Pengembangan Program Dakwah ANALISIS

tadarus bersama, serta kegiatan ibadah lainnya tidak pernah terlewatkan dalam pelaksanaan program dakwah di sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah. Di samping itu, tidak terlepas kegiatan wisata rohani bagi para siswa ke sejumlah tempat, seperti pondok Pesatren Darut tauhid, dan Pesantren Aj-Jaitun. Strategi pengajaran keagamaan ini mendapat sambutan cukup baik, menurut kepala sekolah, dari para siswa, guru, dan orang tua murid. 52 Langkah ini ditempuh sekolah agar pengajaran keagamaan dan penyebaran dakwah itu lebih bersifat variatif dan mampu menarik para orang tua untuk ikut bersama dalam kegiatan tersebut.

B. ANALISIS

1. Pengembangan Program Dakwah

Dari temuan penulis di lapangan selama penelitian, dapat dianalisis di sini mulai dari sisi bentuk program dakwah yang dikembangkan di sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah, tahapan-tahapan yang dilalui dalam pelaksanaannya, serta hasil atau manfaat yang dapat dirasakan dari pelaksanaan program tersebut. Dari sisi jenis program dakwah yang dikembangkan di sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah, penulis melihat bahwa program itu sudah seperti pada umumnya sekolah-sekolah di Jakarta, yaitu memasukan pelajaran atau pendidikan agama Islam dalam sebuah kurikulum. Hanya saja, penulis melihat sebagai yayasan dan sekolah yang berbasis pada pengajaran dan pendidikan Islam, 52 + - ? - F E 4 sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah memberikan porsi yang lebih dalam pengajaran agama Islam dibanding pengajaran mata pelajaran lainnya. Meski bila dibanding mata pelajaran umum yang cukup banyak diajarkan, namun program dakwah melalui pemberian pengajaran agama waktunya cukup banyak. Selain para murid menerima pelajaran di ruang kelas, tapi juga mereka mendapatkan di luar kelas melalui program bimbingan dan mentoring atas kelompok-kelompok belajar tersebut. Dari segi metode dan pendekatan yang dikembangkan, penulis melihat sangat berbeda dengan metode pada umumnya sekolah dalam mengajarkan materi mata pelajaran pendidikan agama Islam, dan berbeda dengan mata pelajaran lainnya yang diajarkan di sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah. Dengan pendekatan diskusi secara terbuka di antara siswa, ini menjadikan siswa lebih berpikir secara kritis dan akademis sesuai dengan persoalan yang dibahas. Manfaat lain yang dilihat penulis dari metode pengajaran pendidikan agama Islam yang dilakukan melalui mentoring dan diskusi itu, menjadikan siswa menjadi lebih terbuka dan mau ikut berpartisipasi dalam berbagai persoalan, meski hanya sekadar memeberikan pendapat dan masukan. Keterlibatan para siswa dalam berbagai persoalan isu sosial keagamaan yang terjadi di masyarakat membuat nilai lebih sekolah ini dibanding sekolah yang sama di Jakarta. Membangun akhlak yang bagus dengan diwujudkan melalui bentuk solidaritas dan empati siswa kepada setiap masyarakat atau kepada setiap persoalan yang dihadapi, penulis melihat bukan hanya dilakukan melalui pemberian pengetahuan dan pengajaran. Ternyata penulis juga melihat sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah ini mampu menciptakan alternative lain yang lebih dekat dan bernuansa keakraban di antara para siswa. Program penyambutan PHBI dan bakti sosial, penulis melihat merupakan wujud dari upaya itu. Program dakwah yang dikembangkan sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah itu disadari tidak cukup hanya melalui pengajaran dan pemenuhan kemampuan ranah kognitifnya, tapi juga diperlukan diolah kemampuan rasa empati dan solidaritasnya kepada sesama masyarakat. Penulis dalam hal ini kegiatan tersebut tidak hanya bermanfaat bagi pemenuhan rohani semata dengan mendengarkan ceramah atau pengajian dari seorang dari pada peringatan setiap PHBI itu, tapi juga penulis melihat lebih dari itu. Dari kegiatan itu, penulis melihat ternyata mampu membangun suasana keakraban dan gotong royong, peduli pada sesama, dan perhatian terhadap mereka yang kurang mampu. Bila dilihat dari itu maka penulis menganalisis bahwa bentuk dan jenis program dakwah yang dikembangkan sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah ini telah cukup tepat. Selain itu, penulis juga melihat bahwa upaya perumusan rencana bentuk- bentuk program dakwah yang banyak itu, tidak hanya sekadar meniru program sekolah lain yang sudah diberlakukan. Melainkan penulis melihat bahwa itu merupakan inisiatif dari pihak sekolah agar memungkinkan para siswa itu tidak jenuh dalam menerima pengajaran agama yang hanya diterima mereka melalui jam-jam pelajaran di kelas. Pemberian pelajaran agama di kelas disadari betul oleh pihak sekolah dan guru. Bahwa hal tersebut sangat kurang dan minim untuk membuat perubahan yang besar dari sisi kemampuan para siswa dan akhlak sehari-harinya yang itu merupakan pengaruh dari dakwah yang disampaikan melalui pengajaran agama di kelas. Di kelas siswa tidak jarang mendapat gangguan atau semacamnya. Untuk itu pihak sekolah menambah variasi pengajaran agama dalam bentuknya yang lain. Melalui penyelenggaraan program mentoring dan dakwah sistem langsung, penyelenggaraan hari besar keagamaan, pelengkapan kegiatan minat dan bakat melalui penyelenggaran pelatihan seni marawis, semakin menambah variasi penyebaran nilai-nilai Islam kepada para siswa. Meski tidak harus didikte secara terus menerus, para siswa dengan sendirinya akan sadar dan merasakan manfaat dari transfer pengetahuan keagamaan tersebut. Dengan melihat penjelasan dan analisis di atas, pun penulis dapat dengan mudah menilai dan menganalisa bahwa tahapan pelaksanaan pengembangan program dakwah di sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah itu telah dilakukan secara seksama sehingga menghasilkan program yang tepat dan dirasakan manfaatnya secara lebih luas oleh para pimpinan sekolah, guru, murid, wali murid, dan komite sekolah. Strategi yang digunakan serta pendekatan yang dipilih dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai ajaran Islam, pun dilakukan, menurut penulis telah cukup tepat. Melihat pendekatan yang bersifat terbuka, pendekatan secara persuasive berusaha mengatasi berbagai persoalan remaja dan sosial masyarakat yang dihadapinya, dilakukan secara dialog, diskusi interaktif, dan partisipatif menjadikan para siswa itu menjadi sangat tertarik karena mereka merasa memiliki terhadap forum itu. Dibanding dengan pendekatan secara monolog, pihak guru berbicara, pidato di depan, tanpa ada sesi Tanya jawab, menjadikan para siswa itu dihinggapi rasa jenuh dan malas. Akhirnya proses transfer pengetahuan dan penyebaran ilmu agama itu memungkinkan akan terjadi kegagalan, bila tidak dikatakan jam pelajaran itu bubar. Pemilihan metode ini, penulis menganalisa cukup penting, terutama bila melihat siswa pada usia remaja yang berusaha ingin menunjukkan diri secara psikologis tentang jati dirinya. Forum pengajaran seperti yang berlaku di sekolah SMK Islam Assa’adatul Abadiyah ini cukup memberikan ruang terbuka bagi para siswa. Dalam kondisi ini pun penulis melihat transfer pengetahuan dan penyebaran nilai-nlai agama Islam itu tidak dilakukan secara paksa atau dijejali pikiran dan otak para siswa itu. Melainkan proses ini berlangsung secara terbuka dan kritis bagi para siswa, untuk bertanya, mendebat, atau bahkan menyangkal berbagai hal tentang persoalan sosial keagamaan.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Dakwah