UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016 hingga April 2016. Pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House AH, pembuatan larutan
gelatin babi dilakukan di Laboratorium Penelitian II dan pengamatan parameter dilakukan di Laboratorium Penelitian I Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pembuatan preparat histologi di Laboratorium Histologi Universitas Indonesia.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik AND GH-202 dan Wiggen Hausner, erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula,
gelas ukur, kaca arloji, cawan penguap, pipet tetes, hot plate cimarec, US , timbangan hewan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minuman, sonde oral, syringe,
wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass, alumunium foil, mikroskop cahaya Motic dan Epson.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin babi golongan farmasetik Guangzhou Ltd, Shanghay China dan gelatin babi golongan pro analisis
Sigma-Aldrich. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, eter, etanol
96, Buffer Neutral Formalin BNF 10 , NaCl 0,9, xylen, paraffin, dan pewarna haematoksilin-eosin.
3.2.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih betina galur Sprague Dawley yang sehat, tidak hamil dan belum kawin, usia 8-12 minggu dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selisih berat badan antar tikus ±20. Hewan uji diperoleh dari Unit Pengelola Hewan
Laboratorium UPHL Institut Pertanian Bogor. Tikus betina dipilih karena memiliki
sensitivitas lebih tinggi dibandingkan tikus jantan. 3.3
Rancangan Penelitian OECD, 2008 3.3.1 Besar Sample
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode Up and Down dan terdiri dari 2 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol dan kelompok uji. Pemilihan
hewan uji dilakukan secara random. Masing-masing kelompok uji gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis terdiri dari 3 ekor tikus putih betina galur Sprague
Dawley. Penelitian ini telah lolos kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Lampiran 2.
3.3.2 Dosis Perlakuan
Metode Up and Down yang digunakan pada penelitian ini adalah limit test dengan dosis perlakuan adalah 5000 mgkgBB tikus. Pemberian dosis dilakukan secara
bertahap. Penentuan dosis 5000 mgkgBB pada limit test disebabkan data persyaratan nilai LD
50
untuk gelatin adalah 5000 mgkgBB Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009. Perhitungan dosis dapat dilihat pada lampiran 5. Dosis diberikan dalam bentuk tunggal
secara oral. Bahan pembawa yang digunakan untuk melarutkan gelatin babi adalah akuades.
Tabel 3.1. Dosis Perlakuan Pada Tikus Tikus
Perlakuan Dosis
1. Kontrol akuades
2. 3.
Gelatin Babi Golongan Farmasetik 5000 mgkgbb
4. 5000 mgkgbb
5. 5000 mgkgbb
6. Gelatin Babi Golongan Pro Analisis
5000 mgkgbb 7.
5000 mgkgbb 8.
5000 mgkgbb
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Penyiapan Bahan Uji Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009
Masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis ditimbang sebanyak ±800 mg. Selanjutnya, masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan
pro analisis didispersikan dalam 4 ml akuades pada suhu 60
o
C sambil diaduk. Kemudian larutan dispersi gelatin babi didiamkan pada suhu 25
C hingga suhunya turun menjadi 30
o
C dan diberikan ke tikus secara oral. 3.4.2 Penyiapan Hewan Uji OECD, 2008
Tikus betina galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama 10 hari. Animal house berada dalam kondisi
terang selama 12 jam dan berada dalam kondisi gelap selama 12 jam. Tikus dipelihara pada kandang dengan suhu 22
C ±3 C dan diberikan makan dan minum ad libitum.
Masing-masing tikus uji ditempatkan dalam kandang yang berbeda 1 kandang berisi 1 tikus.
3.4.3 Uji Toksisitas Akut Gelatin Babi dengan Metode Up and Down OECD
425, 2008
Metode uji toksisitas akut yang digunakan pada penelitian ini adalah limit test dari Up and Down Procedure UDP. Larutan diberikan dalam dosis tunggal secara
oral dengan menggunakan sonde lambung. Pada limit test digunakan 2 ekor tikus sebagai kontrol dan 3 ekor tikus pada
masing-masing kelompok uji. Sebelum perlakuan, tikus tidak diberi makan dipuasakan selama 12 jam kemudian ditimbang. Setelah ditimbang, tikus kontrol
diberikan akuades dengan volume administrasi 4 ml secara oral. Pada masing-masing kelompok uji, tikus diberikan gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis dengan
dosis 5000 mgkgbb. Setelah perlakuan, tikus dipuasakan selama 4 jam dan diamati adanya tanda toksisitas.
Pengamatan jangka pendek dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam awal setelah pemberian bahan uji. Pengamatan jangka panjang dilakukan setiap harinya
selama 14 hari. Jika setelah 48 jam pemberian bahan uji tidak ada kematian pada tikus,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maka masing-masing larutan gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis diberikan pada 2 ekor tikus lainnya dengan dosis yang sama. Limit test dapat terdiri
dari 3 termin. Jika hasil uji pada dua termin awal limit test tidak menunjukkan adanya kematian pada hewan uji, maka limit test dapat dihentikan lampiran 6. Sedangkan
jika terdapat tikus yang mati pada kedua termin awal, maka pengujian harus dilanjutkan ke limit test termin ketiga. Jika hasil dari ketiga termin limit test menunjukkan adanya
kematian pada 3 ekor tikus atau lebih, maka uji dilanjutkan ke main test.
3.4.4 Pengamatan Toksisitas 3.4.4.1 Penentuan Nilai LD
50
OECD,2008
Penentuan nilai LD
50
gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis dilakukan dengan menggunakan software AOT425StatPgm. Data yang didapatkan dari
uji toksisitas, yakni respon hewan uji hidup atau mati terhadap dosis perlakuan dimasukkan ke dalam software sehingga software akan mengkalkulasikan nilai LD
50
. Respon hewan uji yang bertahan hidup dilambangkan dengan “O” dan respon hewan
uji yang mengalami kematian dilambangkan dengan “X”. Selain untuk menentukan
nilai LD
50
, software ini juga berfungsi untuk penentuan dosis uji berikutnya dan waktu penghentian uji toksisitas.
3.4.4.2 Pengamatan Berat Badan Tikus Jothy, et al., 2011
Sebelum memulai perlakuan, masing-masing tikus kontrol dan uji ditimbang berat badannya. Setelah perlakuan, berat badan tikus ditimbang setiap hari selama 14
hari untuk melihat adanya kemungkinan perubahan secara bermakna pada berat badan tikus.
3.4.4.3 Pengamatan Tanda Toksisitas
Tanda toksisitas diamati secara visual setelah pemberian gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit selama 4 jam awal
dan dilanjutkan setiap harinya hingga 14 hari OECD, 2008. Tanda toksisitas diamati dengan cara membandingkan tingkah laku tikus uji dan tikus kontrol. Adapun tanda
toksisitas yang diamati meliputi adanya piloereksi, konvulsi kejang, tremor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gemetar, respon daun telinga, perubahan pada mata, hiperaktivitas, hipersalivasi, lakrimasi dan mati Sabbani, et al., 2015.
3.4.4.4 Pengamatan Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus
Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan untuk mengamati pengaruh pemberian gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis terhadap organ
hati dan ginjal tikus. Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan pada seluruh tikus uji dan kontrol. Tikus yang masih bertahan hidup hingga hari ke 14,
dimatikan dengan cara inhalasi menggunakan eter dan kemudian diambil organ hati dan ginjalnya. Selanjutnya organ hati dan ginjal dicuci dengan NaCl 0,9 dan difiksasi
BNF 10. Organ hati dan ginjal direndam dalam larutan BNF dan kemudian dibuat preparat histologinya.
Bentuk kerusakan yang diamati pada jaringan hati meliputi pelebaran asinus, degenerasi lemak dan nekrosis pada hepatosit. Derajat kerusakan hati dinilai dengan
menggunakan sistem skoring tabel 3.2. Pengamatan preparat dilakukan di bawah mikroskop optik dengan perbesaran 10x40 dan menggunakan 10 lapang pandang.
Skoring dilakukan untuk masing-masing lapang pandang dan kemudian dijumlahkan Andreas, 2015.
Tabel 3.2 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Hati Skor
Keterangan Hepatosit tampak nomal
1 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis
terfokus di satu tempat 2
Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis terfokus di beberapa tempat
3 Terdapat pelebaran asinus, degenerasi lemak atau nekrosis
terfokus di seluruh tempat Sumber: Andreas, et al., 2015
Pada jaringan ginjal tikus, bentuk kerusakan yang diamati merupakan kerusakan pada glomerulus. Pengamatan dilakukan pada 30 glomerulus yang dipilih
secara random untuk setiap preparat tikus. Preparat histopatologi ginjal diamati dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mikroskop optik pada perbesaran 10x20. Bentuk kerusakan yang ada dinilai dengan sistem skoring tabel 3.3.
Tabel 3.3 Skoring Derajat Kerusakan Jaringan Ginjal Skor Keterangan
Struktur glomerulus normal 1
Terdapat dilatasi kapiler glomerulus 2
Terdapat atrofi glomerulus glomerulus mengkerut Sumber: Leehey, et al.,2008
3.5 Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis untuk melihat adanya pengaruh pemberian bahan uji pada berat badan, derajat kerusakan jaringan hati dan ginjal tikus yang diberikan
perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 20 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji
parametrik one-way ANOVA atau non parametrik Kruskal Wallis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Penyiapan Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis. Secara organoleptis, gelatin babi golongan farmasetik dan
pro analisis berbentuk serbuk dan tidak berbau. Gelatin babi golongan farmasetik berwarna kekuningan dan gelatin babi golongan pro analisis berwarna putih.
a b
Gambar 4.1. a Gelatin babi golongan farmasetik; b Gelatin babi golongan pro analisis
Pada penelitian ini, masing-masing serbuk gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis ditimbang sesuai bobot tikus, sehingga diperoleh dosis 5000 mgkgBB.
Kemudian masing-masing gelatin babi golongan farmasetik dan pro analisis didispersikan dalam akuades dengan suhu 60
C selama ±8 menit, sehingga membentuk larutan koloid. Dispersi gelatin didiamkan pada suhu 25
C hingga suhu dispersi gelatin turun menjadi 30
C. Perbandingan gelatin babi dan akuades yang digunakan adalah 1:5 karena gelatin bersifat menyerap air dan akan mengembang di dalam akuades Rowe,
Sheskey dan Quinn, 2009. Larutan koloid gelatin babi golongan farmasetik yang dihasilkan memiliki
warna kuning dan konsistensi cairannya kental. Sedangkan, larutan koloid gelatin babi golongan pro analisis memiliki warna putih dengan konsistensi cairan yang lebih kental
dibandingkan larutan gelatin babi golongan farmasetik.