1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
.
Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah saat ini cukup signifikan, seiring jalan dengan tanggapan masyarakat yang sangat positif dengan
keberadaan lembaga keuangan syariah yang ada. Hal tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS. Lembaga
ini dapat menjangkau masyarakat kalangan ekonomi mikro kecil dan menengah. Kedudukan LKMS Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang antara lain
dipresentasikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS, Baitul Mal wat- Tamwil BMT dan Koperasi Pondok Pesantren Kopontren, lembaga ini
mempunyai peran yang cukup strategis dalam menjangkau transaksi syariah mikro kecil dan menengah.
Dari banyaknya lembaga keuangan yang berkembang. BPR Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan yang masih diminati oleh masyarakat
khususnya masyarakat di daerah pedesaan. Berdirinya BPR Syariah di Indonesia selain didasari oleh tuntutan bermualamah secara Islam yang merupakan
keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga sebagai langkah aktif dalam rangka rekstukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan
dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.
Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992, Bank syariah diposisikan sebagai Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS. Dalam pasal
6 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 di pertegas bahwa: pertama, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
1
Pertumbuhan BPRS dari tahun 2009 sampai 2014 terus mengalami peningkatan yang cukup pesat, ini di karenakan persyaratan pendirian yang relatif
lebih ringan, dan dengan melayani operasi perbankan lokal, jumlah BPRS meningkat relatif cepat dibandingkan dengan bank syariah maupun unit usaha
syariah. Dalam laporan pertumbuhan perbankan syariah LPPS yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia tahun 2014, perkembangan BPRS pada tahun
2014 berada dalam kondisi yang cukup baik. Perkembangan tersebut dikarenakan BPRS telah dapat melakukan konsolidasi pasca kritis keuangan global tahun 2009
dengan melakukan ekspansi usaha baik pada sisi penghimpunan dana funding maupun pada sisi penyaluran dana atau pembiayaan financing. Dapat dilihat dari
perkembangan dari jumlah kantor BPRS di Indonesia pada tahun 2009 sampai tahun 2014 dibawah ini.
1
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perbankan Syariah No. 101998,9-10
Grafik 1.1 Jumlah Kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tahun 2009-2014
Sumber : Bank Indonesia data diolah Dari grafik 1.1 diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan BPRS dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatan yang cukup baik dari tahun ke tahun, mulai tahun 2009 berjumlah 225 kantor dan138 bank, 2010
286 kantor dan 150 bank, sampai pada tahun 2014 mencapai 477 kantor dan 163 bank, hal tersebut menunjukkan bahwa BPRS terus mengalami pertumbuhan yang
baik di masyarakat dilihat dari jumlah kantor yang terus meningkat dan bertambah disetiap tahunnya.
Di dalam jasa-jasa perbankan, pembiayaan adalah satu satu jasa yang paling diminati oleh masyarakat akhir-akhir ini. Pembiayaan yang terkenal pada
bank syariah yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, serta ada juga pembiayaan dengan cara jual beli. Pertumbuhan penyaluran pembiayaan
pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah cukup mengalami kemajuan disetiap
120 160
200 240
280 320
360 400
440 480
2009 2010
2011 2012
2013 2014
jumlah bank jumlah kantor
bulannya, bisa dilihat dari tabel pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai berikut.
Grafik 1.2 Pertumbuhan Pembiayaan di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sumber : Bank Indonesia data diolah Dapat dilihat dari grafik 1.2 di atas bahwa pembiayaan pada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah tiap bulannya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini menunjukkan besarnya minat masyarakat khususnya masyarakat
menengah ke bawah dalam memakai jasa lembaga keuangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha kecil menengah
UKM. Semakin meningkatnya penyaluran pembiayaan pada bank, maka semakin
besar pula resiko pembiayaan dalam menyalurkan dananya. Hal tersebut terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh kembali sebagian atau seluruh pembiayaan
yang disalurkan atau investasi yang sedang dilakukannya. Resiko pembiayaan
10 11
12 13
14 15
16
I II
III IV
I II
III IV
I II
III IV
I II
III IV
I II
III IV
I 2010
2011 2012
2013 2014
LN Mudharabah LN Musyarakah
LN Murabahah
dapat mempengaruhi kinerja pada bank syariah. Hal ini disebabkan ketika tingkat jumlah pembiayaan bermasalah NPF menjadi besar, semakin besar pula jumlah
kebutuhan biaya penyisihan penghapusan pembiayaan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan. NPF yang tinggi akan
memperbesar biaya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Grafik 1.3
Pertumbuhan NPF pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sumber : Bank Indonesia data diolah Daapat dilihat dari grafik 1.3 diatas bahwa semakin banyak penyaluran
pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah justru berdampak banyaknya pembiayaan bermasalah NPF pada setiap tahunnya, walaupun mengalami
peningkatan yang fluktuatif naik dan turun, akan tetapi tingkat NPF semakin naik dari tahun sebelumnya hingga pada tahun terakhir ini.
Semakin tinggi rasio NPF maka akan semakin buruk kualitas pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar, dan oleh
6 7
8 9
10 11
I II
III IV I
II III IV
I II
III IV I
II III IV
I II
III IV I
2010 2011
2012 2013
2014
NPF
karena itu bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan laba yang selanjutnya disebut ROA
dalam perbankan syariah yang diperoleh bank.
2
Dapat dilihat pada grafik 1.3 NPF diatas, bahwa resiko pembiayaan bermasalah yang didapatkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah setiap
tahunnya mengalami fluktuatif yang cukup tajam, namun pada periode 2010 hingga 2015 NPF pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah terus mengalami
peningkatan, hal ini tentu saja dapat mempengaruhi laba bank dan profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia.
Semakin tinggi rasio NPF dalam penyaluran pembiayaan pada bank, perlunya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan dana bank. Bank Indonesia
membuat ketentuan mengenai kecukupan Modal atau Capital Adequecy Ratio CAR untuk memenuhi kewajiban modal minimum guna menjaga resiko yang
mungkin terjadi dan Bank Indonesia menetapkan 8 sebagai kewajiban penyediaan modal minimum.
3
Maka kecukupan modal sangat penting guna menjaga stabilitas pendanaan dan menjaga kinerja pada Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah. Dilihat dari pertumbuhan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang semakin
mengalami kemajuan yang positif pada setiap tahunnya, maka diperlukan untuk mengukur kinerja pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, hal ini diharapkan dapat
2
Kasmir. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Edisi 6, 2005 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. h. 82
3
Peraturan Bank Indonesia No. 1026PBI2008
menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan bank berbasis bunga. Salah satu indikator untuk menilai kinerja keuangan bank adalah melihat tingkat
profitabilitasnya serta tingkat efisiennya. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return On Assets ROA. ROA memfokuskan kemampuan perusahaan
untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan semakin baik, karena tingkat kembalian return
semakin besar. Memperhatikan hal-hal yang telah diidentifikasi di atas, mendorong minat
dan gagasan penulis untuk mengangkatnya menjadi bahan dan judul skripsi. Atas dasar itulah penulis memilih judul
“ Pengaruh Penyaluran Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan
Murabahah, dan NPF Tehadap Kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Januari 2010
– Maret 2015
” dalam sebuah skripsi sebagai tugas akhr jenjang S1 yang ditempuh penulis.
B. Identifikasi Masalah