1. Al-qur’an Al-qur’an adalah wahyu Allah SWT, yang merupakan mu’jizat yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk agama Islam.
Pokok-pokok isi Alquran -
Tauhid ialah kepercayaanrukun iman. -
Tuntutan ibadah -
Janji dan saksi -
Hukum untuk bermasyarakat atau berhubungan denga manusia dan hubungan dengan Allah SWT.
- Sejarah
2. Hadist Hadist adalah perkataan nabi Muhammad SAW, perbuatannya dan
keterangannya. Kedudukannya dan keterangannya.
- Menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur’an
- Menentukan sebagai hukum yang tidak ada dalam Alquran.
3. Ijtihad
Ijtihad artinya sepakat, setuju atau sependapat. Ijtihad adalah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum Syara’ dengan jalan
menyimpulkan dari Alqur’an dan hadits.
10
2. Dasar Hukum Kewarisan
Hukum kewarisan islam pada dasarnya bersumber kepada beberapa ayat Al- Qur’an sebagai Firman Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW dan Hadis Rasul yang terdiri dari ucapan, perbuatan dan hal-hal yang didiamkan Rasul. Yang paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum
kewarisan itu dalam surat an-Nisaa’ di samping surah-surah lainnya sebagai pembantu.
11
An-Nisaa ayat 7 :
7. Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.
An-Nisaa ayat 8 :
10
Saifuddin Arief, Hukum Waris Islam, Jakarta: Darunnajah Production House, 2007, hlm 6-7
11
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, hlm 46
8. dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu sekedarnya dan ucapkanlah kepada
mereka Perkataan yang baik.
An-Nisaa ayat 10 :
10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala neraka.
12
Kitab udang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, terutama pasal 528, tentang hak mewaris di-indentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan
ketentuan dari pasal 584 KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan, oleh karenanya ditempatkan dalam Buku Ke-II
KUH Perdata ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, karena mereka berpendapat bahwa dalam hukum kewarisan tidak hanya tampak sebagai
hukum benda saja, tetapi tersangkut beberapa aspek hukum lainnya, misalnya hukum Perorangan dan Kekeluargaan.
13
Menurut staatsblad 1925 nomor 415 jo 447 yang telah diubah ditambah dan sebagainya terakhir dengan S. 1929 No. 221 pasal 131 jo pasal 163, hukum kewarisan
12
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, hlm 74-75
13
Ibid., hlm 74
yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.
14
Dengan staatsblad 1917 nomor 129 jo staatsblad 1924 nomor 557 hukum kewarisan dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing
Tionghoa. Dan berdasarkan staatsblad 1917 nomor 12, tentang penundukan diri terhadap Hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula
menggunakan hukum kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata. Dengan demikian maka KUH Perdata Burgerlijk Wetboek diberlakukan kepada :
1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa misalnya Inggris, Jerman, Francis, Amerika dan termasuk orang-orang
Jepang; 2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan
3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi menundukkan diri. Menurut KUH Perdata, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :
1. Ahli waris menurut ketentuan undang-undang 2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat testament
Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut undang-undang atau “ab intestate”, sedangkan cara yang kedua dianamakan mewarisi secara
“testamentair”
15
14
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, hlm 74-75
Terhitung semenjak tahun 1991, berdasarkan intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991, bangsa Indonesia telah memiliki Kompilasi
Hukum Islam KHI yang secara de facto maupun de jure menjadi pegangan utama umumnya para hakim dalam lingkungan pengadilan agama dalam
menyelesaikan sengketa hukum kewarisan yang diajukan oleh para pencari keadilan. Hukum kewarisan diatur dalam Buku III Kompilasi Hukum Islam yang
lazim disingkat dengan sebutan KHI.
16
Buku II Kompilasi Hukum Islam, yang memuat hukum kewarisan, ini terdiri atas VI Bab dan 44 Pasal, yakni mulai Pasal 171 sampai 214. Buku II KHI pada
dasarnya mengatur ihwal ketentuan umum Bab I Pasal 171, ahli waris Bab II Pasal 172-175, besarnya bagian [masing-masing ahli waris] Bab III Pasal 176-
191, auld dan rad Bab IV Pasal 192-193, wasiat Bab V Pasal 194-209, dan hibah Bab VI Pasal 210-214.
17
B. Rukun dan Syarat Waris
1. Rukun dan Syarat Waris
a. Hak-hak yang dapat dikeluarkan sebelum harta waris dibagikan kepada ahli waris
15
M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992, hlm 74-75
16
Muhamad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm 99
17
Ibid., hlm 100