39
untuk mengumpulkan orang-orang Turki  yang jumlahnya berkisar antara 8.000- 18.000 orang.
48
Mereka  gagah  berani,  perkasa  dan  kesehatannya  cukup  terjamin.  Oleh karena  itu  mereka  dilatih  kemiliteran,  dan  diberi  tempat  yang  nyaman  dengan
pakaian  militer  sehingga  membuat  mereka  bertambah  semangat.  Setelah  al- Mu‟tashim  memegang  kendali  pemerintahan,  banyak  diantara  mereka  yang
diberi  jabatan  penting,  seperti  pengawal  istana  dan  lain  sebagainya.  Dengan demikian orang-orang etnis Turki dapat memperkokoh Dinasti Abbasiyah dalam
mengahadapi  lawan-lawannya,  baik  dari  dalam  maupun  luar  negeri.  Adapun orang-orang Turki  yang  diberi  jabatan adalah Afsyin,  Asynas, dan  Itakh,  nama-
nama inilah  yang mengharumkan masa pemerintahan al- Mu‟tashim dan mereka
semuanya merupakan komandan tentara yang pernah berjasa dalam menghadapi tentara  Romawi.  Meskipun  demikian,  Afsyin  mengadakan  kerjasama  dengan
Maziyar untuk merongrong kekuasaan al- Mu‟tashim.
Saat  itu,  Afsyin  ingin  melepaskan  diri  dari  pemerintaha  pusat  dan  ingin mendirikan  negara  yang  merdeka  di  Maa  wara‟an-Nahr  Transoksania.  Di
samping itu, dia juga ingin menghidupkan kembali agama lamanya yaitu Majusi, bahkan di  rumahnyapun sudah dipasang sebuah patung sebagai  sembahyangnya
dan  juga  buku-buku  yang  berkaitan  dengan  agama  tersebut.  Namun,  apa  yang terjadi  akhirnya  dia  mati  diracun  dan  jenazahnya  disalib,  kemudian  dibakar
bersamaan dengan patung yang ada dirumahnya. Peristiwa itu terjadi pada tahun 226 H841 M.
49
48
Ahmad  Amin,  Zuhr  al- Islām,  juz  I,  Mesir:  Maktabah  Nahdah  al-
Mishriyah,  1966, cet-4, hal. 3.
49
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam., hal. 289.
40
Maziyar  adalah  tokoh  yang  pernah  jaya  di  masa  al- Ma‟mun  dan  pernah
menjadi  gubernur  di  Tabaristan,  dengan  nama  Muhammad  pada  saat  itu,  dia ingin  mengangkat  dirinya  sebagai  khalifah.  Oleh  karena  itu,  dia  memanggil
sekelompok orang untuk membai‟atnya, tetapi mereka tidak mau membai‟atnya, bahkan  Maziyar  sendiri  di  tangkap  dan  dimasukan  kedalam  penjara.
50
Al- Mu‟tashim menduduki kursi kekhilafahan sampai tahun 227 H842 M.
Setelah  al- Mu‟tashim  menggantikan  peranan  militer  yang  diambil
dominan  dari  etnis  Turki  sampai  memenuhi  Baghdad  hingga  menyempitkan penduduknya  beliaupun  akhirnya  membangun  kota  Sammara  sebagai
pesinggahan militer budak tersebut. Letak kota Sammara adalah disebelah timur sungai  Dajlah  Tigris  yang  jauhnya  kurang  lebih  100  km  di  sebelah  utara  kota
Baghdad. Asal
muasal dinamakan
Sammara, diambil
dari Surra
manra’a
51
dikatakan  demikian,  karena  setelah  kota  tersebut  selesai  dibangun menjadi  indah  dan  ramai  serta  menarik  perhatian  bagi  siapa  saja  yang
melihatnya.  Samara  adalah  sebuah  kota  kuno  yang  dibangun  kembali  oleh Dinasti  Abbasiyah,  khususnya  pada  masa  Harun  ar-Rasyid.  Akan  tetapi  dahulu
apa  yang  diusahakan  beliau  belum  sempurna,  tidak  seperti  yang  dilakukan  oleh al-
Mu‟tashim.
52
Pada  tahun  221  H836  M,  kota  ini  dibangun  kembali  oleh  al- Mu‟tashim
dengan  tujuan;  sebagai  tempat  tinggal  yang  baru  istana  bagi  khalifah,  sebagai
50
Ibid., hal. 111-112.
51
Ahmad  Syalabi,  Sejarah dan Kebudayaan Islam,  Terj. Al-Mukkarom Ustas dan Labib Ahmad, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993, hal. 230.
52
Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, juz I, Mesir: Maktabah Nahdah al-Mishriyah, 1966, cet- 4 hal. 6.
41
kerusuhan  dan  perkelahian.
53
Al- Mu‟tashim  pindah  ke  kota  tersebut  pada  tahun
223  H838  M  sampai  wafatnya.
54
Selanjutnya,  kota  tersebut  ditempati  oleh penggantinya,  bahkan  pada  masa  Mutawakkil,  kota  tersebut  dilengkapi  dengan
masjid dan menara yang menjulang tinggi.
55
B. Administrasi
Khalifah Abbasiyah, dalam melangsungkan administrasi pemerintahannya melalui  beberapa  bagian  kedinasan.  Diantaranya;  Diwan  al-Rasail  Diwan  yang
berkenaan  dengan  kearsipan  dan  surat  menyurat,  Diwan  al-kharraj  Dinas pemungutan  Pajak,  Diwan  al-Jund  sejumlah  kedinasan  yang  menangani
pengeluaran militer, Diwan Qadha Diwan yang menangani urusan kehakiman, Diwan  al-Syurthah  Diwan  urusan  kepolisian  di  samping  staf  biroraksi,  wazir
dalam  menjalankan  pemerintahan  dibantu  oleh  beberapa  Raisud  Diwan  atau Menteri  Departemen  diantaranya;  Diwan  al-Kharaj  Departemen  Keuangan,
Diwan  ad-Diyah  Departemen  Kehakiman,  Diwan  azziman  Departemen pengawasan  urusan  dalam  negeri,  Diwan  al-Jund  Departemen  Ketentaraan,
Diwan  al-Mawali  wa  al-Ghilama  Departemen  Perburuan,  Diwan  al-Barid Departemen  Perhubungan,  Diwan  Ziman  an-Nafaqat  Departemen  Pengawas
Keuangan,  Diwan  al-Rasail  Departemen  urusan  arsip,  Diwan  an-Nahdar  fil Madhalim  Departemen  pembelaan  rakyat  tertindas,  Diwan  al-Akhdas  Was
syurthah  Departemen  Kepolisian ,  Diwan  al  „atha‟  wal  Hawaaij  Departemen
53
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hal. 381.
54
Brockleman,  Tārīkh  al-Syu‟ūb  al-Islāmiyah,  terj.  Nabih  Amin  Faris  dan  Munir  al- Ba‟labaki, Beirut: Dar al-„Ilmi li al-Malayin, 1974, cet-VI, hal. 210.
55
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hal 195.
42
Sosial, Diwan al-Akhasyam Departemen urusan keluarga dan wanita, Diwan al- Akarah Departemen pekerjaan umum dan tenaga.
56
Dalam  sebuah  imperium  terdapat  beberapa  bagian  propinsi  yang dikuasainya,  propinsi  ini  dinamakan  Imaarat,  dengan  gubernurnya  dinamakan
Amir. Imaarat pada masa Dinasti Abbasiyah ada tiga macam;  Pertama, Imaarat al-istihfa  yaitu  propinsi  yang  kepada  gubernurnya  diberi  hak  kekuasaan  yang
besar  dalam  di  segala  bidang  urusan  negara,  termasuk  urusan  kepolisian, ketentaraan,  keuangan  dan  kehakiman.  Kedua,  al-Imaarat  al-Khassah  yaitu
propinsi  pada  gubernurnya  hanya  diberikan  hak  dan  wewenang  yang  terbatas. Ketiga,  Imaarat  al-Istilau  yakni  propinsi  de  facto  yang  didirikan  oleh  seorang
panglima  dengan  kekerasan,  yang  kemudian  terpaksa  diakuinya  dan  panglima yang bersangkutan menjadi gubernutnya.
57
Pemerintahan sebelumnya untuk melaksanakan administrasi pemerintah di wilayah  kekuasaan  dinasti  ini  pada  periode  pertama  dibagi  menjadi  dua  belas
wilayah  propinsi:  Kufah  dan  Sawad,  Hijaz  dan  Yamamah,  Ahraz,  Khurasan, Jazirah  Armenia  dan  Azerbaijin,  Mesir  dan  Afrika,  Basrah  dan  daerah  Dajlah,
Bahrain dan Oman, Yaman Persia, Mosul, Suria, dan Sind.
58
Pada  saat  itu  setiap  propinsi  dikepalai  oleh  seorang  gubernur  dan  gelar wali.  Para  pejabat  di  daerah  ini  diangkat  oleh  khalifah.  Pada  periode  pertama
pemerintah menerapkan sistem sentralisasi kekuasaan terpusat di tangan khalifah dan  wazir,  gubernur  tidak  memiliki  kekuasaan  penuh  untuk  segala  urusan
pemerintahan  di  daerahnya  dan  tidak  punya  pengaruh  dalam  urusan  politik  dan
56
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam Jakarta : Bulan Bintang, 1995, hal. 230-231.
57
Ibid,. hal, 231.
58
J.Suyuti Puluingan, Fiqh Siyasah: Ajaran Sejarah dan Pemikiran Jakarta : Rajawali Press hal. 176.
43
kemasyarakatan.  Kedudukannya  tebatas  hanya  sebagai  pemimpin  agama  dan mengorganisir militer.
59
Untuk  menyeragamkan  resimen  dan  membiayai  unit-unit  yang mencapai  seribu  laki-laki,  klan-klan  besar  dibagi  menjadi  beberapa  bagian,  dan
klan-klan  yang  lebih  kecil  disatukan.  Pada  tahun  670  M  puluhan  ribu  keluarga berpindah  dari  Basrah  dan  Kuffah  menuju  perkampungan  tentara  Merv  di
Khurasan,  dan  seluruh  kelompok  yang  tersisa  segera  diorganisir.  Demikian  juga pendatang baru yang berdatangan secara terus-menerus untuk ambil bagian dalam
peperangan Arab harus diitegrasikan dalam basis unit.
60
Tidak banyak bukti yang menunjukkan pada peranan penting daftar militer mekanisme  utama  yang  membayar  gaji  tentara  suku  Arab  tersebut.  Begitu
mengetahui bahwa tentara mengikuti perintah orang, suku, kota, atau pemerintah yang  membayar  mereka,  para  kepala  suku  Arab  mendesak  agar  gaji  militer
diberikan  kepada  suku,  bukan  pada  orang  perorangan.  Tentara  Arab  tetap  setia kepada suku itu yang membayar mereka.
Jika pemerintah mencoba menggantikan korps suku-suku ini dengan tentara lain yang para pemimpinnya, kesetiannya dan perhatiannya hampir mengimbangi
apa yang mereka miliki, orang-orang suku Arab menolak pergantian itu dan ini. Secara  keseluruhan,  organisasi  kesukuan  tentara  yang  melancarkan
penaklukkan  besar  dan  tetap  dipertahankannya  organisasi  seperti  itu  melalui daftar  militer,  jelas  pemerintah  pusat  tidak  menguasai  tentaranya.  Hal  ini
menimbulkan  perkembangan  yang  ganjil  ketika  saatnya  tiba  untuk  merekrut tentara baru.
59
Ibid.,hal. 176-177.
60
Ira .M.Lapiddus, Sejarah Sosial Ummat Islam, hal. 276.
44
Tentara  baru  tersebut  berasal  dari  etnis  Turki  yang  dimana  masa  al- Mu‟tashim  orang-orang  Turki  memainkan  peranan  penting  dalam  kancah
pemerintahan. Saat orang-orang Turki naik tahta kepemerintahan mereka banyak menyiksa bangsa orang-orang Arab, karena sebelumnya orang-orang Arab banyak
meremehkan  orang-orang  Turki  setelah  orang-orang  Turki  menang  atas  orang- orang Arab akhirnya derajat bangsa Arabpun turun.
61
Selain  itu,  al- Mu‟tashimpun  mengirim  surat  kepada  gubernur  Mesir  untuk
menggantikan pegawai Arab dengan orang-orang Turki pernyataan tersebut ada di dalam kitab Tarikh al-
Khulafa‟.
62
C. Keagamaan
Al- Mu‟tashim dilantik menjadi khalifah setelah meninggalnya al-Makmun
pada bulan Rajab tahun 218 H. Dia bertindak seperti yang dilakukan al-Makmun dan  menghabiskan  masa-masa  akhir  hidupnya  dengan  menguji  manusia  tentang
kemahlukan  Al- Qur‟an.  Dia  menulis  surat  perintah  agar  semua  penduduk
mengakui  hal  itu.  Dia  memerintahkan  kepada  para  guru  dan  pengajar  untuk mengajari anak didik mereka menolak menyatakan bahwa Al-
Qur‟an itu mahluk. Imam  Ahmad  sendiri  adalah  orang  yang  menerima  petaka  ini,  dia  dihukum
cambuk. Pencambukan Imam Ahmad ini terjadi pada tahun 220 H.
63
Hal  diatas  menjelaskan  mengenai  Mihnah  atau  Inquisisi  yang  mana  telah dilaksanakan  oleh  al-Mkamun  sebelumnya  dan  kini  al-
Mu‟tashimlah  yang meneruskannya.
61
Jalaluddin al-suyuti, Tarikh al- Khulafa’, Juz I, Lebanon: 2008, cet-1 hal. 407.
62
Ibid.
63
Jalaluddin al-suyuti, Tarikh al- Khulafa’, Juz I, Lebanon: 2008, cet-1 hal. 404.