Dasar Hukum Kewarisan Hak Waris Anak Murtad (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor: 84/Pdt.P/2012/PA.JU)

Terhitung semenjak tahun 1991, berdasarkan intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, bangsa Indonesia telah memiliki Kompilasi Hukum Islam KHI yang secara de facto maupun de jure menjadi pegangan utama umumnya para hakim dalam lingkungan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa hukum kewarisan yang diajukan oleh para pencari keadilan. Hukum kewarisan diatur dalam Buku III Kompilasi Hukum Islam yang lazim disingkat dengan sebutan KHI. 16 Buku II Kompilasi Hukum Islam, yang memuat hukum kewarisan, ini terdiri atas VI Bab dan 44 Pasal, yakni mulai Pasal 171 sampai 214. Buku II KHI pada dasarnya mengatur ihwal ketentuan umum Bab I Pasal 171, ahli waris Bab II Pasal 172-175, besarnya bagian [masing-masing ahli waris] Bab III Pasal 176- 191, auld dan rad Bab IV Pasal 192-193, wasiat Bab V Pasal 194-209, dan hibah Bab VI Pasal 210-214. 17

B. Rukun dan Syarat Waris

1. Rukun dan Syarat Waris

a. Hak-hak yang dapat dikeluarkan sebelum harta waris dibagikan kepada ahli waris 15 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, hlm 74-75 16 Muhamad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm 99 17 Ibid., hlm 100 Ada beberapa hal yang berkaitan dengan pembagian waris yang harus dipenuhi secara tertib, sehingga apabila hak yang pertama atau yang kedua meghabiskan semua harta waris maka tidak ada lagi pindah kepada hak-hak yang lain. 18 Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan, terlebih dahulu sebagai yang utama dari harta peninggalan itu harus diambil hak-hak yang segera dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan berikut. 19 1 Tahjiz, atau biaya penyelenggaraan Jenazah Tahjiz adalah sesuatu yang diperlukan oleh seseorang yang meninggal dunia mulai dari wafat sampai kepada penguburannya. 20 Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa biaya yang diperlukan untuk hal tersebut di atas dikeluarkan dari harta peninggalan menurut ukuran yang wajar. 21 2 Melunasi Utang Utang merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh orang yang meninggal, apabila si mayit mempunyai hutang atau tanggungan belum di bayar ketika 18 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011.h. 51 19 Ibid.,hlm. 51 20 Ibid.,hlm. 51 21 Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, Jakarta, Sinar Grafika, 1995. h.40. masih hidup di dunianya, baik yang berkaitan dengan sesame manusia maupun kepada Allah yang wajib diambilkan dari harta peninggalannya setelah diambil keperluan tahjiz. Para ulama megklarifikasikan utang kepada dua macam yaitu : a Utang kepada sesama manusia, disebut dain al-‘ibad b Utang Kepada Allah, disebut dain Allah. 22 Pada prinsipnya bahwa pelunasan utang pewaris harus bersumber dari kekayaan pewaris. Akan tetapi apabila utangnya melampaui jumlah harta pusakanya, maka pelunasannya menurut alquran harus melalui zakat. 23 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 175 ayat 1, kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: a Mengurus dan menyelesaikan sampai pemkaman jenazah selesai b Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang. c Menyelesaikan wasiat pewaris. d Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak. 22 Ahmad Rofiq, Hukum Mawaris, Jakarta Utara, PT Raja Grafindo Persada, 1995, h.38 23 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Jakarta Utara, PT Raja Grafindo, 1995, h.98 Sedangkan dalam pasal 175 ayat 2, tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. 3 Melaksanakan atau Membayar Wasiat Wasiat ialah pesan seseorang utuk memberikan sesuatu kepada orang lain setelah ia meninggal dunia. 24 The Islamic will is called al-wasiyya. a will is a transaction which comes into operation after the testator’s death. The will is executed after payment of funeral expenses and any outstanding debts. The one who makes a will wasiyya is called a testator al-musi. the one on whose behalf a will is made is generally referred to as a legatee al-musa lahu. Technically speaking the term testatee is perhaps a more accurate translation of al-musa lahu. 25 b. Rukun Mewarisi Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris di mana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun- rukunnya. 26 24 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011.h. 55 25 http:www.islam101.comsociologywills.htm , di akses pada tanggal 14 November 2014 26 Komite Fakultas syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Jakarta Selatan, Senayan Abadi Publishing 2004, h.27.