Singkatan Hadis kemiskinan menurut ibnu qutaibah dalam kitab ta’wil mukhtaliful hadis
Kemiskinan sebagai fenomena sosial telah berlangsung lama. Setidaknya, dapat dikatakan bahwa fenomena demikian itu sudah ada pada
masa al- Qur’ân diturunkan. Ini mengandung arti bahwa banyak masyarakat
yang bergelut dengan kemiskinan dalam jangka waktu yang lama. Ini dapat pula berarti bahwa banyak warga masyarakat, secara individual atau
berkelompok, gagal mengatasi kemiskinan sebagai suatu hal yang tidak mereka kehendaki.
Kemiskinan tidak dikehendaki oleh semua orang, sebab dalam kondisi seperti ini mereka dalam keadaan serba kekurangan, tidak mampu mewujudkan
berbagai kebutuhan utamanya di dalam kehidupannya, terutama dari segi material. Akibat dari ketidakmampuan di bidang material, orang miskin
mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizinya, memperoleh pendidikan, modal kerja dan sejumlah kebutuhan utama lainnya. Akibat lain
yang mungkin timbul diantara mereka, antara lain, kurangnya harga diri, moralitas yang rendah dan kurangnya kesadaran beragama.
Islam sangat memperhatikan fenomena kemiskinan, yang tergambar dalam teks qurani maupun hadist
.
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Akan tetapi di antara sekian banyak hadis ataupun do’a-do’a yang Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diajarkan kepada umatnya, ada doa yang sedikit mengganjal. yaitu:
نيكاسملا ة م يف ين شحا ،ًانيكسم ينتيمأ ،ًانيكسم ينيحأ َم للا
Artinya : Ya Allah Hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku pada hari
kiamat di dalam rombongan orang-orang m iskin”.
4
Disisi lain, seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan
salah satu sumber ajaran Islam. Seharusnya telah memberikan solusi-solusi tentang wacana-wacana yang telah terjadi, karena hadis menempati kedudukan
kedua setelah Al-Qur`an. Keharusan mengikuti hadis bagi umat Islam baik yang berupa perintah maupun larangannya, sama halnya dengan kewajiban
mengikuti Al-Qur`an. Hal ini karena, hadis merupakan mubayyin bagi Al-Qur`an, yang
karenanya siapapun tidak bisa memahami Al-Qur`an tanpa memahami dan menguasai hadis. Begitu pula halnya menggunakan hadis tanpa Al-Qur`an.
Karena Al-qur`an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syari`at. Dengan demikian, antara hadis dengan Al-Qur`an memiliki
kaitan erat, yang untuk mengimami dan mengamalkannya tidak bisa terpisahkan atau berjalan dengan sendiri.
5
Perlu kita tekankan kembali bahwa hadis mempunyai kedudukan yang begitu penting dalam Islam, sehingga Tuhan sendiri perlu menjelaskan posisi
Nabi -sebagai sumber hadis- dalam Islam. Oleh karena itu bagi kita sebagai
4
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah. Juz 2 halaman 1381 no
5
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam Jakarta: Bulan Bintang,1989