fuqoro sebagai lawan kata ghaniy, sebagaimana terdapat dalam surat al-Fathir ayat 15 sebagai berikut:
Artinya : Hai manusia, kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah
Dialah yang Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu lagi Maha Terpuji.
Al-Quran juga mengemukakan bahwa fuqara adalah kelompok yang berhak menerima atau memperoleh bagian zakat bersama kelompok-kelompok
lain, sebagaimana ayat 60 surat at-Taubah berikut;
5
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Selanjutnya dalam ayat 16 surat al-Balad menggambarkan orang miskin sebagai orang yang sangat papah, menunjukkan bahwa orang miskin itu ialah
orang yang tidak berharta. Dalam ayat 76 surat al-Kahfi justru memberi gambaran bahwa orang-orang miskin dalam ayat tersebut justru pemilik
perahu. Hanya saja dalam ayat ini perahu tersebut bukan milik seorang. Tetapi juga kepunyaan orang-orang miskin. Dengan adanya perbedaan gambaran
tersebut, al-Quran bermaksud menjelaskan bahwa seorang disebut miskin bukan ditentukan oleh ketiadaannya harta benda yang mereka miliki, akan
5
Saad Ibrahim, Kemiskinan Dalam Perspektif al-Quran, h.28
tetapi lebih ditentukan oleh lemah atau tidaknya potensi mereka untuk berusaha mencukupi kebutuhan hidup.
6
Islam menempatkan kemiskinan sebagai suatu realitas kehidupan yang memiliki kompleksitas tersendiri, tidak dapat dipahami bahwa dengan melihat
satu atau sebagian unsur saja. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa dengan satu sisi, kemiskinan itu memang takdir yang harus diterima oleh manusia, namun
pada sisi lain manusia diberi kekuasaan oleh Allah untuk mengubah keadaan tersebut sehingga tidak lagi menjadi miskin. Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam al-Quran surat al- Ra’d ayat 11 sebagai berikut:
Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum. Maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dari keketerangan diatas kemiskinan dalam Islam diartikan keadaan kekurangan dari seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak
jarang menjerumuskan pada kemunkaran. Oleh sebab itu dalam Islam ada perintah bagi yang mampu untuk menolong dan berbagi dalam rangka
mengangkat kesejahteraan bersama dan menghindarkan dari keterpurukan melalui Zakat, Infak dan Shadaqah.
6
Saad Ibrahim, Kemiskinan Dalam Perspektif al-Quran, h.42
2. Perspektif Sosial
Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bappenas, kemiskinan memiliki wujud yang majemuk seperti rendahnya tingkat
pendapatan dan sumber daya produktif, kelaparan, dan kekurangan gizi, serta rendahnya kesehatan, akses pendidikan, dan layanan sosial lainnya yang
terbatas.
7
Selain itu, kemiskinan juga diartikan sebagai kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang, baik laki-laki ataupun perempuan, atau
rumah tangga, sehingga tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Hak-hak dasar itu meliputi terpenuhinya hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, hak atas tanah, sumber daya
alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman dari tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan
ekonomi.
8
Selain itu kemiskinan sering juga didefinisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk yang disebabkan oleh terbatasnya modal yang
dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksiorang miskin dan
terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Sedangkan Bank Dunia WB memberi defini keadaan miskin yaitu
“povertyis concern with absolute standard of living of part of society the poor in the equality refers to relative living standard across the whole society
”. Keprihatinan dengan standar mutlak hidup bagian dari masyarakat miskin
7
Lilies Nurul dan Wazir Wicaksono, Ormas Agama, h.13
8
Mishabul Hasan, dkk, Ulama Mengadvokasi Anggaran, Jakarta: PP Lakpesdam NU, tt, h.14
dalam kesetaraan mengacu pada standar hidup relatif di seluruh masyarakat. Bank dunia juga memberikan gambaran pengertian “sangat miskin” ini
sebagai orang yang mempunyai pendapatan hidup kurang dari USD 1 perhari, dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari USD 2 perhari.
9
Peraturan pemerintah dalam konteks Indonesia mendefinisikan fakir- miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sumberdaya hidup
berupa mata pencahariandan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Atau seseorang yang mempunyai sumber mata
pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya yang layak bagi kemanusiaan.
B. Faktor-faktor yang Membentuk Kemiskinan
Para ilmuan sosial sependapat sebagaimana dikatakan oleh Supardi Suparlan bahwa sebab utama yang melahirkan kemiskinan adalah sistem
ekonomi yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, tetapi kemiskinan itu sendiri bukanlah suatu gejala yang terwujud semata-mata karena sistem
ekonomi. Dalam kenyataannya kemiskinan merupakan perwujudan dari interaksi yang melibatkan hampir semua aspek yang dimiliki manusia dalam
kehidupannya.
10
Ada tiga faktor yang membentuk atau melahirkan kemiskinan. Ketiga faktor tersebut yaitu;
1. Faktor Kondisi Alam
Kelompok atau orang yang memandang permasalahan kemiskinan sebagai “kehendak alam” yang secara ringkas menganggap bahwa
9
Mishabul Hasan, Ulama Mengadvokasi Anggaran, h.15
10
Parsudi Suparlan ED, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Sinar Harapan, 1984, h.13
kemiskian merupakan realitas diluar kendali manusia. Jadi menurut mereka, kemiskinan harus diterima dan dijalani saja apa adanya.
11
Berkaitan dengan kondisi alam, al-Quran menyatakan bahwa alam sementara ini ditundukkan kepada manusia sebagaimana yang dijelaskan
dalam surat al-Jatsiyyah ayat 13 berikut:
Artinya : Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan
apa yang di bumi semuanya, sebagai rahmat daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
Berpijak pada ayat ini, dapat dinyatakan bahwa alam semesta merupakan sumber daya yang siap didayagunakan untuk berbagai
kepentingan manusia. Karena Allah yang telah menundukan alam tersebut, maka pola manusia dengan alam harus diletakkan atas prinsip-prinsip yang
sejalan dengan norma-norma ketuhanan. Norma demikian termasuk dalam konteks tauhid. Dalam paradigma tauhid inilah, maka manusia harus tetap
berpegang teguh pada norma-norma agama Ilahi dalam mengelola alam, jika yang terjadi tidak demikian, maka pada gilirannya akan merasakan
dampak negatif dari interaksi tersebut. Bahkan al-Quran telah memberikan sinyal bahwa fenomena
kehancuran telah merata, baik di daratan maupun di lautan yang disebabkan pola interaksi antara manusia dengan alam. Dalam hal ini
melalui surat ar-Rum ayat 41, al-Quran menyatakan;
11
Lilies Nurul dan Wazir Wicaksono, Ormas Agama, h.17
Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.
Pola interaksi destruktif antara manusia dan alam, berupa eksploitasi alam tanpa melakukan analisis dampak lingkungan, kecenderungan untuk
menghabiskan seluruh potensi alam, keengganan mengadakan peremajaan demi kelangsungan alam, dan sebagainya. Akibat dari pola interaksi
demikian ialah kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak, baik generasi yang sedang berlangsung maupun generasi selanjutnya.
12
2. Faktor Kultural
Manusia memegang seluruh kendali atas apa yang terjadi, begitu juga dalam konteks kemiskinan. Akibat dari kemalasan, kebodohan, dan
keterbelakangan dalam berbagai hal inilah, maka permasalahan kemiskinan muncul.
Menurut kaum konservatif kemiskinan tidak bermula dari struktur sosial tetapi berasal dari karakteristik khas orang-orang miskin itu sendiri.
Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa kewirausahaan, tidak ada
hasrat berprestasi, dan sebagainya. Orang-orang miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya sendiri.
12
Saad Ibrahim, Kemiskinan dalam Perspektif al-Quran, h.52-55