Ruang Lingkup Pendekatan Moralitas dan Semiotika

24 Giri juga menyinggung tentang bagaimana seharusnya cara hidup yang tepat dan sesuai dengan tempat yang dia tinggali. Seperti yang di jelaskan oleh Benedict 1982:156 bahwa giri terhadap nama juga mewajibkan seseorang untuk hidup sesuai dengan tempatnya dalam hidup ini.

2.6 Ruang Lingkup Pendekatan Moralitas dan Semiotika

Kata moral berasal dari bahasa latin mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia Simanjuntak, 2011:18. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, dan semacamnya, yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik. Moralitas juga memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahasa yunani ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari W.J.S Poerwadarminto dalam Salam 2000:2, terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas- asas akhlak moral. 25 Dari beberapa keterangan tersebut, dapat disimpulankan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral. Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia itu sendiri. Secara etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ Sudjiman dan van Zoest, 1996: vii. Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili dan menyajikan. Preminger dalam Pradopo 2003: 119 berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosialmasyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dari pengertian semiotik tersebut dapat disimpulkan bahwa semiotik semiotika adalah ilmu untuk mengetahui tentang sistem tanda, konvensi-konvensi yang ada dalam komunikasi dan makna yang terkandung di dalamnya. 26 Di dalam ilmu semiotik, tanda memiliki dua aspek yang penting yaitu penanda signifier dan petanda signified. Penanda adalah bentuk normalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya. Contohnya, kata “Ibu” merupakan tanda suatu bunyi yang menandai arti ‘orang yang melahirkan kita’.

2.7 Biografi Pengarang