Faktor-faktor yang Membentuk Kemiskinan

                Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. Pola interaksi destruktif antara manusia dan alam, berupa eksploitasi alam tanpa melakukan analisis dampak lingkungan, kecenderungan untuk menghabiskan seluruh potensi alam, keengganan mengadakan peremajaan demi kelangsungan alam, dan sebagainya. Akibat dari pola interaksi demikian ialah kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak, baik generasi yang sedang berlangsung maupun generasi selanjutnya. 12

2. Faktor Kultural

Manusia memegang seluruh kendali atas apa yang terjadi, begitu juga dalam konteks kemiskinan. Akibat dari kemalasan, kebodohan, dan keterbelakangan dalam berbagai hal inilah, maka permasalahan kemiskinan muncul. Menurut kaum konservatif kemiskinan tidak bermula dari struktur sosial tetapi berasal dari karakteristik khas orang-orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin, karena ia tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa kewirausahaan, tidak ada hasrat berprestasi, dan sebagainya. Orang-orang miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya sendiri. 12 Saad Ibrahim, Kemiskinan dalam Perspektif al-Quran, h.52-55 Al-Quran mengajarkan dalam kondisi yang amat lemah pun manusia harus mengaktualisasikan sisa-sisa potensi yang ia miliki. Hal ini digambarkan al-Quran lewat kisah perjalanan Siti Maryam ketika melahirkan Nabi Isa. Maryam diperintahkan untuk menggoyang pohon kurma agar buahnya yang ranum berguguran. Bukan persoalan bagaimana pohon kurma itu dapat digoyangkan, tapi bagaimana Siti Maryam yang dalam posisi mau melahirkan kondisi fisik dan psikisnya lemah bekerja keras untuk dapat menggoyangkan pohon kurma itu. Dengan mengaktualisasikan sisa-sisa potensi yang ia miliki, Maryam telah berhasil mengatasi prolemnya, yaitu yakin ada makanan untuk dimakan demi mengembalikan kekuatannya setelah melahirkan. Berdasarkan uraian diatas, cukup beralasan bahwa sebagian dari sebab- sebab terjadinya kemiskinan kaitannya dengan kondisi manusia itu sendiri adalah kurang percaya pada kemampuan yang dimilikinya, keengganan mengaktualisasikan potensi yang ada dalam bentuk kerja nyata yang serius, pola hidup konsumtif dan boros, keengganan mencari ilmu, serta keengganan memberikan respek optimal terhadap perputaran waktu. 13

3. Faktor Struktural

Dalam faktor ini, seseorang memandang persoalan kemiskinan bukan hanya dari satu hal, tetapi memiliki keterkaitan dengan banyak hal. Kemiskinan bukan sekedar masalah sifat hidup seseorang, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial dan berbagai hal lain yang melekat dalam kehidupan masyarakat. 13 Saad Ibrahim, Kemiskinan dalam Perspektif al-Quran, h.26 Hal senada dijelaskan pula oleh budayawan Mangun Wijaya. Beliau menyatakan bahwa “kemiskinan WAW timbul karena struktur, mereka sebenarnya bukan orang miskin, tetapi dibuat miskin oleh suatu struktur”. Sementara itu, kaum radikalis menekankan peranan struktur ekonomi, politik dan sosial. Mereka miskin karena memang dilestarikan untuk miskin. Kemiskinan mempunyai fungsi yang menunjang kepentingan kelompok dominan, rulling elites,atau kelas kapitalis. Negara-negara terbelakang menjadi miskin karena memang secara terencana dimiskinkan. Pembangunan yang terjadi kata Strohmhanyalah entwickelung der unterentwickelung pembangunan keterbelakangan. 14 Menurut Sa’ad Ibrahim yang dimaksud dengan sebab-sebab kemiskinan yang berkaitan dengan kondisi struktural adalah tindakan- tindakan dan keputusan-keputusan the rulling class mengenai harta kekayaan yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan. Menurut Sa’ad, salah satu sebab kemiskinan yang berkaitan dengan kondisi sosial ialah terkonsentrasinya modal di tangam orang-orang kaya. Terkonsentrasinya modal di tangan mereka menyebabkan orang-orang fakir tidak memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi demi meraih prestasi dibidang ekonomi. Memiliki potensi saja tanpa didukung modal tidak akan mewujudkan kesejahteraan hidupnya secara optinal. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran ayat 7 surat al-Hasyr sebagai berikut: 14 Sri Edi Swasono, Al Muzammil dan Amri Yusra, Sekitar Ekonomi dan Kemiskinan Jakarta: UI Press, 1988, h.25                                          Artinya : apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada RasulNya dari harta benda yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. Dalam ayat ini, harta rampasan perang hanyalah menjadi salah satu contoh yang ditunjukan oleh al-Quran, yang harus dibagi berdasarkan prinsip keadilan. Esensi ayat ini terletak pada tuntutan diwujudkannya keadilan dalam bidang ekonomi, tidak hanya harta rampasan perang saja, tetapi juga meliputi komoditas ekonomi lainnya. Indikasi terwujudnya keadilan di bidang ekonomi ialah jika kesempatan untuk mendayagunakan sumber-sumber ekonomi terbuka bagi setiap orang, tidak hanya terbuka bagi kalangan tertentu saja khususnya kalangan orang-orang kaya. Kelanjutan daari kezaliman bidang ekonomi yaitu terjadinya kecenderungan hidup mewah para penguasa, yang pada gilirannya memicu kehancuran. Dalam hal ini al-Quran mengingatkan melalui surat al- Isra’ ayat 16 sebagai berikut:                Artinya : dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya mentaati Allah tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan ketentuan kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur- hancurnya. Sudah barang tentu jika penguasa suatu negeri memiliki karakter yang jahat, maka konsekuensi logisnya terjadi berbagai bentuk kezaliman berupa undang-undang, peraturan-peraturan, dan keputusan-keputusan yang justru merugikan orang banyak, terutama bagi mereka yang lemah, termasuk golongan orang fakir miskin. Dengan demikian jelas adanya keterkaitan antara terjadi dan langgengnya kemiskinan dengan kezaliman penguasa. 15

C. Kondisi dan Wajah Kemiskinan di Masyarakat

Kemiskinan sebagai suatu realitas kehidupan yang sering membuat kelimpungan para pemimpin, terlebih di kalangan pemimpin formal, baik pada ranah lokal maupun nasional dan global. Dalam beberapa dekade ini banyak dilakukan kajian, diskusi, dan retorika tentang kemiskinan oleh banyak pihak, baik kalangan pemerintah maupun swasta. Bahkan pada sisi lain terjadi perang opini bahwa kemiskinan dijadikan komoditas yang menghasilkan keuntungan bagi beberapa pihak. Kecurigaan yang melatar belakangi opini tersebut berangkat dari otak-atik terhadap fakta bahwa banyak program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah maupun swasta LSM, namun pada kenyataannya kemiskinan belum mengalami peningkatan yang signifikan berkurangnya orang miskin. 15 Saad Ibrahim, Kemiskinan dalam Perspektif al-Quran, h.97 Menurut data BPS 16 , jumlah penduduk miskin di Indonesia pada beberapa tahun belakangan ini adalah: Tahun Jumlah juta jiwa dari total penduduk 2010 31,02 13,33 2009 32,53 14,15 2008 34,96 - 2007 37,17 16,58 Kemiskinan bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di seluruh dunia. Para ahli ilmu-ilmu sosial telah menyusun berbagai statistik untuk mengetahui luasnya kemiskinan di seluruh penjuru dunia dengan berpatokan pada beberapa indikator tertentu, antara lain kekurangan makanan, perkiraan usia rata-rata ketika dilahirkan dan lain-lain. Makanan merupajan kebutuhan pokok yang dipenuhi oleh setiap orang, sedangkan usia rata-rata mencerminkan sejauh mana pengaruh berbagai jenis kekurangan pada diri seseorang. Selain kedua ukuran biologis diatas ditambah pula unsur ketidaktahuan sebagai indikator yang berkaitan dengan kemajuan sosial. Bagi PBB, ketiga indikator ini memberikan gambaran singkat namun jelas sejauh mana tersebarnya kemiskinan dengan berbagai gejalanya yang beraneka ragam. Berdasarkan ketentuan ini, pada tahun 1971 PBB menyusun daftar nama negara di seluruh dunia yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu negara maju, negara berkembang, serta negara miskin yakni negara yang palng miskin dan terbelakang secara materil atau yang paling sedikit pertumbuhan ekonominya. 16 Lilies dan Achmad, Ormas Agama, h.32 Kelompok pertama negara maju, merupakan dua puluh lima persen dari seluruh penduduk. Dengan demikian negara berkembang dan negara miskin merupakan 75 dari seluruh penduduk dunia. Pada tahin 1971, Majelis Umum PBB menghitung jumlah negara-negara miskin yang terbelakang sebanyak 24 negara. Jumlah tersebut pada tahun 1975 bertambah dengan empat negara dan pada tahun 1977 bertambah lagi dengan tiga negara. Terakhir jumlah negara- negara tersebut mencapai 36 negara setelah ditambahkan lagi dengan 5 negara lainnya. 17 Daftar tersebut memuat 25 negara di Afrika, 8 di Asia, 2 si Pasifik dan 1 di Amerika. Adapun penduduknya di negara-negara ini Asia dan Afrika terdiri dari kaum muslimin, empat diantaranya menjadi Liga Arab. Berikut daftar negara-negara tersebut: 18 Negara-negara termiskin di dunia dan yang paling terbelakang DI AFRIKA DI ASIA 1. Chad 14. Kepala Hijau 26. Afghanistan 2. Guinea 15. Burundi 27. Bangladesh 3. Mali 16. Benine 28. Bhutan 4. Niger 17. Botsana 29. Yaman Utara 5. Somalia 18. Lesoto 30. Yaman Selatan 6. Sudan 19. Malawi 31. Kep.Maladewa 7. Garabia 20. Ruanda 32. Nepal 8. Tanzania 21. Uganda 33. Laos 9. Volta Hulu 22. Jibouti DI OCEANIA 10. Etiophia 23. Guiena Kh 34. Samo Barat 11. Huinea Bissau 24. Satomi 35. Tonga 12. Kep.Kemarun 25. Sichel DI AMERIKA 13. Afrika Tengah 36. Haiti 17 Nabl Subhi At-thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di negara-negara muslim Bandung: Mizan,1990 cet.II. h.36 18 Nabl Subhi At-thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di negara-negara muslim Bandung: Mizan,1990 cet.II, h.38