Klasifikasi Gelatin Manfaat Gelatin GMIA, 2012

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tergantung pada konsentrasi gelatin, kekuatan intrinsik dari gelatin, pH, suhu, dan adanya zat tambahan. Kekuatan instrinsik gelatin merupakan fungsi dari struktur dan massa molekul GMIA, 2012. Gelatin merupakan senyawa amfoter, dimana titik isoelektrik gelatin tipe A berada diantara pH 7-9 dan titik isoelektrik gelatin tipe B berada pada pH 4,7-5,4. Perubahan pH yang ekstrim dan adanya enzim proteolitik karena kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan degradasi pada gelatin. Sifat fisika dan kimia gelatin dapat berubah dengan adanya modifikasi struktur gelatin atau reaksi kimia, meliputi seperti asilasi, esterifikasi, deaminasi, cross-linking dan polimerisasi, serta reaksi sederhana dengan asam dan basa. Viskositas larutan gelatin akan sebanding dengan jumlah gelatin yang digunakan GMIA, 2012. Terdapat 2 tipe gelatin komersial di pasaran, yaitu gelatin tipe A yang diproduksi melalui hidrolisis asam dan gelatin tipe B yang diproduksi melalui hidrolisis basa. Sifat fisika dan kimia gelatin tipe A dan tipe B tidak banyak berbeda. Perbedaan gelatin tipe A dan tipe B berada pada asam amino penyusunnya. Gelatin tipe A memiliki kandungan glisin dan prolin yang lebih besar dibandingkan gelatin tipe B. Selain itu, asam amino yang bersifat polar seperti asam aspartat, asam glutamat dan arginin juga lebih banyak terdapat pada gelatin tipe A Hermanto, et al., 2013.

2.2.2 Klasifikasi Gelatin

Berdasarkan proses produksinya, gelatin dibagi menjadi tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku direndam dalam larutan asam, sehingga proses ini disebut juga dengan proses asam. Sedangkan pada gelatin tipe B, bahan baku direndam dalam larutan basa dan disebut juga proses basa. Bahan baku gelatin tipe A umumnya berasal dari kulit babi dan bahan baku gelatin tipe B berasal dari tulang dan kulit jangat sapi Utama, 1997. Gelatin tipe A dibuat dengan menggunakan larutan asam klorida atau asam sulfat Rachmawati et al., 2011. Sedangkan, gelatin tipe B dapat diproduksi dengan menggunakan larutan basa, seperti air kapur Poppe, 1992. Gelatin komersial yang beredar di pasaran terdiri dari golongan farmasetik dan non-farmasetik. Gelatin golongan farmasetik adalah gelatin yang telah disetujui oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta FDA dan tingkat kemurniannya sesuai dengan persyaratan pada USP, BP dan Ph.Eur. Gelatin yang digunakan pada produksi obat adalah gelatin golongan farmasetik European Pharmacopeia. Gelatin golongan non-farmasetik terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya adalah gelatin pro analisis yang memiliki tingkat kemurnian 99,9. Pada bidang farmasi, gelatin pro analisis digunakan untuk kebutuhan analisis.

2.2.3 Manfaat Gelatin GMIA, 2012

Kemampuan gelatin untuk mengembang dan membentuk gel menjadikan gelatin digunakan secara luas, baik dalam bidang farmasi, pangan ataupun kosmetik. Pada bidang farmasi, gelatin merupakan bahan utama penyusun cangkang kapsul, pengikat pada tablet, penyalut tablet, eksipien pada supposituria dan media untuk pertumbuhan bakteri. Salah satu pemanfaatan gelatin pada bidang farmasi adalah penggunaan gelatin yang berasal dari kulit babi sebagai stabilizer vaksin. Stabilizer pada vaksin berfungsi untuk menjaga stabilitas vaksin selama penyimpanan sehingga tetap aman dan efektif saat digunakan oleh pasien. Gelatin yang digunakan pada vaksin harus memiliki kemurnian yang tinggi. Penggunaan gelatin tipe lain sebagai eksipien pada vaksin dilaporkan membutuhkan waktu pengembangan yang lama untuk menilai efektifitas dan keamanannya Public Health England, 2015. Pada bidang pangan, gelatin dimanfaatkan untuk membentuk lapisan film pada buah, membentuk gel pada makanan, sebagai campuran pada bubuk agar untuk meningkatkan ketebalan agar thickener, memperbaiki tekstur dan konsistensi produk susu. Kemampuan gelatin berperan sebagai emulgator juga dimanfaatkan untuk menjaga stabilitas emulsi pada produk sampo, penyegar, krim, sabun, lipstick, cat kuku Hastuti,2007. 2.3 Toksisitas Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu senyawa menimbulkan efek yang berbahaya atau efek toksik pada suatu organisme. Senyawa yang dapat menimbulkan toksisitas disebut dengan toksin. Efek berbahaya biasanya ditimbulkan karena adanya interaksi toksin dengan DNA atau protein Hodgson, 2000. Potensi toksik suatu senyawa dipengaruhi oleh dosis, konsentrasi racun pada reseptor, sifat zat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, kondisi bioorganisme, dan bentuk efek yang ditimbulkan Wirasuta et al., 2007. Pemaparan senyawa kimia terhadap tubuh merupakan hal yang sulit dihindari. Evaluasi toksisitas suatu senyawa perlu dilakukan untuk menentukan nilai pemaparan senyawa kimia yang dapat menimbulkan efek berbahaya Mansuroh, 2013. Salah satu mekanisme evaluasinya adalah melalui uji toksisitas. 2.4 Uji Toksisitas Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik yang dapat ditimbulkan oleh suatu zat pada sistem biologi. Pada uji toksisitas akan dihasilkan data berupa dosis- respon dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia BPOM, 2014. Data toksisitas yang ideal didapatkan dari uji toksisitas pada manusia. Adanya keterbatasan etik membuat uji toksisitas tidak dapat dilakukan pada manusia. Uji toksisitas umumnya dilakukan pada hewan atau sel kultur. Hasil uji toksisitas dapat digunakan untuk mengetahui tingkat toksisitas suatu senyawa, efek samping yang dapat ditimbulkan oleh suatu senyawa dan batasan maksimum penggunaan suatu senyawa Hodgson, et al., 2000. Pengujian toksisitas terdiri atas dua jenis, yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas umum dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh obat pada hewan uji. Berdasarkan waktu perlakuan, uji toksisitas umum terbagi menjadi uji toksisitas akut, subkronis dan kronis. Sedangkan, uji toksisitas khusus dirancang untuk mengevaluasi dengan rinci tipe toksisitas secara khusus, seperti uji teratogenik, uji mutagenik, dan uji karsinogenik Ningrum, 2012.

2.5 Uji Toksisitas Akut Oral

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Toksisitas akut angkak (red yeast rice) pada tikus putih galur Sprague-dawley.

0 14 100

Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi Pada Tikus Betina Galur Sprague Dawley

6 56 99

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Toksisitas akut dan subkronis ekstrak air buah murbei pada tikus Sprague dawley

1 8 151

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L. ) PER ORAL PADA TIKUS GALUR SPRAGUE DAWLEY.

0 4 17