Eksekusi Mati di Indonesia

berhubungan dengan minat pembaca. Nilai berita pada umumnya yaitu human interest yang mendorong keingintahuan, simpati, skeptisme, atau kekaguman dari pembaca; bisa mengenai topik tertentu, peristiwa, produk, tempat, orang, dan hewan. Selain ketiga jenis berita tersebut ada juga jenis berita lain yang sering ditemui dalam surat kabar, yaitunews analysis dan investigative news. News analysis merupakan jenis tulisan yang tidak hanya sekedar memberikan informasi mengenai siapa, apa, akapan, dan dimana dari suatu berita; namun juga memberikan latar belakang informasi dan opini penulis, interpretasi dan prediksi. Berita analisis ini seringkali terlihat di kolom berita, dan terkadang dapat ditemukan di halaman depan surat kabar. Sedangkan investigative news merupakan jenis tulisan yang isinya ditujukan untuk mengekspos suatu perustuwa tertentu, menggali informasi penting mengenai kepentingan publik dengan metode pengumpulan yang tidak seperti biasa.

E. Eksekusi Mati di Indonesia

Dalam pemberlakuan hukum eksekusi mati di Indonesia mendapat penentangan yang cukup kuat dari masyarakat yang merasa bahwa hukuman tersebut melanggar hak hidup seseorang dan mempunyai kelemahan lainnya seperti tidak adanya kesempatan memperbaiki jika ada kekeliruan dalam pemberian hukuman. Untuk itu Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan atas keberatan- keberatan yang diajukan, khususnya untuk pemberlakuan eksekusi mati bagi pelaku kejahatan penyalahgunaan narkotika. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hampir seluruh dalil yang diajukan untuk menghapus hukuman mati di Indonesia dibangun di atas argumentasi yang bertolak semata-mata dari perspektif hak untuk hidup orang yang dijatuhi hukuman. Terdapat kelemahan yang tidak dapat dielakan dari perspektif yang kontra dengan pemberlakuan hukuman mati ini. Pandangan ini dapat dipahami sebagai pandangan yang menisbikan bahkan menihilkan kualitas sifat jahat pelaku. Padahal kejahatan yang diancam dengan pidana mati itu adalah kejahatan yang menyerang hak untuk hidup dan hak atas kehidupan, yang menjadi dasar pembelaan pada pandangan dihapuskannya hukuman mati tersebut. 16 Para penentang hukuman mati berasumsi bahwa hukuman mati dapat memberikan dampak yang sangat luas, tidak hanya kepada penerima hukuman mati, tetapi juga sampai kepada keluarganya. Mahkamah Konstitusi menilai yang lebih mendapat sorotan harusnya adalah keluarga korban yang hak hidupnya dirampas oleh pelaku kejahatan. Jika melihat pada sisi keadilan, sesungguhnya keadilan akan terbentuk kembali apabila harmoni sosial telah dipulihkan. Harmoni sosial telah rusak saat adanya kejahatan yang diancam dengan hukuman mati tersebut. Untuk itu upaya perbaikannya dilakukan dengan memberikan sanksi pidana. Terdapat juga kekhawatiran terjadinya kekeliruan dalam menjatuhkan hukuman mati kepada tersangka, karena jika hukuman ini telah diberlakukan dan ternyata ada kekeliruan, tidak akan ada lagi pembenaran yang dapat diberlakukan kepada penerima hukuman mati. Namun sangat disayangan, pandangan ini lagi-lagi hanya sebuah kekhawatiran yang menjadi hiper realitas di masyarakat. Karena tidak 16 Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay, Kontroversi Hukuman Mati, Jakarta: Kompas, 2009, h. 344 didapati satupun data tentang kekeliruan yang pernah dilakukan dalam pemberlakuan hukuman mati. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sistem pidana ketidaksempurnaan itu masih selalu ada. Namun dengan penghapusan hukuman mati tidak lantas menjadikan sistem pidana menjadi sempurna. Dengan tetap memberlakukan hukuman mati pada hukum pidana Indonesia, hal ini dianggap merubah filosofi hukum pemidanaan Indonesia yaitu rehabilitas dan reintegrasi sosial pelaku tindak pidana. Mengenai hal ini Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa filosofi hukum pemidanaan adalah bersifat umum, hanya berlaku terhadap kejahatan-kejahatan tertentu dan dalam kualitas tertentu yang memang masih mungkin untuk dilakukan rehabilitasi dan reintegrasi sosial pelakunya. Sehingga penerapan hukuman mati terhadap jenis dan kualitas kejahatan yang sesuai, tidak merubah filosofi pemidanaan Indonesia. Dalam pemberlakuan hukuman mati dinilai sangat lekat dengan hukum balas dendam dan menurut para pendukung penghapusan hukuman mati di Indonesia hal ini tentu tidak sesuai dengan asas hukum seharusnya. Mahkamah Konstitusi menjelaskan jika melihat dari aspek terdakwa dan korban, hukum pidana memang melekat dengan balas dendam, namun kesan demikian akan berkurang atau bahkan hilang jika dilihat dari upaya untuk mengembalikan harmoni sosial yang terganggu dengan adanya kejahatan itu. Termasuk dengan dilegitimasinya hukuan mati untuk kejahatan narkotika. 17 Dilihat dari hukum Islam, hukuman mati tidak begitu sejalan dengan hukum Islam. Sebab kejahatan narkotika dalam hukum Islam digolongkan dalam minuman keras atau khamr yang terkena hukum had saja. Khamr adalah minuman keras, 17 Todung Mulya Lubis dan Alexander Lay, Kontroversi Hukuman Mati, Jakarta: Kompas, 2009, hal. 344-348 bahan yang mengandung alkohol yang bila diminum atau dikonsumsi akan memabukan. 18 Selain berupa minuman, bahan-bahan yang dapat menghilangkan akal, seperti ganja, narkotika, dan berbagai jenisnya juga diharamkan. Rumus pengharaman ini mengacu pada hadits Riwayat Imam Suyuthi bahwa setiap sesuatu yang memabukan disebut khamr, dan setiap khamr hukumnya haram, baik sedikit ataupun banyak, baik konsumennya sampai mabuk ataupun tidak. 19 Pelaku yang terkena hukuman tidak hanya pengguna, tetapi juga produsen, distributor, pembawa, pengirim, penuang, penjual, pembayar, pemesan, dan pemakan hasil. Kejahatan ini dapat juga ditarik menjadi hukuman takzir, jika pemerintah dalam hal ini menganggap pelaku sangat berbahaya, misalnya selalu mengulang kejahatannya, dan kejahatannya membahayakan banyak orang, maka dapat dikenakan hukuman takzir. Hukuman maksimalnya menurut sebagaian ulama Hanafiyah boleh sampai hukum mati. 20 Penyalahgunaan narkoba adalah salah satu kejahatan yang sangat berbahaya dan merugikan banyak pihak, tidak hanya pelaku tetapi juga orang lain. 21 Jadi mengingat bahayanya yang sangat besar dan sangat merugikan, bisa saja pelaku produsen, pengedar, penjual dan sebagainya dikenakan hukum maksimal, termasuk hukuman mati sesuai dengan hukum positif dan hukum Islam. 18 Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Surabaya: Bina Ilmu, tahun, hal. 91 19 Al Imam Jalaludin Abdirrahman bin Abibakar al-Suyuthi, al-jamiush Shagir, juz 2, h. 94, dalam Eksekusi Hukuman Mati di Indonesia Tinjauan Hukum Pidana Islam, oleh Nurwahidah, hal. 10 20 Nurwahidah, Eksekusi Hukuman Mati Di Indonesia Tinjauan Hukum Pidana Islam, Jurnal.iain-antasari.ac.idsyariaharticle, h. 10 21 Sfyan S. Willis, Problema Remaja dan Pemecahannya, Bandung: Angkasa, 1990, hal. 60

F. Narkotika