Colin Talbot, Profesor Kebijakan Publik dari Universitas Nottingham Inggris mengemukakan pendapat mengenai kriteria-kriteria
terbentuknya lembaga-lembaga independen
20
: a.
Merupakan kepanjangan tangan dari lembaga pemerintahan utamapusat
b. Pejabat yang mengisinya tidak termasuk PNS tetapi melayani
publik c.
Keuangannya berasal dari anggaran negara d.
Tidak bisa membuat peraturan yang mengikat ke luar, tetapi mereka diatur oleh aturan tertentu.
Apabila ditelaah kriteria yang diberikan oleh Colin Talbot mengenai lembaga independen ini dan menerapkanya pada keberadaan
lembaga KPK maka dapat terlihat bahwa KPK memenuhi kriteria- kriteria tersebut. Keberadaan KPK yang berwenang melakukan
penyidikan tindak pidana korupsi sebenarnya merupakan kepanjangan tangan dari kewenangan yang dimiliki oleh Polri sebagai lembaga
Utama Polri dianggap kurang efektif menjalankan tugasnya dengan wewenangnya yang luas maka dibentuklah lembaga baru yang
mempunyai spesialisasi tugas tertentu dengan mengambil sebagian kewenangan lembaga utama agar lebih bersifat independen.
Berikut pembagian lembaga negara berdasarkan Pembentukanya ; a.
Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945
20
Christopher Pollit and Colin Talbot, Unbundled Government; A Critical Analysis of The Global Trend to Agencies, Quangos and Contractualisation, London: Routledge, 2004, h.5
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR
2. Dewan Perwakilan Rakyat DPR
3. Dewan Perwakilan Daerah DPD
4. Presiden dan Wakil Presiden
5. Mahkamah Agung MA
6. Mahkamah Konstitusi MK
7. Badan Pemeriksa Keuangan BPK
8. Komisi Yudisial
b. Lembaga Negara Menurut Undang-Undang
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM
2. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
3. Komisi Penyiaran Indonesia KPI
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU
5. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi KKR
6. Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI
7. Komisi Kepolisian Nasional
8. Komisi kejaksaan
9. Dewan Pers
c. Lembaga Negara Menurut Peraturan Di Bawah Undang-Undang
1. komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas
Perempuan 2.
Dewan Maritim Nasional DMN 3.
Komisi Ombudsman Nasional KON
4. Dewan Ekonomi Nasional DEN
5. Dewan Pengembangan Usaha Nasional DPUN
6. Dewan Riset Nasional DRN
7. Dewan Pembina Industri Strategis DPIS
8. Dewan Buku Nasional DBN, serta lembaga-lembaga non
departemen. Lembaga negara yang disebutkan dalam kelompok 2 dan 3, dapat
dikatakan sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang. Selain lembaga-lembaga tersebut di atas, masih terdapat banyak lembaga-
lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang dan perppu. Jumlah ini kemungkinan dapat bertambah dan berkurang mengingat
lembaga negara dalam kelompok ini tidak bersifat permanen melainkan bergantung pada kebutuhan Negara.
2. Sengketa Lembaga Negara
Hubungan antar satu lembaga dengan lembaga negara yang lainnya diikat oleh prinsip checks and balances. Dalam prinsip tersebut,
lembaga-lembaga negara itu diakui sederajat dan saling mengimbangi
satu sama lain.
Sebagai implikasi adanya mekanisme checks and balances pada hubungan yang sederajat itu, ada kemungkinan dalam pelaksanaan
kewenangan masing-masing lembaga negara timbul perbedaan danatau perselisihan dalam menafsirkan Undang-Undang Dasar. Jika timbul
persengketaan pendapat semacam itu, diperlukan organ tersendiri yang
diserahi tugas untuk memutus final atas hal itu. Sistem ketatanegaraan yang telah diadopsikan dalam UUD 1945, mekanisme penyelesaian
sengketa kewenangan demikian dilakukan melalui proses peradilan tata negara, yang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikenal dengan
nama Mahkamah Konstitusi.
21
Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, disamping melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD, pada dasarnya merupakan kewenangan konstitusional yang dibentuk
dengan tujuan untuk menegakan ketentuan yang terdapat dalam UUD. Ini disebabkan karena dari dua hal inilah persoalan konstitusionalitas
dapat timbul. Fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan konstitusi tercermin dalam dua kewenangan tersebut, yaitu: 1 kewenangan untuk
menguji Undang-Undang terhadap UUD; dan 2 kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenanganya
bersumber dari UUD.
22
Luthfi Widagdo Eddyono membagi lembaga negaraorgan negara: a.
Lembaga negaraorgan negara yang wewenangnya diberikan secara atribusi oleh UUD 1945;
b. Lembaga negara yang wewenangnya diberikan secara delegasi oleh
pembuat peraturan
perundang-undangan termasuk
komisi
21
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi 2010, h. 150
22
Harjono, Transformasi dan Demokrasi, Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi 2009, h. 140
independen, independent regulatory agencies yang tidak bertanggung jawab kepada siapapun.
c. Lembaga negara yang wewenangnya diberika secara delegasi
pembuat peraturan perundang-undangan termasuk komisi negara eksekutif executive branch agencies yang bertanggung jawab
kepada Presiden atau menteri danatau merupakan bagian dari eksekutif.
23
Lembaga negara organ kategori pertama dapat berperkara di Mahkamah Konstitusi. Lembaga negara kategori kedua dapat pula
berperkara di Mahkamah Konstitusi, sedangkan lembaga negara kategori ketiga tidak mempunyai subjectum litis maupun objectum litis
untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi karena telah jelas, lembaga negara kategori ketiga bersifat hierarkis dengan Presiden atau menteri
danatau merupakan bagian dari eksekutif.
23
Luthfi Widagdo Eddyono, Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lmebaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Jurnal Konstitusi Volume 7, Nomor 3, Juni 2010, h. 41
32
BAB III Tinjauan Umum Komisi Pemberantasan Korupsi
A. Latar Belakang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
Korupsi di Indonesia, bukanlah hal yang baru namun telah ada sejak era tahun 1950-an. Kegagalan penanggulangan korupsi di masa lalu
disebabkan berbagai institusi dan Tim-tim Pemberantasan Korupsi yang dibentuk untuk maksud tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan
efektif, perangkat hukumnya lemah, faktor pemerintah dan aparat penegak hukum yang tidak menyadari bahaya dari korupsi.
1
Korupsi sudah
dianggap sebagai
masalah internasional.
Pemberantasan korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Secara umum, tindak pidana
ini tidak hanya mengakibatkan kerugian negara keuangan negara, tetapi dapat mengakibatkan dampak yang sangat luas, baik di bidang sosial,
ekonomi, keamanan, politik, dan budaya.
2
Sebagai lembaga yang diamanatkan oleh UU KPK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK didirikan untuk mengatasi permasalahan tentang korupsi yang selama ini dirasa gagal dalam
1
Yusril Ihza Mahendra, Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia, cet.I, Jakarta, Tim Pakar Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Bersama Sekretariat Jendral
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2002, h. 31.
2
Romli Atmasasmita, “Perspektif Pengadilan Korupsi di Indonesia”. Dalam Seminar, ed., Pembentukan Pengadilan Korupsi, 30 Juli 2002 Jakarta: KHN dan BPHN, 2002, h.1