Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

periode tertua dari umat manusia ini, dikeruhkan pula oleh ideology subyektif dan keyakinan keagamaan. 7 contoh dalam hal hak waris anak yang murtad, dapat kita ketahui bahwa sesorang yang telah murtad akan menjadi penghalang dalam hak kewarisannya. Berdasarkan Hadist Rasul Rawahu Abu Badrah, menceritakan bahwa saya telah diutus oleh Rasulullah SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan isteri bapaknya, Rasulullah SAW menyuruh supaya dibunuh laki-laki tersebut dan membagi hartanya sebagai harta rampasan karena ia murtad. 8 Seperti dalam pengertian ahli waris itu sendiri orang yang berhak mendapatkan hak waris adalah seorang muslim. Karena berlainan agama adalah perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan. Para ahli hukum Islam Jumhur Ulama sepakat bahwa orang nonislam kafir tidak dapat mewarisi harta orang Islam lantaran status orang nonislam kafir lebih rendah. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam surah An- Nisaa’ ayat 141:        141. Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. 7 A.Pitlo dan J .E. Kasdrop, Hukum Waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta: Intermasa, 1994, cet. Ke-4, h. 9 8 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, h. 115 Apabila seorang ahli waris yang berbeda agama beberapa saat sesudah meninggalnya pewaris lalu masuk Islam, sedangkan peninggalan belum dibagi- bagikan maka seorang ahli waris yang baru masuk Islam itu tetap terhalang untuk mewarisi, sebab timbulnya hak mewarisi tersebut adalah sejak adanya kematian orang yang mewariskan, bukan saat kapan dimulainya pembagian harta peninggalan. Padahal pada saat kematian si pewaris, ia masih dalam keadaan nonislam kafir. Jadi, mereka dalam keadaan berlainan agama. 9 Imamiyah telah menetapkan bahwa perbedaan agama menghalangi non- Muslim dan orang murtad untuk mewarisi dari Muslim, namun tidak menghalangi Muslim untuk mewarisi dari non-Muslim dan murtad. Maka, bila seorang non- Muslim mempunyai seorang anak Muslim, maka anaknya mewarisinya bahkan anaknya itu menghalangi ahli waris lainnya yang non-Muslim untuk mendapatkan warisan. 10 Dalam pasal 172 KHI dijelaskan ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan 9 Moh. Muhubbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, cet ke-2, h. 78 10 Muhammad Abu Zuhrah, Hukum Waris Menurut Imam Ja’far Shadiq, Jakarta: Lentera, 2001 , cet ke-1, h. 83 bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. 11 Dalam kenyataan ahli waris yang murtad dapat bagian waris, melalui wasiat wajibah anak murtad dapat bagi waris dan pengertian wasiat wajibah itu sendiri adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak pengaruhi atau tidak bergantung pada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia, melainkan didasarkan kepada Putusan Pengadilan Agama. Hal ini sejalan dengan kepada Putusan Pengadilan Agama. Hal ini sejalan dengan Yurispudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 368. KAG1995, tanggal 16 Juli 1998, tanggal 29 September 1999. Disini terlihat bahwa adanya kejanggalan dalam penyelesaian penetapan waris terhadap anak murtad, karena pada KHI, hadits, dan ulama fiqih sangat menutup kesempatan anak murtad untuk mendapatkan hak waris karena seseorang muslim yang hanya menerima hak waris dari orang muslim. Selain itu jika dilihat dari kacamata HAM seseorang hanya keluar dari agama yang dianut bukan suatu kejahatn yang disamakan dengan orang yang membunuh atau memfitnah. Karena manusia mempunyai hak untuk hidup, hak beragama dan hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum. 12 Di lihat dari latar belakang yang ada, ditakutkan akan ada kasus-kasus semacam ini di ranah masyarakat dikarenakan kelalaian hakim dalam mengutus suatu 11 Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007, h.57 12 http:www.hukor.depkes.go.id “Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang HAM”, diakses pada 27 Desember 2013 perkara. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mencoba menganalisis putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK WARIS TERHADAP ANAK MURTAD” Analisis putusan hakim Pengadilan Jakarta Utara No. 84Pdt.P2012.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.

Pembatasan Masalah Agar pembahasan terarah dan lebih spesifik, maka perlu ditentukan batasan masalah yang akan dibahas. Adapun pembatasan masalah yang akan dibahas sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas sesuai dengan permasalahan yang timbul dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut : a. Pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut. b. Apa akibat hukum dari putusan tersebut.

2. Perumusan Masalah

Menurut dalil fikih dalam kitab Al-Tirkah wal Mirats fil Islam dimana dikatakan tidak ada saling mewarisi antara orang muslim dengan non muslim. Tetapi dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara anak murtad justru mendapatkan warisan dan diganti wasiat wajibah, rumusan masalah pada proposal ini penulis sajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa pertimbangan yang digunakan oleh majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara pada perkara Nomor 84Pdt.P2012PA JU? 2. Bagaimana keputusan majelis Hakim ber serta akibat hukum dari putusan tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan melihat pokok permasalahan sebagaimana diuraikan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah: 1. Untuk memahami keputusan Hakim Pengadilan Agama dalam menetapkan hak waris terhadap anak murtad setelah murtad. 2. Untuk mengetahui apa yang dijadikan dasar atau pertimbangan hakim pengadilan agama dalam menentukan putusan tersebut serta akibat putusan tersebut. Adapun manfaat yang akan didapatkaan dalam penelitian diantaranya adalah: 1. Bagi Penulis a. Mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dan dapat memperluas pengetahuan khususnya dalam bidang waris. b. Mengetahui kondisi yang terjadi dilapangan khusunya di dalam lingkup pengadilan agama. c. Membandingkan teori yang telah ada dengan permasalahan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. 2. Bagi Masyarakat a. Memberikan informasi bagi semua kalangan masyarakat tentang hak waris atas anak murtad dan akibat hukumnya. b. Memberikan informasi tentang keputusan Hakim Pengadilan Agama mengenai penetapan hak waris anak murtad. 3. Bagi Institusi a. Memberikan informasi bagi institusi mengenai apa saja dasar Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan penetapan hak waris anak murtad. 4. Bagi Universitas a. Menambah referensi bagi temen-temen dalam mempelajari hukum waris serta akibat hukumnya. b. Mengatahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmu pengetahuannya. c. Memberikan gambaran tentang kesiapan dan kelayakan mahasiswa dalam menangani masalah dilapangan.

D. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini kualitatif bersifat pendekatan survey. Yaitu data yang diperoleh meliputi transkip interview, catatan lapangan, dokumen pribadi dan lain-lain, kemudian menganalisa isi putusan, untuk melihat sejauh mana proses penyelesaian para hakim dalam menyelasaikan perkara hak waris anak murtad. 2. Pendekatan Dalam penulisannya memakai metode pendekatan, bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau menentukan frekuensi penyebaran dan suatu gejala lain dimasyarakat 3. Sumber data dan proses pengumpulan data a. Data primer Data primer berbentuk putusan dan berita acara yang didapatkan dari pengadilan agama.