pada bab ini berisi tentang peran militer budak dan peranannya pun merupakan kesimpulan dari apa yang telah diuraikan dalam bab-bab

15 Masalah-masalah Yang Dihadapi Khalifah al- Mu’tashim Dalam pemaparan ini, mungkin kita bisa mengulas apa yang terjadi sebelumnya. Sebelum al- Mu’tashim diangkat menjadi khalifah kondisi kerajaan saat itu di warnai dengan berbagai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Di Bait al-Hikmah dikumpulkan berbagai ilmu pengetahuan asing, buku-buku karya asing, dan penerjemah buku-buku dalam bahasa Arab. Pada zaman itu muncullah filosof Arab yang besar, seperti al-Kindi yang telah menulis beberapa ilmu pengetahuan. Dan al-Hajaj bin Yusuf bin Matr telah menerjemahkan beberapa buah buku karya Euclides dan buku Ptolemy. Itu lah salah satunya filosof Arab yang muncul pada masa al- Mu’tashim menjadi khalifah yang paling terkenal dan selalu disebut-sebut adalah al-Kindi. Dengan perkembangan yang terus-menerus masyarakat saat itu telah melahirkan pusat-pusat kekuatan baru dalam pemerintahan seperti kelompok oposisi, militer, maupun ahli dalam bidang hukum. Kelompok-kelompok ini telah berperan dalam kejadian dan pemerintahan yang cenderung melakukan koalisis. Kekuatan-kekuatan ini tidak mampu membentuk sebuah lembaga politik tersendiri sebagai bentuk ekspresi dari pemikiran dan kemampuan mengarahkan pemerintahan sesuai pemahaman yang dianut. Oleh sebab itu, kekuatan ini selalu memaksakan pandangan politiknya dengan cara kekerasan. Seiringnya perkembangan zaman, akhirnya pemikiran mereka semakin melemah, menghilang dan tenggelam. Yang terjadi akibat dari itu adalah dengan menggunakan cara kekerasan selalu menjadi tumpuan utama dalam mengaktualisasikan pemikiran- 16 pemikirannya. Wajar saja jika Daulah Abbasiyah menggunakan kekuatan militer untuk melaksanakan kebijakan politiknya 15 . Terlepas dari uraian diatas dapat kita cermati dalam beberapa uraian dibawah ini yang mampu mewarnai masa pemerintahan al- Mu’tashim saat itu diantanya; ketika tahun 219834 M, kaum Zott yang semula berada di sekitar Basrah, kemudian meluas ke dalam Irak. Kemudian khalifah al- Mu’tashim mengirim panglima Ajiff ibn Utbah untuk memadamkan pemberontakan tersebut 16 . Kaum Zott adalah suku-suku pengembara dari India yang pada masa dinasti Sasanid 226-651 M banyak berpindah dari India dan berdiam di lembah Irak terutama di sekitar Basrah. Kelompok Zott ini sulit untuk diatur dan sering menimbulkan kekacauan. Mereka hidup nomaden dengan sikap hidupnya yang kasar 17 . Salah satu dari kelompok mereka yang membuat kekacauan di wilayah Azerbaijan dan wilayah Tabaristan adalah Babek al-Kharrami. Akan tetapi pada tahun 835 M mereka bangkit kembali bersama pasukannya dari tempat persembunyian mereka. Akhirnya khalifah al- Mu’tashim segera mengirim pasukan di bawah panglima Afsin. Pasukan ini memiliki semangat yang tinggi dalam melakukan pengejaran dan pertempuran terhadap kaum Zott yang berlangsung selama satu setengah tahun. Akhirnya mereka melakukan perlawanannya yang terakhir di Bazz. Babek al-Kharrami saat itu sempat meluputkan diri dari pengejaran tersebut, tetapi dalam suatu pengejaran akhirnya ia dapat dicegat di wilayah 15 Khaerudin Yujah Sawy, Perebutan Kekuasaan Khalifah Menyingkap Dinamika dan Sejarah Kaum Sunni Yogyakarta: Syafira Insani Press, 2005 , hal.35 16 Yoesoef Soub’by, Sejarah Daulah Abbasiyah I, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, h.221 17 Ibid., hal.222