Metodologi Penelitian Hadis kemiskinan menurut ibnu qutaibah dalam kitab ta’wil mukhtaliful hadis

9

BAB II IBNU QUTAIBAH DAN KARYANYA TAWÎL MUKHTALIF AL-HADÎTS

A. Riwayat Hidup

1. Biografi Ibnu Qutaibah

Nama lengkap Ibnu Qutaibah adalah ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al- Dainûrî al-Marwazî. Kun-yahnya adalah Abû Muhammad. Ia dinisbatkan pada al- Dainûrî, yaitu suatu daerah di mana ia pernah menjadi hakim di sana. Sebagian ulama berpendapat, Ibnu Qutaibah juga dinisbatkan pada al-Marwazî yang merupakan tempat kelahiran ayahnya. Dalam beberapa literatur, ia terkadang dikenal dengan sebutan al-Qutbâ atau al-Qutaibâ yang merupakan bentuk tashghîr memiliki arti kecil dari kata Qutbah dan bentuk tunggal dari kata aqtâb yang mempunyai arti jeroan binatang ternak. Tidak diketahui dengan jelas mengapa ia dinisbatkan pada kata tersebut. 1 Ibnu Qutaibah dilahirkan pada tahun 213 H 828 M di Baghdad, dan ada yang mengatakan di Kufah. Pada masa itu Baghdad merupakan ibu kota negara yang berada di dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon. Jadi dapat dikatakan bahwa pusat pemerintahan dinas ti ‘Abbâsiah berada di tengah-tengah bangsa Persia. 2 Sejak saat itu Baghdad tidak pernah sepi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kemunculan ulama, sehingga kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Ibnu Qutaibah untuk 1 ‘Abd al-Qadîr Ahmad ‘Athâ, Muqaddimah al-Thab’ah al-Ûlâ, dalam ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah, Tawîl Mukhtalif al-Hadîts, Beirut, Muassasah al-Kutub al-Tsaqâfiah 1988 Cet. I, hlm. 8 2 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, RajaGrafindo Persada 1995, Cet. III hlm. 51 menyerap ilmu dari beberapa ulama setempat. Tidak puas dengan apa yang beliau dapatkan di Bahgdad, Ibnu Qutaibah pun mulai gemar melakukan perlawatan dari satu daerah ke daerah yang lain untuk memperoleh ilmu, sebagaimana yang dilakukan para ulama pada waktu itu. Ia mengunjungi Bashrah, Makkah, Naisabur dan tempat-tempat lain untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu dari para ulama yang ada di sana. Beliau belajar hadis pada Ishâq bin Râhawaih, Abû Ishâq Ibrahim bin Sulaimân al- Ziyâdî, Muhammad bin Ziyâd bin ‘Ubaidillâh al-Ziyâdî, Ziyâd bin Yahyâ al- Hassânî, Abû Hâtim al-Sijistânî dan para ulama yang semasa dengan mereka. 3 Di samping mempelajari ilmu-ilmu agama, beliau juga haus akan pengetahuan yang berkembang pesat pada waktu itu. Semangatnya yang tinggi dalam mencari ilmu semakin membara ketika menyaksikan berbagai macam pemikiran yang meracuni sebagian besar umat Islam, sehingga pada akhirnya beliau tumbuh berkembang menjadi seorang ulama yang berwawasan luas, kritis terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan mampu mewarnai corak pemikiran keilmuan yang berkembang pada saat itu. Beliau juga mampu memberikan solusi terhadap problem keagamaan khususnya permasalahan yang sedang diperdebatkan oleh ulama ahli Kalam, dengan uraian yang ilmiah dan bisa diterima oleh berbagai kalangan, yang sebelumnya memperbincangkan sekitar permasalahan tersebut masih dianggap tabu oleh sebagian ulama Salaf khususnya golongan Ahl al-Sunnah. 4 3 Muhammad ‘Abd al-Rahîm, Al-Muqaddimah, dalam ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah, Tawil Mukhtalif al-hadis, Dâr al-Fikr, Beirut, 1995, hlm. 6. Muhammad Abû Zahw, Al-Hadîts Wa al- Muhadditsûn, Dâr al-Fikr, Beirut, t.th., hlm 362 4 Joesoef Souyb, Sejarah Daulat Abbasiah II, Jakarta, Bulan Bintang t.th 1996, hlm. 26