Pengertian Anak Murtad Hak Waris Anak Murtad (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor: 84/Pdt.P/2012/PA.JU)

dalam beriman dia tidak berdosa, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.                    12. jika mereka merusak sumpah janjinya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti. 53

3. Hal-hal yang menyebabkan Murtad

seorang muslim tidak dianggap keluar dari agama Islam murtad kecuali apabila yang bersangkutan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan dia kufur serta diyakininya dalam hati adapun pernyataan atau perbuatan yang menyebabkan kufurnya seorang muslim antara lain: 1. Mengingkari keesaan Allah SWT., mengingkari adanya malaikat atau kenabian Nabi Muhammad SAW., mengingkari adanya kebangkitan di hari kiamat, dan mengingkari wajibnya shalat lima waktu, zakat, puasa, dan haji. 53 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hlm 66 2. Menghalalkan yang haram, sepertinya menghalalkan minum khamr minuman keras, zina, riba, dan makan daging babi. 54 3. Mengharamkan yang halal, seperti mengharamkan makanan yang dihalalkan. 4. Mencaci dan menghina Nabi Muhammad SAW., atau pun para Nabi yang lainnya. 5. Mencaci dan menghina Kitab Suci al-Qur’an dan Sunnah Nabi. 6. Mengaku bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Allag SWT. 7. Melemparkan Kitab Suci al-Qur’an atau Kitab Hadis ke dalam kotoran, dengan sikap atau tujuan menghinakan dan meremehkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. 8. Meremehkan salah satu dari nama-nama Allah, atau meremehkan perintah- perintah maupun larangan-larangan-Nya. 55

D. Sanksi Hukum

1. Sanksi Hukum

Dari ayat alqur’an yang dijadikan dasar hukum di atas, dapat diketahui bahwa sanksi terhadap orang yang murtad adalah dibunuh. Sanksi hukum dimaksud, disepakati oleh pakar hukum Islam Klasik bagi kaum pria sedangkan sanksi terhadap perempuan yang murtad ada perbedaan pendapat. Menurut Abu Hanifah sanksinya adalah dipenjara bukan dibunuh, sedangkan jumhur fuqaha mayoritas ahli fiqh, 54 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hlm 65-66 55 Ibid, hlm 65-66 menolak pendapat Abu Hanifah dan sepakat bahwa hukuman mati terhadap orang murtad berlaku bagi pria dan wanita. 56 Konskuensi hukum secara moral terhadap orang murtad sama dengan orang kafir harbi, yaitu putus hubungan kemasyarakatan secara totalitas, termasuk hubungan suami-istri, pertalian darah, dan pembagian harta warisan. Yang disebutkan terakhir itu, adalah tidak boleh saling mewarisi antara anak dengan ayah, ibu, suami dengan istri karena ada perbedaan agama. 57

2. Warisan Anak Murtad

Ulama ahli tafsir, hadits, dam fikih bersepakat bahwa perbedaan pendapat agama pewaris dan ahli waris menjadi penghalang untuk mendapatkan harta warisan. Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : َﻢﯿِھا َﺮْﺑِإ ُﻦْﺑ ُقﺎَﺤْﺳِإَو َﺔَﺒْﯿَﺷ ﻲِﺑَأ ُﻦْﺑ ِﺮْﻜَﺑ ﻮُﺑَأَو ﻰَﯿْﺤَﯾ ُﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ – ﻰَﯿْﺤَﯿِﻟ ُﻆْﻔﱠﻠﻟاَو – ﺎَﻨَﺛ ﱠﺪَﺣ : ِناَﺮَﺧﻵا َلﺎَﻗو ،ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَأ : ﻰَﯿْﺤَﯾ َلﺎَﻗ – ِﻦْﺑ ﱢﻲِﻠَﻋ ْﻦَﻋ ،ﱢيِﺮْھﱡﺰﻟا ِﻦَﻋ َﺔَﻨْﯿﯿُﻋ ُﻦْﺑا َﻋ ،ٍﻦْﯿَﺴُﺣ ُثِﺮَﯾ َﻻ : َلﺎَﻗ َﻢَﻌْﻠَﺻ ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟا ﱠنَأ ،ٍﺪْﯾَز ِﻦْﺑ َﺔَﻣ ﺎَﺳُأ ْﻦَﻋ ،َنﺎَﻤْﺸُﻋ ِﻦْﺑ وِﺮْﻤَﻋ ْﻦ .َﻢِﻠْﺴُﻤْﻟا ُﺮِﻓﺎَﻜْﻟا ُثِﺮَﯾ َﻻَو ،َﺮِﻓﺎَﻜْﻟا ُﻢِﻠْﺴُﻤْﻟا 58 Yahya bin yahya, Abu Bakar bin Abu Syaibah, dan Ishaq bin Ibrahim menyampaikan kepada kami dengan lafaz milik Yahya – Yahya menggunakan lafaz akhbarana, sedangkan dua perawi lain menggunakan lafaz haddatsana – dari Ibnu Uyainah, dari az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari Amr bin Utsman, dari 56 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, cet ke 2, hlm 77 57 Ibid, hlm 77 58 Muslim bin al-Hajjjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits 4; Shahih Muslim 2, Jakarta: Almahira, 2012, cet ke 1, hlm 57.