasi hidropik, fibrin dan
makrofag. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh pemberian dosis yang terlalu besar Utomo, 2015.
Gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai LD
50
5000 mgkgBB. Berdasarkan klasifikasi Loomis, senyawa dengan LD
50
5000 mgkgBB merupakan senyawa yang bersifat praktis tidak toksik. Pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap perubahan berat badan tikus uji p ≥0,05.
Tanda toksisitas dan perubahan aktivitas juga tidak ditemukan pada tikus yang diberikan gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis. Hasil pengamatan
terhadap organ hati dan ginjal menunjukkan terdapat beberapa kerusakan minor jaringan, terutama pada kelompok gelatin babi golongan pro analisis. Gelatin babi
golongan pro analisis merupakan produk yang tidak ditujukan untuk dikonsumsi, sehingga tingkat keamanan produk mungkin kurang diperhatikan. Pada penelitian ini,
gelatin babi golongan pro analisis memiliki warna yang lebih putih jika dibandingkan dengan gelatin babi golongan farmasetik. Perbedaan warna tersebut dapat disebabkan
adanya proses pemutihan bleaching pada gelatin. Proses ekstraksi gelatin babi yang menggunakan senyawa kimia, seperti asam klorida, asam sulfat dan natrium hidroksida
dapat berisiko menimbulkan toksisitas Rachmawati, et al.,2011. Meskipun demikian, hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada derajat
kerusakan organ hati dan ginjal kelompok kontrol, kelompok gelatin babi golongan farmasetik dan kelompok gelatin babi golongan pro analisis p
≥0,05.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Nilai LD
50
gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis yang didapatkan adalah 5000 mgkgBB. Berdasarkan klasifikasi Loomis,
senyawa dengan LD
50
5000 mgkgBB merupakan senyawa yang bersifat tidak toksik.
2. Pemberian gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak menimbulkan tanda toksisitas pada tikus betina Sprague-Dawley
3. Derajat kerusakan histopatologi hati dan ginjal kelompok gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis tidak berbeda secara bermakna
terhadap kelompok kontrol p≥0,05
Hasil uji toksisitas akut pada penelitian ini menunjukkan bahwa gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis bersifat tidak toksik.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas subkronik dan kronik gelatin babi golongan farmasetik ataupun pro analisis untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap organ sasaran jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.