Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar

xlvi

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar

Prevalensi kejadian kecacingan Anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir tahun 2008 dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 6.1. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui hasil pemeriksaan feses yang dilakukan pada 202 sampel anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Adapun hasil yang diperoleh prevalensi kecacingan sebesar 56,40. Hasil survei Dinas Kesehatan Tingkat I Sumatera Utara pada anak Sekolah Dasar di tiga belas KabupatenKota tahun 2003-2006 diperoleh hasil yaitu prevalensi infeksi kecacingan sebesar 68. 9 46 56,40 43,60 Positif Negatif Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 xlvii Hasil penelitian Ginting, 2003 dengan desain cross sectional dari 120 anak Sekolah Dasar di 5 SD Kabupaten Karo menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 70. 23 Hasil penelitian Dly Zukhriadi 2008 dengan desain cross sectional di tiga Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Sibolga Kota menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 55,8. 37 Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa bila dibandingkan dengan angka Nasional infeksi kecacingan yaitu 10 Depkes, 2004, maka angka ini masih sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa rendahnya upaya pencegahan infeksi kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir sehingga mengakibatkan tingginya prevalensi kecacingan. Perbedaan infeksi kecacingan pada masing-masing daerah disebabkan oleh adanya perbedaan faktor resiko di beberapa lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan, higiene perorangan, umur penduduk dan kondisi alam atau geografi. 18 6.2. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Anak Sekolah Dasar Prevalensi kejadian kecacingan berdasarkan jenis cacing pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 47 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 xlviii Gambar 6.2. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalensi kejadian kecacingan yang menginfeksi anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yaitu cacing Ascaris lumbricoides sebesar 38,60, Trichuris trichiura sebesar 28,20 , Hookworm sebesar 20,30, campuran sebesar 26,7. Hasil survei Depkes bagian P2ML tahun 2004 di 10 propinsi sentinel Indonesia ditemukan prevalensi cacing Ascaris lumbricoides 17,74, cacing Trichuris trichiura 17,74, dan cacing Hookworm 6,46 28 Hasil survei kecacingan yang dilaksanakan oleh Sub Program P2P dan PL Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir 2007 di 44 Sekolah Dasar diperoleh prevalensi cacing Ascaris lumbricoides 23, Trichuris trichiura 2 dan Hookworm 0,49 48 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 xlix Hasil Penelitian Dly Zukhriadi 2008 dengan desain cross sectional di tiga Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Sibolga Kota menemukan prevalensi cacing Ascaris lumbricoides sebesar 54,2 cacing Trichuris trichiura sebesar 22,5 sedangkan cacing Hookworm tidak ditemukan. 37 Tingginya prevalensi kecacingan pada penelitian ini dapat disebabkan oleh pencemaran tanah dengan tinja yang mengandung telur cacing, hal ini tampak pada wawancara langsung bahwa sebagian besar anak Sekolah Dasar yang biasa buang air besar di kebun sendiri serta di sembarang tempat. Hal lain yang menarik pada penelitian ini ialah penderita cacing Hookworm yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan hasil suvei Depkes dan Dinkes Samosir serta penelitian Zukhriadi. Infeksi cacing hookworm ini banyak dijumpai pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal ini, hal ini memungkinkan karena anak sekolah Dasar di tempat penelitian ini dapat dikatakan bahwa kebanyakan tidak memakai sandal atau alas kaki bila keluar dari rumah, serta tidak menjaga kebersihan kaki dengan baik. Hal ini berhubungan erat sekali dengan siklus hidup dan cara penularan sebagian besar cacing Hookworm. 6.3. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Anak Sekolah Dasar Proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis infeksi cacing pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 49 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 l Gambar 6.3. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa proporsi kejadian kecacingan yang menginfeksi anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ditemukan infeksi terbanyak yaitu cacing campuran Ascaris + Trichuria, Ascaris + Hookworm, Trichuris + Hookworm, Ascaris + Trichuris + Hookworm sebesar 47,40, dan terkecil Hookworm sebesar 7,90. Sedangkan hasil penelitian Siregar 2008 dengan desain cross sectional di SD Negeri 06 Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis, di mana proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis infeksi cacing terbanyak pada cacing Ascaris lumbricoides sebesar 53, dan terkecil cacing Hookworm sebesar 4,1. 38 Hasil penelitian Sadjimin 2000 dengan desain cross sectional di siswa SD Kecamatan Ampana Kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah, menemukan proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis infeksi cacing terbanyak pada cacing Ascaris lumbricoides sebesar 28,3, dan terkecil cacing Hookworm sebesar 1. Perbedaan 50 47,40 26,30 18,40 7,90 Campuran Ascaris lumbricoides Trichuris trichiura Hookworm Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 li proporsi kejadian kecacingan pada setiap individu dapat saja terjadi, hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko seperti cuaca, geografis, kebersihan perorangan. 4 6.4. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran anak Sekolah dasar Proporsi kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar berdasarkan jenis cacing campuran dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 6.4. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa jenis cacing campuran masing-masing ditemukan infeksi cacing Ascaris lumbricoides A.l + Trichuris trichiura T.t sebesar 40,70, infeksi cacing Ascaris lumbricoides A.l + Hookworm H sebesar 33,30, infeksi cacing Ascaris lumbricoides A.l+ Trichuris trichiura T.t + Hookworm H sebesar 14,80 dan infeksi cacing Trichuris trichiura T.t + Hookworm H sebesar 11,20. 51 40,70 33,30 14,80 11,20 Ascaris +Trichuris Ascaris + Hookworm Ascaris +Trichuris +Hookworm Trichuris+ Hookworm Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lii Gandahusada 2004 mengatakan bahwa infeksi cacing Ascaris lumbricoides sering sekali disertai infeksi cacing Trichuris trichiura. Namun cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm juga dapat ditemukan secara bersamaan karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah soil transmitted helminths. Tingginya kejadian cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang menguntungkan parasit seperti keadaan tanah dan curah hujan serta temperatur optimal perkembang biakan yang hampir sama. Telur Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura tumbuh lebih baik di tanah liat karena kelembaban tanah seperti ini sangat cocok bagi pertumbuhannya. Kurang disadarinya pemakaian jamban keluarga yang baik oleh masyarakat dapat menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, dibawah pohon dan di tempat-tempat pembuangan sampah. 20,22 Penularan dan siklus hidup cacing Hookworm kebanyakan melalui tanah. Tanah yang sangat baik untuk pertumbuhan larvanya yaitu tanah yang berpasir. Larvanya akan lebih mudah bergerak di pasir daripada di tanah liat sebab diameter pasir lebih besar dari diameter tanah liat. Selain faktor tanah yang sangat menguntungkan Hookworm, curah hujan yang belum lebat misalnya permulaan musim hujan, arus air yang ditimbulkannya masih lambat. Arus air yang lambat ini merupakan perangsang bagi larva Hookworm bergerak kepermukaan tanah dan mempermudah terjadinya infeksi. Selain faktor di atas yang menguntungkan bagi pertumbuhan Hookworm dikenal beberapa cara penularan Hookworm yaitu melalui tanah dan transmisi ke 52 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 liii manusia melalui kulit dan mukosa, melalui makanan yang terkontaminasi dengan tanah dan kotoran manusia, melalui sayur yang terkontaminasi dengan larva infeksius. 22 Penelitian Ginting, 2003 dengan desain cross sectional pada 120 anak Sekolah Dasar di 5 SD Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo menemukan infeksi campuran antara cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm dengan prevalensi sebesar 55,8. 23 6.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Berdasarkan hasil pengumpulan data menggunakan kuesioner diketahui bahwa umur anak Sekolah Dasar yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah antara 6-13 tahun, dimana dalam penelitian ini umur dikelompokkan menjadi tiga kategori sebagai berikut: Gambar 6.5. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Umur di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 53 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 liv Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa 48,50 dari responden berada pada kelompok umur 6-8 tahun dan paling sedikit pada kelompok umur ≥ 12 tahun sebesar 11,90. Kondisi ini sesuai dengan laporan dari WHO 1998 yang mengatakan bahwa dari tiga setengah miliar penduduk yang terinfeksi parasit intestinal berbentuk cacing perut, ternyata empat ratus lima puluh juta di antaranya mengenai anak-anak. Demikian juga dengan pernyataan Depkes 2004 bahwa penyakit kecacingan sering dijumpai pada usia anak pra Sekolah dan Sekolah Dasar yang berumur berkisar 5-15 tahun. 3,39 Gambar 6.6. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa 57,40 dari responden berjenis kelamin laki-laki dan 42,60 berjenis kelamin perempunan sebesar. Jadi responden yang mendominasi anak Sekolah Dasar yaitu laki-laki sebesar 57,40. Walaupun responden di tempat penelitian ini lebih banyak laki-laki, namun dalam 54 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lv kenyataannya tidak selalu laki-laki mengalami infeksi kecacingan lebih banyak dari anak perempuan. 40 Gambar 6.7. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Frekuensi Makan Obat Cacing di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa 81,70 responden makan obat cacing ≥ 6 bulan dan sebesar 18,30 yang makan obat cacing 6 bulan. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa program pemberian obat cacing di daerah ini oleh tenaga kesehatan belum berjalan dengan semestinya. 6.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar lingkungan responden belum lengkap dengan sistem pembuangan tinja, tempat biasa pembuangan tinja dan personal higiene untuk lebih jelas dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut: 55 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lvi Gambar 6.8. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Kepemilikan Jamban di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa 76,70 responden tidak memiliki jamban sedangkan anak yang memilki jamban sebesar 23,30. Kusnoputranto, H Susanna, D. 2000 mengatakan bahwa penyakit dapat timbul apabila terjadi gangguan keseimbangan lingkungan yang mencakup beberapa faktor fisik, biologi, dan sosial ekonomi. Gangguan keseimbangan ini biasanya disebabkan oleh adanya perubahan dari satu faktor atau lebih. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik bahwa peran lingkungan dalam terjadinya penyakit sangat besar. Cara pandang epidemiologi, penyakit terjadi karena adanya interaksi antara manusia, agent, dan lingkungan. Apabila ketiga faktor ini tidak berada pada keadaan seimbang maka benih penyakit dapat menyerang manusia. Keadaan kesehatan lingkungan yang belum memenuhi persyaratan sanitasi dapat berakibat timbulnya penyakit-penyakit seperti malaria, colera, penyakit kulit, dan penyakit kecacingan. 56 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lvii Seperti yang diuraikan pada bab sebelunya bahwa lingkungan seperti sistem pembuangan tinja sangat berperan dalam memicu penyebaran penyakit kecacingan, hal ini disebabkan karena tinja dapat menjadi media transmisi infeksi cacing terhadap manusia, dengan demikian perlu adanya penanganan sistem pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan data diatas sebagian besar rumah belum memiliki jamban hal ini dapat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi keluarga atau sumber air untuk keperluan jamban di daerah ini sangat sulit di dapatkan. Kemudian lahan untuk membuang tinja di daerah ini masih sangat luas. Gambar 6.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Tempat Biasa Pembuangan Tinja di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa 52,00 responden biasa buang air besar di kebun dan 28,70 yang biasa buang air besar di sembarang tempat, sementara yang biasa buang air besar di jamban sendiri sebesar 19,30. 57 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lviii Meskipun demikian konstruksi bangunan jamban yang sudah ada masih banyak yang belum memenuhi syarat baik dari segi kebersihannya. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sebagian besar bangunan jamban hanya berdinding semi permanen dengan air yang terbatas. Dengan minimnya air bersih untuk keperluan jamban maka banyak dari anak Sekolah Dasar di tempat penelitian ini membuang air besar di kebun ataupun sembarangan tempat. Hal ini dimugkinkan lagi bahwa bila membuang air besar dikebun kebutuhan akan air untuk kebersihan jamban tidak diperlukan. Gambar 6.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Personal Higiene di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa 68,30 responden memiliki personal higiene dengan kategori sedang, dan paling sedikit ditemukan pada personal higiene kategori baik sebesar 9,90. Dari uraian diatas diketahui bahwa aspek pembentukan perilaku anak pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan, terutama perilaku hidup bersih sehat sebagian besar masih dalam kategori sedang, namun demikian masih dijumpai tindakan kebersihan perorangan 58 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lix pada anak Sekolah Dasar yang buruk, hal ini dimungkinkan karena keterbatasan- keterbatasan keluarga anak sekolah Dasar seperti: keadaan ekonomi, kesadaran akan pentingnya kesehatan. Faktor lain yang cukup berperan dalam membentuk perilaku anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan dalam hal mencegah penyakit kecacingan ini adalah persediaan air bersih, di mana sebagian besar dari penduduk untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka memanfaatkan mata air yang tidak terlindung dengan baik dan jaraknya relatif jauh dari tempat tinggal penduduk. Faktor lain ialah kondisi sanitasi perumahan seperti saluran pembungan air limbah yang ditemukan hampir semua rumah tidak memiliki saluran air limbah, penduduk langsung membuang air limbah ke belakang rumah, akibatnya terdapat sarang lalat sebagai vektor menimbulkan penyakit dan bau yang tidak sedap. 6.7. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat Ringannya Infeksi Kecacingan Anak Sekolah Dasar Kejadian kecacingan berdasarkan berat ringannya pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan dengan hasil infestasi infeksi cacing Ascaris lumbricoides ditemukan infeksi ringan sebanyak 70 orang 89,74, infeksi sedang sebanyak 8 orang 10,26 sementara infeksi berat tidak ditemukan. Pada cacing Trichuris trichiura ditemukan hanya infeksi ringan yaitu sebanyak 57 orang 100. Kemudian pada cacing Hookworm ditemukan infeksi ringan sebanyak 39 orang 95,12 infeksi sedang sebanyak 2 orang 4,88 sementara infeksi berat tidak ditemukan. Tabel 5.10 59 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lx Berat ringanya suatu infeksi cacing pada penderita ditentukan oleh virulensi, kesanggupan migrasi, cara makan dari parasit, jumlah kontak dengan host, ratio seks cacing Hookworm yang menginfeksi host. 40 Cara makan cacing juga dapat memperberat infeksi kecacingan pada penderita. Misalnya cacing Hookworm hidup dalm rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dengan mengisap darah. Infeksi cacing Hookworm ini dapat menyebabkan kehilangan darah secara perlahan akibatnya penderita mengalami kekurangan darah anemia sehingga dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Di samping kerugian mengisap darah penderita, cacing ini juga mengakibatkan luka-luka gigitan berdarah berlangsung lama. 3,40 Selain cara makan cacing Hookworm sangat merugikan penderita, ratio seks juga sangat menentukan berat ringannya infeksi kecacingan. Misalnya penderita diinfeksi dengan 50 cacing Hookworm jantan dan 50 cacing Hookwrom betina akan bereaksi berbeda bila diinfeksi 70 cacing Hookworm betina dan 30 cacing Hookworm jantan. Ternyata anemia yang ditimbulkan pada infeksi cara pertama lebih berat daripada cara ke dua. Keadaan ini di sebabkan oleh ratio seks cacing yang menginfeksi tidak sama. Hookworm cenderung bermigrasi ke tempat lain atau keluar dari tubuh host bila ratio seks diantara mereka tidak sama. 40 Menurut penelitian Ayu 2003 dengan desain cross sectional pada anak pemulung di tempat pembuangan akhir sampah desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang menemukan infeksi ringan sebesar 88,9 dan infeksi sedang sebesar 11,1 sedangkan infeksi berat tidak ditemukan. 41 60 Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008 lxi Berdasarkan data di atas bahwa anak Sekolah dasar yang mengalami infeksi cacing ditemukan infeksi ringan dan sedang, sementara infeksi berat tidak ditemukan. Hal ini dimungkinkan karena dari waktu ke waktu semakin bertambahnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan lewat penyuluhan dan pengobatan oleh tenaga kesehatan serta adanya program penanggulangan penyakit kecacingan pada anak Sekolah Dasar.

6.8. Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar