Hadis dari Turmidzi
د ي حأ م ل
م ي س
ي ،
ت م أ م ي
س ي
، ح
ش ن
ي ف
م ي ل
س ك ي
ن ي
و ل
ي م
. ق
: شئ ع تل ف
: ق ؟ ه وس ي م ل
: ن
م ي
خ و
ل ق
ل غأ
ي ء
ب أ
ب ي
ن خ
ي ي ،
ل ت ا شئ ع س
ي ن
ل و
ه ك ب ي ، م يب ق ، نيك س ل ي ح أ شئ ع ي ، ت قشب م ي ل وي
د .
م تل هج خ أ
7
Pada kedua hadis di atas tampak adanya penambahan lafazh. Pada riwayat al- Turmidzi, matan hadisnya agak panjang, yaitu adanya tambahan
“ ن
م ي
خ و
ل ق
ل أ
غ ي
ء ب أ
ب ي
ن خ
ي ”
Namun tambahan itu tidak menjadikan perbedaan makna, bahkan dengan adanya penambahan ini justru memperjelas dari hadis Ibnu Majah.
1. Meneliti Kandungan Matan dengan Hadis
Adapun yang dianggap penting diperhatikan terhadap kandungan matan hadis adalah matan hadis yang sejalan tidak bertentangan dan yang bertentangan. Namun
dalam hadis di atas, setelah diteliti, kandungan matan-nya dapat dipertanggung jawabkan, karena hadis-hadis yang serupa juga banyak terdapat dalam kitab hadis.
Misalnya, hadis tersebut di riwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, al- Suyuthi dalam
Jam’ al-Jawami’, Ibnu Atsir dalam al-Bidayah Wa al-Nihayah, al- Hakim dalam al-Mustadrak.
8
Hadis yang bertentangan tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, an- Nasa’i dan
Ahmad Ibnu Hanbal. Yang berbunyi
م هن ب يبأ نب م سم ي ث ح حشل ثع ث ث يبأ ي ث ح ه ع ث ح
و ي وع ي وه ل وب :
ل ع ل ل نم كب وعأ ين م ل
Artinya : Aku bermohon kepada Allah agar dihindarkan dari kekufuran dan kefakiran dan adzab kubur.
9
7
Kitab Turmidzi Juz 4 Halaman 672 Nomer Hadis 2773 Bab Fasal ‘Ula
8
Abu Hajar Muhammad Al- Sa’id Bin Baisuni Zaghlul, Mausu’at Al-Athraf Al-Hadis Al-
Nabawi Al-Syarif, Beirut: Dar Al-Fikr, 1989 cet. I hal. 166
9
Ahmad Bin Hanbal juz VII, h.306
Secara tegas dapat dinyatakan bahwa dalam hadis riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa Nabi SAW, bermohon kepada Allah agar dihidupkan dalam
keadaan miskin. Sementara dalam riwayat Ahmad bin Hanbal, disebutkan bahwa Nabi SAW.
bermohon juga kepada Allah agar dihindarkan dari kekufuran, kefakiran dan adzab kubur. Sehingga kelihatannya adanya kontradiksi di antara kedua hadis tersebut.
Menurut Yusuf Qardhawi, bahwa yang dimaksud dengan menjadi orang “miskin” pada hadis diatas tidak lain adalah tawadhu’, merendah dan tunduk, tidak
sombong dan congkak.
10
Dan kalau kita melihat ke sejarah, memang seperti itulah Rasulullah SAW menjalani hidupnya. Amat jauh dari cara hidup orang-orang takabur, termasuk dalam
sikap dan bentuk lahiriyahnya. Duduk beliau, seperti duduknya para budak dan fakir miskin. Makannya pun seperti mereka juga. Adakalanya seorang asing datang dan
tidak mengenali beliau selalu sama saja dengan mereka, tak ada sedikitpun keistimewaan yang membedakannya dengan mereka. Di rumah, Beliau adakalanya
menjahit alas sandalnya dengan tangannya sendiri. Kemudian juga menambal bajunya, memerah susu kambingnya, dan ikut menggiling gandum bersama-sama
para pembantu rumahnya.
11
Pernah suatu ketika seorang lelaki menghadapnya dengan gemetar, beliau menegur :
ي ل ل ك أ ت ٍ أ م ن ب ن أ ن ٍك ب ت س ل ين إ ف ك ي ع و ه
10
Dr. Yusuf Qardhawi, Kajian Kritis Pemahaman Hadis, Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, terj. Jakarta : Islamuna Press, 1991 cet.ii hal.123
11
Dr. Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Madis Hadis Nabi Saw, terjemahan. Bandung. Karisma 1999 cet. VI h. 37
Artinya : “Tenanglah, jangan takut kepadaku. Aku bukan seorang raja, aku tidak lain putra seorang perempuan Quraisy yang suka makan dendeng olahan
daging ”.
12
Dengan demikian, hadis tersebut harus dipahami secara kontekstual. Kalau dipahami secara tekstual, dengan memaknai
kata “miskin” dalam hadis tersebut sebagai seorang fakir yang sangat membutuhkan bantuan orang lain, maka makna
seperti itu akan bertentangan dengan banyak hadis shahih. Karena itu, hadis tersebut harus dipahami secara kontekstual.
13
2. Meneliti Kandungan Matan dengan Al-Quran
Menurut Abu Muhammad Ibnu Qutaibah, tidak ada pertentangan di antara kedua hadis tersebut, karena salah kalau kita mempertentangkan antara “fakir” dan
“miskin”. Karena memang keduanya faqir dan miskin adalah dua hal yang berbeda. Kalau hadis tersebut berbunyi
ن سم
bunyi hadis diganti kata
ف
barulah terjadi perbedaan. Dan makna miskin dalam hadis tersebut adalah tawadhu dan ikhlas.
Seolah-olah Nabi SAW. meminta kepada Allah SWT. Supaya tidak dijadikan termasuk golongan orang-orang sombong dan takabur.
14
Diantara alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Qutaibah adalah bahwa seandainya jika Rasulullah SAW, meminta kepada Allah akan kemiskinan, yang mana
kemiskinan itu adalah kefakiran, tentu Allah melarang Nabi meminta hal itu, karena Allah telah memberikan anugerah yang begitu besar kepada Nabi SAW. setelah
sebelumnya Nabi hidup dalam keadaan fakir. Sebagaiman Allah berfirman dalam Surat ad-Dhuha :
8.
12
Dr. Yusuf Qardhawi, Kajian Kritis Pemaknaan Hadis Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, terj. Jakarta : Islamuna Press, 1991 cet.ii hal.124
13
Dr. Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Madis Hadis Nabi Saw, terjemahan. Bandung. Karisma 1999 cet. VI hal. 35-36
14
Ibnu Qutaibah Al- Dainuri, Ta’wil Mukhtaiful Hadis, Beirut, Mu’assasah Al-Kutub Al-
Tsaqafiyah 1988, Hal.278
Artinya: Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
Yang dimaksud dengan
لئ ل
dalam ayat di atas adalah
ي ل
. Ayat di atas menerangkan tentang keadaan Nabi ketika diutus oleh Allah, yaitu fakir
ائ ع
dan keadaan Nabi ketika wafatnya, yaitu berkecukupan
ي غ
. Karena Allah telah mengutus Nabi dalam keadaan fakir dan kemudian memberikannya anugerah yang
begitu besar. Ayat tersebut juga memberi petunjuk bahwa miskin yang diminta oleh Nabi daam hadis di atas tidaklah sama dengan fakir.
15
Jadi dengan demikian tidak ada pertentangan diantara kedua hadis tersebut, karena yang dimaksud dengan miskin dalam hadis riwayat Ibnu Majah tersebut tidak
sama dengan “fakir” yang dimaksud oleh hadis riwayat Ahmad bin Hanbal.
3. Wasiat Nabi untuk mencintai Orang Miskin
Ada 7 wasiat Nabi terhadap Abu Dzar, untuk mencintai orang miskin :
ق ّ ي ب أ ن ع :
ٍع س ب ي ي خ ي ن ص أ :
و ه ن م ل ظ ن أ أ ، م م و ن أ أ ن ي ك س ل ب ح ب ل س أ
ا و ح ا ن م ث ك أ أ ، ي ن ج ي ح ل ص أ أ ، ي قو ف و ه ن م ل ظ ن أ ا ي م أ س أ ا أ ،ٍم ئ ا م و ل ه ي ف ي ن خ أ ت ا ،ق ح ل ب م ت أ أ ، ه ب ا و ق
ي ش س ل .
Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu , ia berkata: “Kekasihku Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: 1 supaya aku
mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, 2 beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada
orang yang berada di atasku, 3 beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, 4 aku dianjurkan agar
memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah, 5 aku diperintah untuk mengatakan kebenaran
meskipun pahit, 6 beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela
15
Ibnu Qutaibah Al-Da inuri, Ta’wil Mukhtaiful Hadis, Beirut, Mu’assasah Al-Kutub Al-
Tsaqafiyah 1988, Hal.116
dalam berdakwah kepada Allah, dan 7 beliau melarang aku agar tidak meminta- minta sesuatu pun kepada manusia”.
16
Wasiat yang Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tujukan untuk Abu Dzar ini, pada hakikatnya adalah wasiat untuk ummat Islam secara umum. Dalam hadits
ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berwasiat kepada Abu Dzar agar mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka. Kita sebagai ummat Islam hendaknya
menyadari bahwa nasihat beliau Shallallahu alaihi wa sallam ini tertuju juga kepada kita semua.
Orang-orang miskin yang dimaksud, adalah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan, tidak punya kepandaian untuk mencukupi kebutuhannya, dan mereka
tidak mau meminta-minta kepada manusia. Pengertian ini sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
تل ت ل ل ت ف ، س ل ع ف و ط ي ل ف و طل ب ن ي س ل س ي ل ت تل
. و ل ق
: ق ؟ ه و س ي ن ي س ل ف
: ا ه ي غ ي غ ي ا ل
ص ت ي ف ه ل ن ط ي ي ش س ل أ س ي ا ، ه ي ع
Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap dan dua suap makanan dan satu-dua butir
kurma.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, kalau begitu siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Beliau menjawab,Mereka ialah orang yang
hidupnya tidak berkecukupan, dan dia tidak mempunyai kepandaian untuk itu, lalu dia diberi shadaqah zakat, dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatu
pu
n kepada orang lain.”
17
Islam menganjurkan umatnya berlaku tawadhu` terhadap orang-orang miskin, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta bersabar bersama mereka. Ketika
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkumpul bersama orang-orang miskin, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak berbicara dengan beliau Shallallahu
alaihi wa sallam, tetapi mereka enggan duduk bersama dengan orang-orang miskin
16
http:pustakaimamsyafii.commencintai-orang-orang-miskin-dan-dekat-dengan- mereka.html diakses 14-september-2014
17
Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim no. 1039 101, Abu Dawud no. 1631, dan an- Nasâ`i V85. Dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
itu, lalu mereka menyuruh beliau agar mengusir orang-orang fakir dan miskin yang berada bersama beliau. Maka masuklah dalam hati beliau keinginan untuk mengusir
mereka, dan ini terjadi dengan kehendak Allah Ta’ala. Lalu turunlah ayat:
Janganlah engkau mengusir orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan wajah-Nya. [al-
An’âm6:52].
18
Mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, yaitu dengan membantu dan menolong mereka, bukan sekedar dekat dengan mereka. Apa yang ada
pada kita, kita berikan kepada mereka karena kita akan diberikan kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam setiap urusan, dihilangkan kesusahan pada hari Kiamat, dan
memperoleh ganjaran yang besar. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
س ن ن م ن م ، م ي ل و ي ك ن م ب ك ه ع ه س ن ي ن ل ك ن م ب ك ٍن م م ن ع
خآ ي ن ل ي ف ه ي ع ه س ي ٍ س م ع س ي
Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan
barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan akhirat
19
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
ع سل ه ل ي س ي ف ه ل ك ن ي س ل م أ ع
– ق ه س ح أ
- :
ت ي ا م ئ ل ك ط ي ا م ئ صل ك
Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fii sabiili
llaah.” –Saya perawi kira beliau
18
Lihat Shahîh Muslim no. 2413, Sunan Ibni Majah no. 4128, dan Tafsîr Ibni Katsir III90
19
Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim no. 2699, Ahmad II252, 325, Abu Dawud no. 3643, at-Tirmidzi no. 2646, Ibnu Majah no. 225, dan Ibnu Hibban no. 78 dalam al-Mawârid.
Dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
bersabda- , “Dan bagaikan orang yang shalat tanpa merasa bosan serta
bagaikan orang yang berpuasa terus- menerus”.
20
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selalu berkumpul bersama orang- orang miskin, sampai-sampai beliau
berdo’a kepada Allah agar dihidupkan dengan tawadhu’, akan tetapi beliau mengucapkannya dengan kata miskin.
Orang –orang miskin yang masuk surga ini, adalah mereka yang taat kepada
Allah, mentauhidkan-Nya dan menjauhi perbuatan syirik, menjalankan Sunnah dan menjauhi perbuatan bid’ah, menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdo’a agar
mencintai orang-orang miskin. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ي ل غ ت أ ، ن ي ك س ل ب ح ، ل ت ، ي ل ل ف ك ل أ س أ ين م ل ح ي ن م ب ح ، ك ح ك ل أ س أ ،ٍ و ت م ي َ ي ف و ت ف ٍ و ق ت ف أ َ ، ي ح ت
، ك ب ح
ك ح ل ي ب ي ٍل ع
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar aku dapat melakukan perbuatan- perbuatan baik, meninggalkan perbuatan munkar, mencintai orang miskin, dan
agar Engkau mengampuni dan menyayangiku. Jika Engkau hendak menimpakan suatu fitnah malapetaka pada suatu kaum, maka wafatkanlah
aku dalam keadaan tidak terkena fitnah itu. Dan aku memohon kepada-Mu rasa cinta kepada-Mu, rasa cinta kepada orang-orang yang mencintaimu, dan
rasa cinta kepada segala perbuatan yang mendekatkanku untuk mencintai- Mu.
21
Selain itu, dengan menolong orang-orang miskin dan lemah, kita akan memperoleh rezeki dan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Taala. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
20
Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 5353, 6006, 6007 dan Muslim no. 2982, dari Sahabat Abu Hurairah. Lafazh ini milik Muslim.
21
Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh Ahmad V243, lafazh ini miliknya, at-Tirmidzi no. 3235, dan al-Hakim I521, dan dihasankan oleh at-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata,Aku pernah
bertanya kepada Muhammad bin Isma’il –yakni Imam al-Bukhari- maka ia menjawab, ‘Hadits ini hasan shahîh’.” Dari Sahabat Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Di akhir hadits, Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ia doa tersebut merupakan hal yang benar, maka pelajari hafalkan, dan
perdalamlah.
ض ب ا و ق ت ص ت ل ه م ئ
Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian.
22
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
ي ض ب م أ ه ه ص ي ن :
، م ت و ع ب م ص ا خ ، م ت ا ص
Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan sebab orang-orang lemah mereka di antara mereka, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka.
23
4. Pendapat Para Ulama Tentang Do’a Miskin
Imam Ibnul Atsir di kitabnya An-Nihaayah fi Gharibil Hadits 2385 mengatakan : Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin ..... Yang
dikehendaki dengannya dengan miskin tersebut ialah : Tawadhu dan Khusyu, dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur.
Di kitab Qamus Lisanul Arab 2176 oleh Ibnu Mandzur diterangkan asal arti Miskin di dalam lughahbahasa ialah = Al-Khaadi orang yang tunduk, dan asal arti
Faqir ialah : Orang yang memerlukan. Lantaran itu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berdoa : Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan Miskin ..... Yang dikehendaki
ialah : Tawadhu dan Khusyu, dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabur. Artinya : Aku merendahkan diriku kepada Mu wahai Rabb dalam
keadaan berhina diri, tidak dengan sombong. Dan bukanlah yang dikehendaki dengan Miskin di sini adalah Faqir yang memerlukan harta.
Imam Baihaqi mengatakan : Menurutku bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah meminta keadaan miskin yang maknanya kekurangan tetapi beliau
meminta miskin yang maknanya tunduk dan merendahkan diri Khusyu dan
22
Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bu khari no. 2896 dari Sahabat Mush’ab bin Sa’d
Radhiyallahu anhu
23
Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh an- Nasâ`i VI45 dari Sahabat Mush’ab bin Sa’d
Radhiyallahu anhu. Lihat Shahîh Sunan an-Nasâ`i II669, no. 2978
Tawadhu. Lihat kitab : Sunatul Kubra al-Baihaqi 712-13 dan Taklhisul-Habir 3109 No. 1415 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar.
Demikian juga maknanya telah diterangkan oleh Hujjatul Islam al-Imam Ghazali di kitabnya yang mashur Al-Ihya 4193. baca juga syarah Ihya 9272 oleh
Imam Az-Zubaidy. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : Hidupkanlah aku dalam
keadaan Khusyu dan Tawadhu. Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 18382 bahagian kitab hadits. Beliau juga mengatakan hal.326 : .... bukanlah yang dikehendaki
dengan miskin di dalam hadits ini tidak mempunyai harta ...
B. Analisis Ibnu Qutaibah Tentang Hadis Kemiskinan
Ibnu Qutaibah dalam beberapa karyanya memiliki metode yang sangat menarik dalam memberikan solusi disetiap hadis yang sulit untuk difahami ataupun
memiliki kontradiksi dengan ketetapan-ketetapan sunnah.
ل م
ن أ ي
س أ ل
ك غ
غ م
و ا
“ aku memohon kepada-Mu akan berkecukupanku dan kecukupan majikanku.”
24
أ ل
ي ص
ق م س هي ع ه ل
م أ
ح ي
م ي س
ي أ م
ت م ي
س ي
ح ش
ن ف ي
ي م
ل س
ك ي ن
Artinya : Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ya Allah
hidupkan dan matikanlah aku dalam kemiskinan serta masukkanlah aku ke dalam golongan orang-
orang yang miskin.”
25
Menurut Ibnu Qutaibah disini tidak terdapat perbedaan. Mereka telah salah penafsiran hadis dan telah berbuat zhalim dalam mempertentangkan antara kefakiran
dan kemiskinan, padahal keduanya berbeda. Seandainya Rasulullah SAW
24
HR. Ahmad dalam al-Musnad 4533
25
HR. at-Tirmidzi dalam Sunan-nya 2352
mengucapkan, “Ya Allah hidupkanlah aku di dalam kefakiran dan kumpulkanlah aku di dalam kefakiran dankumpulkanlah aku di dalam kumpulan orang-
orang fakir”
26
, maka hal tersebut baru merupakan pertentangan.
Arti kemiskinan di dalam sabda Rasulullah SAW, “dan kumpulkanlah aku
dalam keadaan miskin,” berarti rendah hati.
27
Seakan-akan Rasulullah SAW memohon kepada Allah agar tidak di jadika orang-orang yang keras hati dan orang-
orang yang sombong agar tidak dikumpulkan bersama mereka.
28
Kalimat miskin maskanah adalah kalimat yang diambil dari kata as-sukun. Di katakan di dalam bahas Arab Tamaskana Ar-Rajul apabila seseorang lembut, rendah
hati, khusyu’ dan tunduk.
29
Di antaranya sabda Nabi kepada orang yang shalat :
ت ء
س ت
س ن
ت ع
أ س
ك
“ melemahlah, tenanglah dan tundukkan kepalamu.”
30
Maksud dari hadis di bawah tersebut hendaklah engkau khusyu’ dan merendahkan diri dihadapan Allah SWT.”
31
Di antara dalil yang ibnu Qutaibah sampaikan: Sesungguhnya Rasulullah SAW jika memohon Kemiskinan yang berarti kefakiran, niscaya Allah SWT melarang
permohonan tersebut. Karena Allah SWT telah menjaminnya menjadi orang yang
26
Telah di takhrij di dalam pembahasan ini
27
Muhammad Abdurrahim, Ta’wil hadits-hadits yang dinilai kontradiktif,Jakarta : Pustaka
Azzam hal. 279
28
Muhammad Abdurrahim, Ta’wil hadits-hadits yang dinilai kontradiktif,Jakarta : Pustaka
Azzam hal. 279
29
Muhammad Abdurrahim, Ta’wil hadits-hadits yang dinilai kontradiktif,Jakarta : Pustaka
Azzam hal. 280
30
HR. Ibnu Majah. Dalam Sunan-nya 1319
31
HR. Al- haitsami dalam majma’ az-zawaid 116
berkecukupan dan mampu dengan air yang diciptakan untuknya, sekalipun Allah tidak memberikan uang dirham yang berlimpah ruah.
32
Allah SWT berfirman,
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? 7. dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. 8. dan Dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
Kalimat al’ail kekurangan adalah orang miskin faqir yang memiliki
keluarga atau tidak memiliki keluarga. Kalimat al mu’il adalah orang fakir yang
memiliki keluarga, baik ia meiliki harta atau tidak.
33
Ibnu Qutaibah juga menambahkan bahwa, tidak pernah mendengar Nabi siapapun, sahabat manapun, ahli ibadah dan para mujtahid manapun berdoa, ” Ya
Allah fakirkanlah diriku dan janganlah engkau memberikan kepadaku.” Dan tidak dengan cara seperti itu Allah SWT memperbudak manusia, tetapi Allah memperbudak
manusia agar mereka berdoa, “Ya Allah berikanlah aku rezeki, ya Allah sehatkanlah
aku.”
34
Uraian di atas menunjukan bahwa dalam memberikan jalan keluar terhadap pertentangan hadis-hadis tersebut, Ibnu Qutaibah tidak hanya memahaminya melalui
pendekatan bahasa saja, namun juga berdasarkan bukti-bukti lain yang ada kaitannya dengan hadis yang bersangkutan.
Setelah menganalisa pendapat Ibnu Qutaibah beserta ulama hadis mengenai arti miskin ternyata tidak ada pesinggungan, yang berarti maksud dari miskin adalah
tawadhu.
32
Muhammad Abdurrahim, Ta’wil hadits-hadits yang dinilai kontradiktif,Jakarta : Pustaka
Azzam hal. 280
33
Muhammad Abdurrahim, Ta’wil hadits-hadits yang dinilai kontradiktif,Jakarta : Pustaka
Azzam hal. 281
34
HR. al- Hindi dalam kanz al ‘Ummal 3745