32
BAB III Tinjauan Umum Komisi Pemberantasan Korupsi
A. Latar Belakang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
Korupsi di Indonesia, bukanlah hal yang baru namun telah ada sejak era tahun 1950-an. Kegagalan penanggulangan korupsi di masa lalu
disebabkan berbagai institusi dan Tim-tim Pemberantasan Korupsi yang dibentuk untuk maksud tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan
efektif, perangkat hukumnya lemah, faktor pemerintah dan aparat penegak hukum yang tidak menyadari bahaya dari korupsi.
1
Korupsi sudah
dianggap sebagai
masalah internasional.
Pemberantasan korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Secara umum, tindak pidana
ini tidak hanya mengakibatkan kerugian negara keuangan negara, tetapi dapat mengakibatkan dampak yang sangat luas, baik di bidang sosial,
ekonomi, keamanan, politik, dan budaya.
2
Sebagai lembaga yang diamanatkan oleh UU KPK yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK didirikan untuk mengatasi permasalahan tentang korupsi yang selama ini dirasa gagal dalam
1
Yusril Ihza Mahendra, Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia, cet.I, Jakarta, Tim Pakar Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Bersama Sekretariat Jendral
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2002, h. 31.
2
Romli Atmasasmita, “Perspektif Pengadilan Korupsi di Indonesia”. Dalam Seminar, ed., Pembentukan Pengadilan Korupsi, 30 Juli 2002 Jakarta: KHN dan BPHN, 2002, h.1
penegakan hukumnya. Melihat dari sifatnya, KPK adalah lembaga ad hoc yang merupakan salah satu komisi negara bersifat membantu dalam
mengawal dan mengawasi penegakan hukum serta mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pembentukan sebuah institusi khusus untuk menanggulangi masalah korupsi di Indonesia, sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru.
Akan tetapi pembentukan sebuah badan khusus dengan kewenangan yang demikian luas, di samping melakukan penyidikan, sekaligus melakukan
penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi, patut dicatat sebagai suatu aspek pembaruan dalam hukum dan sistem peradilan pidana
Indonesia. Untuk membentuk badan khusus seperti itu tidak dapat dilepaskan dari latar belakang pemikiran untuk mengatasi masalah
pemberantasan tindak pidana korupsi yang belum dilaksanakan secara optimal. Badan-badan penegak hukum yang ada, yang selama ini diserahi
tugas dan kewenangan untuk menangani perkara tindak pidana korupsi, belum berfungsi secara efektif.
3
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK dibentuk dengan misi utama melakukan penegakan hukum, yakni dalam
pemberantasn korupsi. Dibentuknya lembaga ini dikarenakan adanya pemikiran bahwa lembaga penegak hukum konvensional, seperti
Kejaksaan dan Kepolisian, dianggap belum mampu memberantasan
3
Elwi Danil, Korupsi : Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasanya, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, h. 219
korupsi.
4
Oleh karena itu, perlu dibentuk lembaga khusus yang mempunyai kewenangan luas dan independen serta bebas dari kekuasaan
manapun. Secara khusus urgensi pembentukan KPK dapat dilihat dari pokok-
pokok pikiran pembentukan KPK. Dalam pokok pikiran tersebut dijelaskan bahwa korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang
sistemik dan meluas tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak ekonomi dan hak sosial masyarakat. Oleh karena itu,
penyelesaian korupsi
tidak dapat
dilaksanakan hanya
dengan menggunakan metode dan lembaga yang konvensional, tetapi harus
dengan metode dan lembaga baru.
5
Komisi Pemberantasan korupsi yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Adapun mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggungjawaban,
tugas dan wewenang keanggotaannya diatur dengan undang-undang.
B. Tugas dan Wewenang KPK
Komisi Pemberantasan
Korupsi mempunyai
tugas-tugas sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002. Sebagai berikut:
4
Teten Masduki dan Danang Widoyoko, Menunggu Gebrakan KPK, Jantera 8 Tahun III, T.t., T.p., Maret, 2005, h. 41
5
Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance, dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia Jakarta: Percetakan Negara RI, 2002, h. 40
1. Melakukan tugas koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; instansi yang berwenang adalah termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, inspektorat pada Departemen atau lembaga Pemerintah Non-
Departemen. 3.
Dalam melaksanakan tugas supervisi terhadap instansi yang melakukan
pemberantasan tindak
pidana korupsi,
komisi pemberantasan Korupsi berwenang:
4. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi
yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam
melakasanakan pelayanan public dan mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang
dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. 5.
Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
6. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
7. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.
Kewenangan-kewenangan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13