Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dengan Lembaga

Kejaksaan di bidang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. 8 Hubungan fungsional antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia bersifat timbal balik, hal ini didasari dengan adanya ketentuan yang menjelaskan kedua lembaga negara tersebut dapat melakukan kerjasama dengan lembaga negara lain yang berfungsi menegakan hukum, keadilan, mengayomi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai hal ini jelas diatur dalam ketentuan Pasal 6 huruf a dan b, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi dengan instansi yang berfungsi memberantas korupsi. Dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan koordinasi, dan supervisi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia danatau dengan Kejaksaan Negara Republik Indonesia. Sedangkan ketentuan mengenai lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan kerjasama denga lembaga atau instansi lain yang berfungsi memberantas korupsi yaitu terdapat dalam ketentuan Pasal 42 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang secara rinci menegaskan bahwa kepolisian dalam menjalankan tugasnya dapat melakukan hubungan dan kerjasama dengan badan, lembaga serta instansi di dalam negeri dan di luar negeri yang berfungsi memberantas tindak pidana korupsi. 8 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1995, h. 16 48

BAB IV SENGKETA LEMBAGA NEGARA

A. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia UUD 1945 Sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 dengan jelas membedakan cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif yang tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR, dan DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Serta Mahkamah Agung MA, Badan Pemeriksa Keuangan BPK, dan Mahkamah Konstitusi MK sebagai lembaga-lembaga negara yang utama main state organs, principal state organs. Lembaga-lembaga negara yang dimaksud itulah yang secara instrumental mencerminkan pelembagaan fungsi-fungsi kekuasaan negara yang utama main state functions, principal state functions, sehingga lembaga-lembaga negara itu pula yang dapat disebut sebagai lembaga negara utama main state organs, principal state organs, atau main state institutions yang hubunganya satu dengan yang lain diikat oleh prinsip “check and balances”. 1 Selain lembaga-lembaga negara yang bersifat utama, atau yang biasa disebut sebagai lambaga tinggi negara seperti dimaksud di atas, dalam UUD juga diatur lembaga-lembaga negara yang bersifat konstitusional lainya seperti Komisi Yudisial, Kepolisian Negara, Tentara 1 Putusan Nomor 005PUU-IV2000 tentang Judicial Review terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Nasional Indonesia, Bank Sentral, Komisi Pemilihan Umum, dan Dewan Pertimbangan Presiden. Namun pengaturan lembaga-lembaga negara tersebut dalam UUD NRI 1945, tidaklah dengan sendirinya mengakibatkan lembaga-lembaga negara yang disebutkan dalam UUD NRI 1945 tersebut, termasuk Komisi Yudisial, harus dipahami dalam pengertian lembaga tinggi negara sebagai lembaga utama main organs. Misalnya Komisi Yudisial sebagai lembaga negara tidaklah menjalankan salah satu dari fungsi kekuasan negara sebagaimana yang secara universal dipahami. Dengan kata lain, bahwa lembaga-lembaga negara ini hanya bertugas melayani atau dalam tugas dan wewenangnya berkaitan dengan lembaga-lembaga negara utama sebagaimana yang disebutkan diatas, yang dalam ketatanegaraan disebut dengan state auxiliary bodies lembaga negara bantu. Walaupun tugasnya melayani, akan tetapi menurut Sri Sumantri M, 2 secara nasional state auxiliary bodies mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam mewujudkan tujuan nasional. Hal ini juga diakui oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 005PUU-IV2000 tentang judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, bahwa diatur atau tidaknya suatu lembaga negara dalam undang-undang dasar juga tidak, boleh ditafsirkan sebagai satu- satunya faktor yang menentukan derajat konstitusional lembaga negara 2 Sri Sumantri M, Lembaga Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan Mneurut UUD NRI 1945, dalam Departemen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga. Dinamika Perkembangan Hukum Tata Negara dan Hukum Lingkungan. Surabaya: University Press, h. 204 yang bersangkutan. Sebagai contoh, diaturnya lembaga kepolisian Negara dan kewenangan konstitusionalnya dalam Pasal 30 UUD NRI 1945 dibandingkan dengan tidak diaturnya sama sekali ketentuan mengenai Kejaksaan Agung dalam UUD NRI 1945, tidak dapat diartikan bahwa UUD NRI 1945 memandang Kepolisian Negara itu lebih penting ataupun lebih tinggi kedudukanya konstitusionalnya daripada Kejaksaan Agung. Demikian pula halnya dengan komisi-komisi negara seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum KPU yang daitur secara umum dalam UUD NRI 1945, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU, dan lain-lain yang dibentuk berdasarkan undang-undang belaka, untuk menentukan status hukum kelembagaanya maupun para anggota dan pimpinanya dibidang protokoler dan lain-lain sebagainya, tergantung kepada bentuk undang-undang yang mengaturnya. Oleh karena itu agar tidak menimbulkan kekisruhan dalam hubungan antar lembaga negara, pembentuk undang-undang harus berusaha dengan tepat merumuskan kebijakan hukum yang terperinci dan jelas dalam undang- undang yang mengatur lembaga-lembaga negara dimaksud. Lahirnya komisi-komisi negara merupakan fenomena kenegaraan baru apabila dilihat dari sisi sistem ketatanegaraan dalam arti tatanan kelembagaanya. Namun dari sisi hakekat bernegara bangsa Indonesia, penting dikaji esensi atau hakekat komisi negara dalam perspektif bernegara bangsa Indonesia, yang pada akhirnya sebagai penentuan eksistensi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Pembentukan komisi-komisi negara bukan saja dilakukan oleh Indonesia sebagai suatu negara yang baru mengalami transisi demokrasi. Hal serupa juga dilakukan Dikawasan Asia Tenggara, sekalipun merupakan fenomena yang hanya sedikit mendahului Indonesia. Pengalaman negara Thailand telah menjadi salah satu rujukan penting. Di era tahun 1990-an akhir adalah era disintegrasi dan masifikasi kelembagaan ditingkat negara yang juga difasilitasi melalui perubahan konstitusi. 3 Latar belakang sejarah terbentuknya negara Indonesia, tentu sangat mempengaruhi rumusan tujuan negara Indonesia yang dirumuskan secara lengkap dalam alinea 4 pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi: 1 melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2 memajukan kesejahteraan umum; 3 mencerdaskan kehidupan bangsa; 4 ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam mencapai tujuan negara Indonesia, seluruhnya harus berdasar dan diukur dengan nilai-nilai pancasila. Pada dasarnya apabila dikaitkan dengan tujuan negara tersebut di atas, maka pembentukan komisi-komisi negara ini dilakukan karena lembaga-lembaga negara yang ada belum dapat memberikan jalan keluar 3 A. Ahsin Thohari, Kedudukan Komisi-Komisi Negara Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jentera Jurnal Hukum, Edisi 12 Tahun III April-Juni 2006, Jakarta, 2006, h. 22-23