Setting Cerita Novel “Tokyo Tower”

11 manusia dan benda yang ada disekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan seseorang, dan lebih mengenai suatu periode. Berdasarkan pengertian tersebut, novel menceritakan satu periode dalam kehidupan seseorang, juga dapat menceritakan kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal. Berdasarkan beberapa pengerti di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu karya sastra berbentuk prosa fiksi. Novel mengandung unsur-unsur pembangun cerita dan merupakan sebuah pandangan dari sebuah kenyataan yang dibangun secara imajinatif dalam sebuah cerita yang umumnya memaparkan tentang kehidupan manusia dan segala permasalahannya, lingkungan dan kondisi sosial yang terdapat di sekitar pengarang.

2.2 Setting Cerita Novel “Tokyo Tower”

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta terjadinya peristiwa Suroto 1989: 94. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa latar atau setting merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa. Nurgiyantoro juga menjelaskan 1998: 216 bahwa latar atau setting menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa. Hal ini berarti bahwa tidak hanya tempat, namun waktu dan lingkungan sosial juga merupakan komponen lain yang terdapat dalam latar atau setting sebuah cerita.

2.2.1 Latar atau Setting Cerita Novel “Tokyo Tower”

Ada beberapa lokasi yang menjadi latar tempat dalam cerita novel “Tokyo Tower”, yaitu Kokura, kamar di sudut kafetaria, Chikuho, rumah bangsal, Beppu, dan yang terakhir adalah Tokyo. 12 a Kokura Di Kokura, ia tinggal di rumah neneknya, ibu dari ayahnya Ma-kun. Disana ia tinggal bersama ibunya, ayahnya, neneknya, bibinya, serta 4 mahasiswa yang menyewa kamar di rumah neneknya. Tinggal bersama mertua, saudara ipar dan bersama seorang suami yang kasar, membuat beban fisik dan psikis ibu Ma-kun terasa sangat berat. Hal ini menjadi alasan ibu Ma-kunmemutuskan mengajak Ma- kun pindah dari rumah tersebut. Terpisah dari ayahnya. b Kamar di Sudut Kafetaria Ruangan ini berada di sudut kafetaria sebuah asrama yang berada di samping rumah mertua dari kakak iparnya ibu Ma-kun. Ibu Ma-kun memenuhi kamar ini dengan segala perabotan yang dibutuhkan Ma-kun, seperti rak buku dan bantalan yang empuk agar Ma-kun betah di kamar tersebut. Mereka berdua tinggal di kamar tersebut selama satu tahun. c Chikuho Chikuho merupakan kota kelahiran ibu Ma-kun. Disini jugalah Ma-kun dan ibunya tinggal setelah pindah dari kamar yang ada di sudut kafetaria. Mereka tinggal di rumah nenek Ma-kun, yaitu ibunya ibu Ma-kun. d Rumah Bangsal Saat kelas 1 SMP, Ma-kun dan ibunya pindah ke sebuah rumah bekas bangsal rumah sakit tua yang disewa dari seorang kenalan ibunya setelah ibunya membatalkan pindah ke Kokura untuk hidup bersama lagi tanpa alasan yang jelas. Rumah bekas bangsal rumah sakit ini hanya berjarak satu stasiun kereta dari rumah neneknya yang berada di Chikuho. 13 e Beppu Ma-kun memutuskan untuk bersekolah di kota lain saat SMA. Dan ayahnya menyarankan untuk bersekolah di Beppu. Ma-kun lulus dari beberapa tes dan tes kemampuan menggambar yang menjadi syarat masuk ke SMA di Beppu. Setelah tamat SMP, Ma-kun yang masih berumur lima belas tahun, hidup sendirian di kota lain tanpa orang tua dan sanak saudara. f Tokyo Banyak peristiwa yang terjadi di kota ini. Dimulai saat Ma-kun berkuliah di kota ini, kemudian menjadi pengangguran, terlilit hutang, tidak memiliki tempat tinggal, dan kepindahan ibunya ke Tokyo. Di kota inilah Ma-kun, sebagai seorang anak berusaha keras keluar dari kondisinya yang buruk menjadi yang lebih baik karena dia ingin membahagiakan ibunya dan membalas segala kerja keras yang telah ibunya lakukan selama ini untuk memenuhi segala keinginan Ma-kun. Hingga akhirnya ibunya meninggal di kota ini karena kanker. 2.2.2 Latar Waktu Latar waktu merupakan penjelasan tentang kapan terjadinya suatu peristiwa dalam novel. Cerita novel “Tokyo Tower” memiliki latar tahun 1966 sampai tahun 2001. Kisah yang di ceritakan pada tahun-tahun tersebut adalah saat Ma- kun berusia 3 tahun sampai kisa Ma-kun dan ibunya tinggal di Tokyo. Dan pada tahun 2001 itulah ibu Ma-kun meninggal karena penyakit kanker. 2.2.3 Latar Budaya Latar budaya yang terdapat dalam novel “Tokyo Tower” adalah budaya hutang budi dan balas budi yang tertanam pada masyarakat Jepang yang di 14 kemukakan oleh Ruth Benedict. Hal ini di karenakan novel “Tokyo Tower” ini menceritakan tentang balas budi seorang anak terhadap on yang telah diberikan ibunya selama hidupnya. 2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Moral 2.3.1 Prinsip Sikap Baik Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Seperti halnya dalam prinsip utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita, kecuali ada alasan khusus, tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain. Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia. Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang baik bagi dia. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya. Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya Suseno, 1989:131. 15 Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masing- masing baik bagi yang bersangkutan. Prinsip sikap baik mendasari semua norma moral, karena hanya atas dasar prinsip itu, maka akan masuk akal bahwa kita harus bersikap adil, atau jujur, atau setia kepada orang lain.

2.3.2 Prinsip Keadilan

Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih. Kemampuan untuk memberi hati kita juga terbatas. Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi. Prinsip itu adalah prinsip keadilan. Adil pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama Suseno,1989:132. Prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk hal yang baik, dengan melanggar hak seseorang. 16

2.3.3 Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri

Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi Suseno, 1989:133. Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama, dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan, sebab kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa kewajibannya terhadap orang lain diimbangi oleh perhatian yang wajar terhadap dirinya sendiri. Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap yang menghormati diri kita sendiri sebagai mahluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbaik kepada orang lain dan bertekad untuk bersikap adil, tetapi tidak dengan membuang diri.

2.4 Sikap-Sikap Kepribadian Moral