Tugas dan Wewenang KPK

wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. b. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, komisi pemberantasan korupsi berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian. c. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan dan penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan komisi pemberantasan korupsi. Dijelaskan dalam penjelasan Pasal 8 ayat 3 bahwa : 3. Ketentuan ini bukan diartikan penyerahan fisik melainkan penyerahan wewenang, sehingga jika tersangka telah ditahan oleh kepolisian atau kejaksaan maka tersangka tersebut tetap dapat ditempatkan dalam tahanan kepolisian atau kejaksaan maka tersangka tersebut tetap dapat ditempatkan dalam tahanan kepolisian atau tahanan kejakasaan atau komisi pemberantasan korupsi meminta bantuan kepada kepala rumah tahanan Negara untuk menempatkan di rumah tahanan tersebut. a. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian dan kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada komisi pemberantasan korupsi. b. Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 dan diatur dalam Pasal 9, dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi KPK dengan alasan: 1 Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak dilanjuti 2 Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan 3 Penanganan tindak pidana korupsi ditunjukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya a Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi b Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislative atau c Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat di pertanggung jawabkan. 4. Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani vii 5. Dalam melakasanaka tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang di atur dalam Pasal 12 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, komisi pemberantasan korupsi berwenang: a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk meblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait e. Memerintahkan kepada pemimpin atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatanya f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait g. Menghentikan suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; h. Dalam penjelasan Pasal 12 huruf g dijelaskan bahwa: Ketentuan ini dimaksud untuk menghindari penghilangan atau penghancuran alat bukti yang diperlukan oleh penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan atau untuk menghindari kerugian Negara yang lebih besar. 1 Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum Negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri 2 Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi Dalam penjelasan Pasal 12 huruf I disebutkan: Permintaan bantuan dalam ketentuan ini, misalnya dalam hal komisi pemberantasan korupsi melakukan penahanan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, komisi pemberantasan korupsi meminta bantuan kepada kepala rutan tahanan Negara untuk menrima penempatan tahananan tersebut dalam rumah tahanan. 3 Dalam melaksanakan tugas pencegahan diatur dalam Pasal 13 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, komisi pemberantasan korupsi berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut: 1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan kekayaan penyelenggara Negara 2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi 3. Menyelenggaraan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan 4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi 5. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum 6. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan korupsi 4 Dalam melaksanakan tugas monitor diatur dalam Pasal 14 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, komisi pemberantasan korupsi berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut: 1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga Negara dan pemerintah 2. Memberi saran kepada pemimpin lembaga Negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, hasil pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi 3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa kehadiran KPK diharapkan menjadi pemicu terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan menjadi terpacu untuk bergerak cepat mengusut kasus-kasus korupsi. Kemudian pembentukan KPK merupakan a temporary way-out, jalan keluar sementara. Sejatinya, KPK bukan bagian dari sistem peradilan pidana criminal justice system di Indonesia. KPK tidak didesain untuk menggantikan peran kepolisian dan kejaksaan sebagai penegak hukum, sehingga keberadaanya bersifat temporal. Oleh sebab itu, keberadaan KPK juga harus memperkuat keberadaan institusi lain, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Dalam konteks inilah, terdapat tunggakan pekerjaan terhadap fungsi KPK yang lain, yaitu melakukan koordinasi dan supervisi terhadap penegak hukum lainnya. 6

C. Tugas dan Wewenang POLRI

Tugas dan wewenag Polri secara umum diamanatkan langsung oleh UUD NRI Tahun 1945 pada amandemen ketiga, yaitu “sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum”. Tugas-tugas 6 Fahri Hamzah, Demokrasi Transisi Korupsi: Orkestra Pemberantasan Korupsi Sistemik, Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2012, h. 85-86 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Tugas pokok Polri seperti tercantum dalam Pasal 13 Undang- Undang Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka menyelenggarakan tugas khusus di bidang proses pidana seperti yang diatur dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Polri berwenang untuk : 1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 2. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; 3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; 4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 8. Mengadakan penghentian penyidikan; 9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; 10. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; 11. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan 12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

D. Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dengan Lembaga

Negara Lainnya Mengenai hubungan kewenangan antar lembaga negara pasca amandemen UUD 1945 tercantum dalam konstitusi. Hal ini dikarenakan atas Perubahan UUD 1945 yang menerapkan konsep pemisahan kekuasaan dengan prinsip check and balances, sehingga antara kekuasaan yang satu dengan kekuasaan yang lain bisa saling mengontrol. Prinsip check and balances itu telah memberikan peluang kepada kekuasaan yang satu untuk bisa ikut dalam kekuasaan yang lain. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki independensi dan kebebasan dalam melakasanakan tugas dan kewenangannya, namun KPK tetap bergantung kepada cabang kekuasaan lain dalam hal yang bekaitan dengan keorganisasian. Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa pimpinan KPK yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil anggota, yang semuanya merangkap sebagai anggota, dipilih oleh DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 30 ayat 1. Segala hal yang berkaitan dengan hubungan kedudukan antara KPK dengan lembaga-lembaga negara lain selalu mengacu kepada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugas dan kewenangan yang serupa dengan lembaga kejaksaan membuat KPK terkesan lebih dekat dengan cabang kekuasaan eksekutif dibandingkan dengan cabang kekuasaan legislatif maupun yudikatif. KPK juga memiliki hubungan kedudukan yang khusus dengan kekuasaan yudikatif. Pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 7 mengamanatkan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi TIPIKOR yang bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus tindak pidana korupsi yang penuntutanya diajukan oleh KPK. Walaupun berada di lingkungan peradilan umum terdapat dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 53 dan 54 7 Sejak 19 Desember 2006, pasal ini dinyatakan bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 oleh Mahkamah Konstitusi MK RI, namun tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan perubahan paling lambat tiga tahun sejak putusan MK RI tersebut dibacakan. Putusan MK RI Nomor 012-016-019PUU-IV2006, h. 290