Rukun dan Syarat Waris

Sedangkan dalam pasal 175 ayat 2, tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. 3 Melaksanakan atau Membayar Wasiat Wasiat ialah pesan seseorang utuk memberikan sesuatu kepada orang lain setelah ia meninggal dunia. 24 The Islamic will is called al-wasiyya. a will is a transaction which comes into operation after the testator’s death. The will is executed after payment of funeral expenses and any outstanding debts. The one who makes a will wasiyya is called a testator al-musi. the one on whose behalf a will is made is generally referred to as a legatee al-musa lahu. Technically speaking the term testatee is perhaps a more accurate translation of al-musa lahu. 25 b. Rukun Mewarisi Rukun waris adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris di mana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila tidak ada rukun- rukunnya. 26 24 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam sebagai pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011.h. 55 25 http:www.islam101.comsociologywills.htm , di akses pada tanggal 14 November 2014 26 Komite Fakultas syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Jakarta Selatan, Senayan Abadi Publishing 2004, h.27. Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam waris-mewarisi, tiap-tiap unsur tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan. Unsur-unsur ini dalam kitab fiqh dinamakan rukun, dan persyaratan itu dinamakan syarat untuk tiap-tiap rukun. 27 Sehubungan dengan pembahasan hukum waris, yang menjadi rukun waris-mewarisi ada 3 tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Harta Peninggalan mauruts ialah harta benda yang ditinggalkan oleh si mayit yang akan dipusakai atau dibagi oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi utang dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan dalam kitab fiqh biasa disebut tirkah yaitu apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. 2. Pewaris atau orang yang meninggalkan harta waris muawarrits adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris. Di dalam kamus Indonesia disebut dengan istilah “pewaris”, sedangkan dalam kitab fiqh disebut muwarist. 28 Bagi muwarist berlaku ketentuan bahwa harta yang ditinggalkan miliknya dengan sempurna, dan ia benar-benar telah meninggal dunia, baik menurut fiqh kenyataan maupun menurut hukum. Kematian muwarist menurut para ulama fiqh dibedakan menjadi 3 macam, yakni 27 M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, h.15 28 Ibid.,hlm.15 a. Mati haqiqy sejati ialah hilangnya nyawa seseorang yang semula nyawa itu sudah berwujud padanya. Kematian ini dapat disaksikan oleh panca indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian. b. Mati hukmy, ialah suatu kematian yang disebabkan oleh adanya vonis hakim, baik pada hakikatnya, seseorang benar-benar masih hidup, maupun dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati. Sebagai contoh orang yang telah divonis mati, padahal ia benar-benar masih hidup. Vonis ini dijatuhkan terhadap orang murtad yang melarikan diri dan bergabung dengan musuh, vonis mengharuskan demikian karena menurut syariat selama tiga hari dia tiada bertaubat, harus dibunuh. Demikian juga vonis kematian terhadap maqdud, yaitu orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak dikenal domisilinya dan tidak diketahui hidup dan matinya. Jika hakim telah menjatuhkan vonis mati terhadap dua jenis orang tersebut maka berlakunya kematian sejak tanggal yangtermuat dalam vonis hakim, walaupun larinya si murtad atau kepergiannya si mafqud sudah 15 tahun sebelum vonis, dan harta peninggalannya baru dapat diwarisi oleh ahli warisnya sejak tanggal yang termuat dalam vonis itu. 29 c. Mati taqdiry ialah kematian yang bukan haqiqy dan bukan hukmy, tetapi semata-mata hanya berdasarkan dugaan keras. Misalnya kematian 29 M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, h.15 seseorang bayi yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan terhadap perut ibunya atau pemaksaan agar ibunya minum racun. Kematian tersebut hanya semata-mata berdasarkan dugaan keras, dapat juga disebabkan oleh yang lain, namun kuatnya perkiraan atas akibat perbuatan semacam itu. 3. Ahli waris waarist adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si muwarrits lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mewarisi. Pengertian ahli waris di sini adalah orang yang mendapat harta waris, karena memang haknya dari lingkungan keluarga pewaris. Namun, tidak semua keluarga dari pewaris dinamakan termasuk ahli waris. Demikian pula orang yang berhak menerima mendapat harta waris mungkin saja di luar ahli waris. 30 Dalam Alquran Surah An-Nisaa’ ayat 8, Allah berfirman :              Artinya: dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu sekedarnya dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.An.Nisaa4:8 c. Syarat Mewarisi Waris – mewarisi berfungsi sebagai pengganti kedudukan dalam memiliki harta benda antara orang yang telah meninggal dunia dengan orang yang masih 30 M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, h.15 hidup yang ditinggalkannya ahli waris. Oleh karena itu, waris-mewarisi memerlukan syarat-syarat tertentu, yakni 1. Orang yang mewariskan muwarrits sudah meninggal. 2. Orang yang menerima warisan ahli waris masih hidup. 3. Tidak ada penghalang. 31 Para ahli waris yang benar-benar masih hidup di saat kematian muwarrits, baik matinya itu secara haqiqy, hukmy, ataupun taqdiryi berhak mewarisi harta peninggalannya. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 173 dijelaskan, seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena: a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris. b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 31 M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, h.15

b. Sebab-sebab Mewariskan

Apabila dianalisis ketentuan hukum waris Islam, yang menjadi sebab seseorang itu mendapat warisan dari si mayit ahli waris dapat diklarifikasikan sebagai berikut: 32 1. Perkawinan Seseorang dapat memperoleh harta warisan menjadi ahli waris disebabkan adanya hubungan perkawinan antar si mayit dengan seseorang tersebut, yang termasuk dalam klarifikasi ini adalah suami atau istri dari si mayit. 33 Perkawinan yang menjadi sebab timbulnya hubungan kewarisan antara suami dengan istri didasarkan pada dua syarat: a. Perkawinan sah menurut Syariat Islam Artinya, syariat dan rukun perkawinan itu terpenuhi, atau antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah, yaitu nikah yang telah dilaksanakan dan telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan serta terlepas dari semua halangan pernikahan walaupun belum kumpul hubungan kelamin. 32 Suhawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, Jakarta, Sinar Grafika, 1995, h.53 33 Ibid, h.53 Ketentuan ini berlandaskan pada keumuman ayat tentang mewarisi dan tindakan Rasulullah SAW. Yang telah memberikan keputusan hukum tentang kewarisan terhadap seorang suami yang sudah melakukan akad nikah, tetapi belum melaksanakan persetubuhan dan belum menetapkan maskawinnya. 34 b. Perkawinan Masih Utuh Sesuatu perkawinan dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan itu telah diputuskan dengan talak raj’i bagi seseorang istri belum selesai. Perkawinan tersebut di anggap masih utuh, karena di saat iddah masih berjalan, suami masih mempunyai hak penuh untuk menuju’ kembali bekas istrinya yang masih menjalankan iddah baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, tanpa memerlukan kerelaan istri, membayar maskawin baru, meghadirkan 2 orang saksi serta seorang wali. 35 2. Kekerabatan Salah satu sebab beralihnya harta, seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup adalah adanya yang disebabkan oleh kelahiran. Heirs referred to as primary heirs are always entitled to a share of the inheritance, they are never totally excluded. These primary heirs consist of the spouse relict, both parents, 34 Fathur Rahman, Ilmu Waris, Bandung, PT Alma’arif, 1971, h.17 35 Ibid, h.17 the son and the daughter. All remaining heirs can be totally excluded by the presence of other heirs. But under certain circumstances, other heirs can also inherit as residuaries, namely the father, paternal grandfather, daughter, agnatic granddaughter, full sister, consanguine sister and mother. 36 Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu sebagai berikut. a. Furu’, yaitu anak turun cabang dari si mayit. b. Ushul, yaitu leluhur pokok atau asli yang menyebabkan adanya si mayit. c. Hawasyi’, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunannya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan. 37 3. Hubungan sebab Wala’ Wala’ adalah wala’-nya seorang budak yang dimerdekakan yaitu ikatan antara dirinya dengan orang yang memerdekakannya dan ahli warisnya yang mewarisi dengan bagian ‘ashobah dengan sebab dirinya ashobah bin nafsi seperti ikatan antara orang tua dengan anaknya, baik dimerdekakan 36 http:en.wikipedia.orgwikiIslamic_inheritance_jurisprudence , di akses pada tanggal 14 November 2014 37 Fathur Rahman, Ilmu Waris, Bandung, PT Alma’arif, 1971, h.17 secara sukarela atau karena wajib seperti karena nadzar atau zakat atau kafarah berdasarkan keumuman sabda nabi. 38 4. Hubungan sesama Islam Hubungan Islam yang dimaksud di sini terjadi apabila seseorang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta warisannya itu diserahkan kepada perbendaharaan umum atau yang disebut Baitul Maal yang akan digunakan oleh umat Islam. Dengan demikian, harta orang Islam yang tidak mempunyai ahli waris itu diwarisi oleh umat Islam. 39 Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 174 yakni, 1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari: a. Menurut hubungan darah - Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek. - Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda dan janda 38 Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris, tegal, Ash-Shaf, 2007, h.27 39 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda. 40 5. Wasiat Wajibah Tidak ada definisi secara formal mengenai wasiat wajibah dalam sistem hukum Islam di Indonesia. Wasiat wajibah secara tersirat mengandung unsur- unsur yang dinyatakan dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, yaitu: 1. Subjek hukumnya adalah anak angkat terhadap orang tua angkat atau sebaliknya, orang tua angkat terhadap anak angkat. 2. Tidak diberikan atau dinyatakan oleh pewaris kepada penerima wasiat akan tetapi dilakukan oleh negara. 3. Bagian penerima wasiat adalah sebanyak-banyaknya atau tidak boleh melebihi 13 satu pertiga dari harta peninggalan pewaris. Wasiat wajibah dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam timbul untuk menyelesaikan permasalahan antara pewaris dengan anak angkatnya dan sebaliknya anak angkat selaku pewaris dengan orang tua angkatnya. 41 Di negara Islam di daerah Afrika seperti Mesir, Tunisia, Maroko dan Suriah, lembaga wasiat wajibah dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan kewarisan antara pewaris dengan cucucucu-cucunya dari anakanak-anak pewaris yang 40 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 41 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 meninggal terlebih dahulu dibanding pewaris. Lembaga wasiat wajibah di daerah tersebut digunakan oleh negara untuk mengakomodir lembaga mawali atau pergantian tempat. 42 Awalnya wasiat wajibah dilakukan karena terdapat cucucucu-cucu dari anakanak-anak pewaris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris. Dalam sistem hukum di Indonesia, lembaga wasiat termasuk wasiat wajibah menjadi kompetensi absolut dari pengadilan agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama berhubungan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama. 43 Dalam menentukan wasiat wajibah, secara yuridis formil, para hakim pengadilan agama menggunakan ketentuan Kompilasi Hukum Islam sebagaimana dinyatakan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Hukum Islam. Secara yuridis formil ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam khususnya pasal 209 memahami bahwa wasiat wajibah hanya diperuntukan bagi anak angkat dan orang tua angkat. Kompleksitas masyarakat Indonesia membuat hakim harus 42 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 43 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 keluar dari yuridis formil yang ada yaitu dengn menggunakan fungsi rechtsvinding yang dibenarkan oleh hukum positif apabila tidak ada hukum yang mengatur. 44 Kewenangan tersebut diberikan dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 229 juga memberikan kewenangan hakim untuk menyelesaikan perkara dengan memperhatikan dengan sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga memberikan putusan yang sesuai dengan rasa keadian. 45 Pada prinsipnya hakim memiliki kewenangan menggunakan fungsinya sebagai rechtsvinding atau dalam hukum Islam disebut ijtihad sebagai alternatif. Dalam hal wasiat wajibah yang sempit pada anak angkat dan orang tua angkat maka hakim wajib menggunakan kewenangan fungsi rechtsvinding atau ijtihad-nya. Akan menjadi sulit untuk menjalankan yuridis formil dalam Kompilasi Hukum Islam terhadap orang-orang dekat pewaris di luar anak angkat dan orang tua angkat. Justru apabila hakim tidak melakukan rehtvinding karena tidak ada hukum yang mengatur ius coria novit maka hakim dapat diberikan sanksi pasal 22 Algemen Bepallingen van Wetgeving Voor . 46 44 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014 45 46 http:mariotedja.blogspot.com201304wasiat-wajibah-dalam-hukum-kewarisan.html . diunduh pada tanggal 9 maret 2014

C. Pengertian Anak Murtad

1. Pengertian Anak Murtad

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru. 47 Murtad adalah keluar dari agama Islam dan pindah ke agama lain, atau ia pindah ke sesuatu yang bukan agama. Murtad yang dapat kena had adalah murtad yang dilakukan oleh orang yang balig, berakal, bisa membedakan, dan sukarela atau tanpa paksaan. 48 Secara istilah anak murtad adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki yang merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang pindah dari agama yang dianut dan yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. In Islam, the rejection in part of any of the pillars, or individual principles of Islam, or discarding the faith as a whole, amounts to apostasy. [ The punishment for apostasy in the Islamic faith is death. Though it may be argued that this is not clear through the Quran alone, scholars have found justification for the penalty from within its pages, and there are also 47 http:andibooks.wordpress.comdefinisi-anak diunduh pada tanggal 30 Maret 2015 48 Asadulloh Al FAruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam,Bogor: Ghalia Indonesia, 2009, hlm 39 numerous Sahih authentic hadiths confirming this punishment as attested by Prophet Muhammad. In Sahih Bukhari, we see it as “Allahs Apostle said, Whoever changed his Islamic religion, then kill him”, and it was also one of only three reasons given by him where killing a Muslim is permitted. 49 Dari pengertian tersebut anak-anak yang menyatakan memilih berbeda agama dengan agama orangtuanya tidak termasuk murtad, begitu pula orang gila. Orang yang karena terpaksa harus meninggalkan keyakinan lantaran yang diancam dan membahayakan diri dan keluarganya dengan ancaman berat sehingga ia harus menyelamatkan diri memeluk agama lain, juga tidak termasuk golongan riddah. 50 Dengan alasan, walaupun dia hidup dan berada pada sistem yang berlaku di lingkungan pemeluk agama lain dan secara formal menjadi anggota yang sah dari masyarakatnya namun besar kemungkinan keyakinannya itu tetap tidak tergoyahkan. Jika pada suatu saat ada peluang untuk mewujudkan keyakinan yang diyakininya, yaitu keyakinan yang sesuai dengan ketentuan dalam ajaran Islam ia akan berupaya mewujudkannya. 51 49 http:wikiislam.netwikiIslam_and_ApostasyDefinitions , di unduh pada tanggal 14 November 2014 50 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, cet ke 2, hlm 73 51 Ibid., hlm 73

2. Dasar Hukum

Dasar hukum yang menjadi acuan sanksi hukum riddah dalam Alquran di antaranya Surah Al-Baqarah ayat 217, An-Nahl ayat 106 dan Surah An-Taubah ayat 12 sebagai berikut.                                                                 217. mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi manusia dari jalan Allah, kafir kepada Allah, menghalangi masuk Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah 52                         106. Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman dia mendapat kemurkaan Allah, kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang 52 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hlm 65 dalam beriman dia tidak berdosa, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.                    12. jika mereka merusak sumpah janjinya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti. 53

3. Hal-hal yang menyebabkan Murtad

seorang muslim tidak dianggap keluar dari agama Islam murtad kecuali apabila yang bersangkutan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan dia kufur serta diyakininya dalam hati adapun pernyataan atau perbuatan yang menyebabkan kufurnya seorang muslim antara lain: 1. Mengingkari keesaan Allah SWT., mengingkari adanya malaikat atau kenabian Nabi Muhammad SAW., mengingkari adanya kebangkitan di hari kiamat, dan mengingkari wajibnya shalat lima waktu, zakat, puasa, dan haji. 53 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hlm 66