pembahasan ini lebih memfokuskan pada perbudakan militer atau
                                                                                14
kemudian al- Mu’tashim diangkat oleh al-Ma’mun sebagai gubernur di Syiria dan
Mesir.
11
Saat  bertugas  di  Mesir  inilah,  dia  mendapat  gelar  Al- Mu’tashim  Billah
yang artinya aku berlindung kepada Allah.
12
Karir Politik al- Mu’tashim
Pada  masa  pemerintahan  khalifah  al- Ma’mun,  seperti  keterangan  diatas
pihak  tentara  sendiri  tidak  senang  atas  diangkatnya  khalifah  al- Mu’tashim.  Saat
itu  pasukan  besar  yang  tengah  berada  di  front  terdepan  tepatnya  di  Asia  kecil ramai-ramai  mendatangi  Abbas  ibn-al-
Ma’mun  untuk  mengangkatnya  sebagai putra mahkota dan menyatakan kesediaan untuk membai’atnya sebagai khalifah
13
. Tindakan  al-
Ma’mun  tentang  jabatan  putra  mahkota  itu  menjadikan  al- Mu’tashim  setaraf  dengan  khalifah-khalifah  pilihan.  Anaknya  sendiri  al-Abbas
berkedudukan  tinggi  di  kalangan  angkatan  tentara  sebenarnya  layak  menjadi khalifah,  tetapi  al-
Ma’mun  menyingkirkannya  karena  beliau  menganggap  al- Mu’tashim  lebih  cerdas  dan  berani,  walaupun  al-Ma’mun  menyadari  bahwa
saudaranya  tersebut  kurang  akan  ilmu  pengetahuan  dan  pengalaman  ilmiah
14
. Akan  tetapi,  dengan  sikap  al-
Mu’tashim  yang  pemberani  dan  berjiwa  militer maka,  al-
Ma’mun  tidak  ragu  lagi  jika  al-Mu’tashim  dapat  memegang  amanat sebagai khalifah saat itu.
11
Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islam, jilid 3, Kairo: Maktabah Nahdjah al-Mishriyah, 1978 cet-4, hal. 192.
12
Brockleman,  Tarikh  al- Syu’ub  al-Islamiyah,  terj.  Nabih  Amin  Faris  dan  Munir  al-
Ba’labaik, Beirut: Dar al-Ilmi li al-Malayin 1974, cet-4 , hal.208.
13
Ahmad  Syalabi,  Sejarah  dan  Kebudaan  Islam,  Terj.  Al-Mukkaram  Ustad  dan  Labib Ahmad.  Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993  hal.144
14
Hasan  Ibrahim  Hasan,  Sejarah  dan  Kebudayaan  Islam,  terj.  Djahdan  Humam Yogyakarta: Kota Kembang, 1989, hal.219-220
15
Masalah-masalah Yang Dihadapi Khalifah al- Mu’tashim
Dalam  pemaparan  ini,  mungkin  kita  bisa  mengulas  apa  yang  terjadi sebelumnya.  Sebelum  al-
Mu’tashim  diangkat  menjadi  khalifah  kondisi  kerajaan saat itu di warnai dengan berbagai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Di Bait
al-Hikmah  dikumpulkan  berbagai  ilmu  pengetahuan  asing,  buku-buku  karya asing, dan penerjemah buku-buku dalam bahasa Arab. Pada zaman itu muncullah
filosof  Arab  yang  besar,  seperti  al-Kindi  yang  telah  menulis  beberapa  ilmu pengetahuan.  Dan  al-Hajaj  bin  Yusuf  bin  Matr  telah  menerjemahkan  beberapa
buah  buku  karya  Euclides  dan  buku  Ptolemy.  Itu  lah  salah  satunya  filosof  Arab yang muncul pada masa al-
Mu’tashim menjadi khalifah yang paling terkenal dan selalu disebut-sebut adalah al-Kindi.
Dengan  perkembangan  yang  terus-menerus  masyarakat  saat  itu  telah melahirkan  pusat-pusat  kekuatan  baru  dalam  pemerintahan  seperti  kelompok
oposisi, militer, maupun ahli dalam bidang hukum. Kelompok-kelompok ini telah berperan  dalam  kejadian  dan  pemerintahan  yang  cenderung  melakukan  koalisis.
Kekuatan-kekuatan  ini  tidak  mampu  membentuk  sebuah  lembaga  politik tersendiri  sebagai  bentuk  ekspresi  dari  pemikiran  dan  kemampuan  mengarahkan
pemerintahan sesuai pemahaman yang dianut. Oleh sebab itu, kekuatan ini selalu memaksakan  pandangan  politiknya  dengan  cara  kekerasan.  Seiringnya
perkembangan zaman, akhirnya pemikiran mereka semakin melemah, menghilang dan  tenggelam.  Yang  terjadi  akibat  dari  itu  adalah  dengan  menggunakan  cara
kekerasan  selalu  menjadi  tumpuan  utama  dalam  mengaktualisasikan  pemikiran-
                                            
                