Penyelesaian Sengketa Lembaga KPK dengan Lembaga Kepolisian
memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk menentukan sikap. Kemudian Presiden memberhentikan Kapolri dan menunjuk Wakapolri
Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas Kapolri.
18
Selain masalah calon Kapolri, Presiden Jokowi juga memutuskan untuk menerbitkan keppres pemberhentian sementara pimpinan KPK
Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang menghadapi masalah hukum. Maka hal ini sesuai dengan Pasal 32 ayat 2 UU No 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjelaskan bahwa, “Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka
tindak pidana kejahatan, diberhe ntikan sementara dari jabatanya”.
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengakhiri konflik antara dua lembaga menginstruksikan kepada kepolisian dan meminta kepada KPK
untuk mentaati aturan hukum dan kode etik yang berlaku.
19
Dengan demikian, terjadi kekosongan hukum dalam hal terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya tidak diatur
dalam konstitusi. Sejauh ini, sengketa yang demikian dapat diselesaikan oleh Presiden dengan mempertemukan pimpinan lembaga negara yang sedang
bersengketa. Selanjutnya presiden memberikan instruksi-instruksi yang harus dipatuhi oleh lembaga negara yang sedang bersengketa. Masalahnya adalah,
penyelesaian dengan model demikian bukanlah penyelesaian yudisial, yang tentu tidak memiliki kekuatan hukum bahkan dapat tidak dipatuhi.
18
Novianto M. Hantoro, Pembenahan Kelembagaan KPK : Solusi Jangka Panjang Konflik KPK dan POLRI, Jurnal Hukum Vol. VII, No. 03IPG3DIFebruari 2015
19
http:www.bbc.co.ukindonesiaberita_indonesia201502150218_jokowi_ganti_kapolri diakses 12 Juni 2015
Mahkamah konstitusi Indonesia dalam hal mengadili sengketa kewenangan lembaga negara dibatasi pada lembaga negara yang
kewenanganya hanya berasal dari UUD NRI 1945. Jika melihat konstitusi Korea Selatan dalam Pasal 111 ayat 1 menjelaskan
bahwa Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memiliki kewenangan dalam hal:
1. The constitutionality of law upon the request of the court;
2. Impeachment;
3. Dissolution of a political part;
4. Competence dispute between state agencies, between state
agencies and local governments, and between local government; and
5. Contitusional complaint as prescribed by act.
Walaupun
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memiliki lima kewenangan, namun dalam hal ini yang dibahas hanya kewenangan yang
berkaitan dengan penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara. Dari ketentuan Pasal 111 ayat 1 Konstitusi Korea Selatan dapat
ditarik kesimpulan bahwa Mahkamah Korea Selatan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa kewenangan antara:
a. Lembaga-lembaga negara;
b. Lembaga negara dengan pemerintah daerah;
c. Pemerintah daerah dengan pemerintah daerah.
Di Jerman, kewenangan memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara oleh Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 93 ayat 3
Konstitusi Federal Jerman disebutkan bahwa the Federal Constitution Court berwenang memutus:
“In case of differences of opinion on the rights and duties of the Federation and the States Lander, particularly in the execution of federal law
by the States Lander and in the exercise of federal supervision; on other disputes involving public law, between the federation and the States Lander,
between different States Lander or within a State Land, unless recourse to another court exist.
20
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Jerman mengatur bahwa yang berhak untuk menjadi tergugat dan penggugat dalam perkara sengketa
kewenangan adalah Presiden, Bundestag, Bun-desrat, pemerintah federal, serta bagian-bagian lembaga yang memiliki kewenangan tersendiri sesuai
dengan ketentuan Konstitusi, atau Peraturan Tata Tertib Bundestag atau Bundesrat. Di samping itu, pemerintah federal dalam kasus sengketa
kewenangan antarlembaga negara Federasi dan pemerintah negara bagian. Dalam kasus sengketa kewenangan antarlembaga negara bagian berhak
menjadi penggugat dan tergugat dalam sengketa kewenangan antarlembaga negara.
21
Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan dan Konstitusi Jerman dapat menyelesaikan setiap sengketa lembaga negara,
tanpa memperhatikan apakah lembaga negara tersebut kewenanganya
20
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Jakarta : Penerbit Konstitusi Press, 2005, h. 6-7
21
C.F. Strong mengisyaratkan, bahwa konstitusi federal sesungguhnya adalah sebuah kesepakatan tentang hak dan kewajiban otoritas negara bagian dan otoritas federal. Jika muncul
konflik antara kedua otoritas itu, maka otoritas yang melindungi supremasi konstitusi ditegakkan. Lihat, C.F. Strong, h. 144-145.
diberikan atau tidak oleh konstitusi. Dalam hal menyelesaikan setiap sengketa kewenangan lembaga negara, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan dan
Jerman berbeda dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia. Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga
negara terbatas pada lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945.
22
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan berpendapat bahwa bilamana konflik antar lembaga negara, pemerintah daerah dan lembaga-lembaga
negara tentang tugas dan masing-masing lembaga, tidak hanya membahayakan prinsip check and balances antara kekuasaan publik, tetapi
juga berisiko melumpuhkan fungsi pemerintahan yang penting. Hal ini dapat menimbulkan ancaman terhadap hak-hak dasar warga negara, yang
menyerukan mekanisme koordinasi yang sistemis. Konstitusi Korea Selatan telah menganugerahi Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan mengadili
sengketa kewenangan sebagian dari fungsi menjaga konstitusi.
23
Prinsip yang diterapkan dalam konstitusi Korea Selatan sekaligus memenuhi konsep lembaga negara, tanpa perkecualian. Artinya bahwa,
lembaga negara yang dimaksud dalam konstitusi Korea Selatan tidak membedakan antara lembaga negara yang dibentuk berdasarkan konstitusi,
undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lain.
24
Dengan
22
Winasis Yulianto, Rekonseptualisasi Penyelesaian Senketa Kewenangan Lembaga Negara, Jurnal Ilmiah Fenomena, Vol XII, Nomor 1, Mei 2014, h. 1132
23
Alenia ini dan kewenangan mengadili Mahkamah Konstitusi Korea Selatan merupakan terjemahan dari website Mahkamah Konstitusi Korea Selatan,
http:english.court.go.kr diunduh
Selasa 16 Juni 2015.
24
Jimly Asshiddiqie membedakan lembaga Negara di Indonesia menjadi empat: lembaga negara yang dibentuk oleh UUD, undang-undang, Keputusan Presiden dan peraturan Menteri.
demikian, model penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara di Korea Selatan lebih memenuhi rasa kepastian hukum. Hal ini mengingat di
Korea Selatan terdapat lembaga yudisial yang mengadili sengketa kewenangan lembaga negara tanpa melihat sumber kewenangan, yaitu
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam hal mengadili sengketa
kewenangan lembaga negara dibatasi pada lembaga negara yang kewenangannya berasal dari UUD NRI 1945. Di luar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan secara atribusi oleh UUD 1945, Mahkamah Konstitusi Indonesia tidak memiliki kewenangan mengadili. Oleh karena itu,
pelajaran dari Mahkamah Konstitusi Korea Selatan dapat diadopsi oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia.
25
Bilamana kita cermati argumentasi filosofis pembentukan KPK dan Polri, seharusnya sengketa antara lembaga KPK dan Polri tidak perlu
terjadi. Konsideran menimbang huruf a UU KPK maupun konsideran menimbang huruf a UU Polri, keduanya dimaksudkan untuk mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Dengan demikian ada kesamaan tujuan pembentukan
KPK dan Polri, yaitu dalam kerangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
26
Lihat Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 66
25
Andy Omara mempergunakan istilah a good for the Indonesian Constitusional court, lihat Andy Omara, Lesson From Korean Constitutional Court: What Can Indonesia Learn From
Korean Constitutional Court Experience?, Seoul: Korean Lagislation Research Institute, 2008, h. 50
26
Winasis Yulianto, Rekonseptualisasi Penyelesaian Senketa Kewenangan Lembaga Negara, Jurnal Ilmiah Fenomena, Vol XII, Nomor 1, Mei 2014, h. 1129
75