Analisis Pemanfaatan Air Mancur Taman Kota Di Daerah Padat Lalu Lintas Terhadap Konsentrasi Polutan Udara Akibat Kenderaan Bermotor Di Medan Tahun 2008

(1)

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

MARLINANG I. SILALAHI

067031007/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(2)

TAHUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARLINANG I. SILALAHI

067031007/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(3)

Nama Mahasiswa : Marlinang I. Silalahi Nomor Pokok : 067031007

Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Ir. Evi Naria, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr.. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

:

Ketua

: Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS

Anggota

: 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. dr. Surya Dharma, MPH

3. Ir. Indra Chahaya, M.Si


(5)

ANALISIS PEMANFAATAN AIR MANCUR TAMAN KOTA DI DAERAH PADAT LALU-LINTAS TERHADAP

KONSENTRASI POLUTAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI MEDAN

TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2008

Marlinang I. Silalahi 067031007/MKLI


(6)

dilakukan. Pada bagian tertentu didapati kondisi yang tidak memungkinkan untuk dibuat tumbuhan hijau, namun memungkinkan untuk dibangunnya air mancur taman kota yang dapat mengurangi bahan pencemar di udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan air mancur taman kota di daerah padat lalu-lintas dalam terhadap konsentrasi polutan di udara berupa SO2, NO2 dan PM10 akibat kendaraan

bermotor di Medan tahun 2008.

Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional untuk menggambarkan pemanfaatan air mancur taman kota sebagai variabel dependen dengan menganalisa jumlah polutan udara (SO2, NO2 dan PM10) sebagai variabel independen di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif. Uji t-berpasangan dilakukan untuk membedakan rata-rata jumlah polutan udara di saat Air Mancur Gatot Subroto dengan Air Mancur Sudirman aktif dan tidak aktif.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa Air Mancur Gatot Subroto menunjukkan perbedaan yang signifikan antara konsentrasi SO2 di udara pada saat air mancur aktif dan tidak aktif dengan p value (0,024) dimana konsentrasi SO2 di saat

air mancur aktif lebih besar yakni 661,11 μg/m³ daripada di saat tidak aktif yakni 537,22 μg/m³, demikian juga dengan konsentrasi PM10 di udara pada saat air mancur aktif dan tidak aktif dengan p value (0,001) dimana di saat air mancur aktif konsentrasinya sebesar 91,56 μg/m³ dan di saat air mancur tidak aktif sebesar 44,11 μg/m³. Sedangkan konsentrasi NO2 tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada Air

Mancur Sudirman, tidak ada perbedaan yang signifikan untuk masing-masing konsentrasi SO2, NO2 dan PM10.

Penelitian ini dapat menjadi masukan dan gambaran teoritik dalam pemanfaatan air mancur dalam mengurangi polutan, namun hendaknya membatasi lokasi air mancur agar tidak mudah terjangkau oleh manusia akibat mengumpulnya polutan di sekitar air mancur.


(7)

the area cannot be greened, a fountain was built to minimize yhe pollutant found in the air. The purpose of this descriptive study is to examine how the fountains built in city parks on various heavy areas over the concentration of pollutant found in the air such as SO2, NO2 and PM10 resulted from the motor vehicles in Medan in 2008.

This study adopted an observational research with cross sectional design, depicting the exploitation of fountain city water source as dependent variable by analyzing the amount of pollutant in the air (SO2, NO2 and PM10) as independent variable when the air mancur (fountains) were active or non-active. A pair t-test was conducted to distinguish the average amount of the pollutant in the air when the two fountains were active or non-active.

The result of statistical test showed that Air Mancur Gatot Subroto fountain indicate a significant different between the concentration SO2 on air when the air mancur (fountains) were active or non-active with p value (0,024) where the concentration SO2 on air when the fountains were active higher with 661,11 μg/m³ than when the fountains non-active with 537.22 μg/m³, and the concentration PM10 on air when fountain were active and non-active with p value (0.001) where at a time the fountain were active had concentration in 91.56 μg/m³ and when the fountain were non-active had concentration 44.11 μg/m³. Whereas the concentration NO2 noted got no significant different. In term of Air Mancur Sudirman, there is no significant different in each concentration of SO2, NO2 and PM10.

The result of this study can be one of the insights and theoretical descriptions in the future attempt to minimize the pollutant in the air through the use of fountain, only the location of the fountain should be fenced in order to be easily entered by the people because the pollutant is concentrated around the fountain.


(8)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan ... ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pencemaran Udara Kota ... 8

2.1.1. Zat-zat Pencemar Udara ... 9

2.1.2. Wujud Fisik dan Kimia Pencemar Udara ... 23

2.1.3. Keadaan Cuaca yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Udara ... 25

2.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ……… ……. 26

2.3. Air Mancur ……… …… 29

2.3.1. Sistem Hidrolik pada Air Mancur ………...…. 30

2.3.2. Metode Aerasi pada Air Mancur dalam Mengikat Polutan Udara ... 31

2.3.3. Fungsi Air Mancur ... 32

2.4. Kerangka Konsep ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 34

3.2.1. Tempat Penelitian ……… 34

3.2.2. Waktu Penelitian ………. 34

3.3. Objek Penelitian ... 35

3.4. Titik Pengambilan Sampel ... 35


(9)

BAB IV HASIL PENELITIAN ………. 41

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.2. Hasil Penelitian ... 44

4.2.1. Hasil Pengukuran untuk Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan ... 44

4.2.2.Hasil Pengukuran Kadar Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10) pada Saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ……… 48

4.2.3.Konsentrasi SO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 51

4.2.4.Konsentrasi NO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 53

4.2.5.Konsentrasi PM10 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 55

4.2.6.Jenis Polutan yang Paling Besar Perbedaan Konsentrasinya di Udara dari Pemanfaatan Air Mancur 57 BAB V PEMBAHASAN ……….. 59

5.1. Konsentrasi SO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 59

5.2. Konsentrasi NO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 61

5.3. Konsentrasi PM10 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 65

5.4. Jenis Polutan yang Paling Besar Dipengaruhi Konsentrasinya di Udara dari Pemanfaatan Air Mancur ... 69

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran ... 71


(10)

2.1. Berbagai Komponen Partikel dan Bentuk Umum yang

Terdapat di Udara ... 18 2.2. Polutan Primer dan Sekunder di Udara ... 23 4.1. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin

dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota

Gatot Subroto pada Saat Pengukuran ... 45 4.2. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin

dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota

Sudirman pada Saat Pengukuran ... 46 4.3. Konsentrasi Polutan Udara (SO2, NO2 Dan PM10) pada Saat

Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif di Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman Medan ... 49 4.4. Rata-Rata Konsentrasi Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10)

pada Saat Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur

Sudirman Aktif dan Tidak Aktif ... 50 4.5. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi SO2 Di Udara pada Saat

Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 51 4.6. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi NO2 Di Udara Pada Saat

Air Mancur Aktif Dan Tidak Aktif ... 53 4.7. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi PM10 Di Udara pada Saat


(11)

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 33 4.1. Perbandingan Rata-Rata Konsentrasi SO2 di Udara pada Saat

Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ………... 53 4.2. Perbandingan Rata-Rata Konsentrasi NO2 di Udara pada Saat

Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ………... 55 4.3. Perbandingan Rata-Rata Konsentrasi PM10 di Udara pada Saat


(12)

1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor : 41 Tahun 1999 Tanggal : 26 Mei 1999 tentang

Baku Mutu Udara Ambien Nasional ………... 75

2 Arah dan Kecepatan Angin Dominan Kota Medan …………... 78

3 Gambar Lokasi Titik Sampling ………... 79

4 Gambar Air Mancur ………... 81

5 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 82

6 Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan ... 83


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Menurut A World Health Organization Expert Commitee (WHO), kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Lingkungan itu sendiri secara fisik meliputi tanah, air dan udara serta interaksi satu sama lain di antara faktor-faktor tersebut. Di antara faktor-faktor fisik tersebut, udara merupakan wujud yang sulit untuk dikenal, karena wujudnya yang tak dapat terlihat dengan kasad mata. Sehingga pencemaran terhadap faktor fisik ini sulit untuk diketahui, namun dampaknya dapat bersifat langsung dan lokal, regional maupun global. Akibatnya sangat mengganggu bagi kesehatan makhluk hidup khususnya manusia (Kusnoputranto, 2000).

Menurut Chambers (1976) dan Masters (1991) dalam Mukono (2000), yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material. Selain itu pencemaran udara dapat juga dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena masuknya bahan kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Pencemaran udara dapat terjadi di mana-mana, misalnya di dalam


(14)

rumah, sekolah dan kantor. Pencemaran ini sering disebut pencemaran dalam ruangan (indoor pollution). Sementara itu pencemaran di luar ruangan (outdoor pollution) berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri, perkapalan dan proses alami oleh makhluk hidup. Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam terdiri dari pembangkit listrik, industri dan rumah tangga, sedangkan sumber bergerak adalah aktivitas lalu-lintas kendaraan bermotor dan transportasi laut (Mukono, 2000).

Pengukuran kualitas udara menunjukkan, kualitas udara enam kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, dan Pekan Baru dalam kategori baik hanya terjadi 22-62 hari dalam setahun. Kecuali Jambi dan Pekan Baru, buruknya kondisi udara di kota tersebut lebih disebabkan oleh pencemaran kendaraan bermotor, sebagai sumber bergerak (KLH, 2002).

Propinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke lima sebagai wilayah sumber pencemaran di Indonesia dan merupakan wilayah paling tercemar di luar Pulau Jawa. Berdasarkan Monografi kota Medan (2000), jumlah penduduk kota Medan adalah 2.108.607 jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 2,05 % per tahun. Besarnya jumlah penduduk tersebut berpengaruh terhadap persaingan dalam memperoleh kualitas lingkungan seperti udara dan air bersih. Oleh karena itu, perkembangan kota Medan sebagai kota metropolitan harus diimbangi dengan pertambahan ruang terbuka hijau sehingga akan berdampak positip terhadap kualitas lingkungan dan hidup masyarakat kota (Sitompul dan Marpaung, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, menunjukkan tingkat pencemaran melebihi ambang batas menurut Kementerian Lingkungan Hidup, yakni 0,15 mikrogram per meter kubik untuk PM10 dan 10 ppm (part per million) untuk CO. Pencemaran melebihi ambang batas


(15)

terutama di jalan raya pada jam sibuk pagi dan sore. Sebagian besar pemajanan PM10 dan CO pada masyarakat di perkotaan disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor (KLH, 1998).

Penelitian-penelitian di Amerika Serikat dan Eropa membuktikan adanya kaitan antara kadar PM di udara dengan meningkatnya kunjungan masyarakat ke rumah sakit, menurunnya fungsi paru-paru, bertambah parahnya penderita asma, bahkan kematian. Sedangkan kandungan CO di udara terkait erat dengan gangguan jantung pada orang tua, kelahiran prematur, dan kelahiran bayi dengan berat badan di bawah normal. Penurunan kualitas udara selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa betapa pentingnya digalakkan usaha-usaha penanggulangan pencemaran ini, terutama terhadap aktivitas lalu-lintas yang padat kendaraan bermotor. Di Jakarta, kendaraan bermotor menyumbang 70 persen dari pencemar debu 10 mikron dan oksida nitrogen (KLH, 1998).

Bentuk-bentuk upaya penanggulangan pencemaran di kota-kota besar saat ini masih diupayakan pada usaha pengurangan emisi gas buang kendaraan bermotor, baik melalui penyuluhan kepada masyarakat ataupun dengan mengadakan penelitian bagi penerapan teknologi pengurangan emisi. Bentuk upaya lain yang juga digalakkan adalah penataan tata ruang kota, terutama jalan raya, dimana terdapat beberapa bundaran taman kota di berbagai daerah padat lalu lintas (Purnomohadi, 2001).

Di kota Medan saat ini, pada daerah padat lalu-lintas didirikan taman kota yang dipenuhi tumbuh-tumbuhan dan juga air mancur. Taman kota difungsikan


(16)

secara ekologis, rekreatif, estetis dan untuk olahraga (jenis olahraga yang terbatas). Tujuannya adalah untuk keindahan, mengurangi cemaran, meredam bising, memperbaiki iklim mikro, sebagai daerah resapan, penyangga sistem kehidupan dan kenyamanan. Dan hal ini mutlak diperlukan oleh kota untuk keserasian rekreatif pasif dan aktif, keseimbangan mental (psikologis) dan fisik manusia (Purnomohadi, 2001).

Salah satu komponen Taman Kota yang ada adalah air mancur. Namun keberadaan air mancur ini nampaknya tidak mutlak ada di setiap Taman Kota. Secara awam masyarakat menganggap air mancur hanya bermanfaat untuk menambah keindahan atau estetika saja. Namun jika kita telusuri lebih lanjut, pemanfaatan air mancur ini mengurangi konsentrasi bahan pencemar di udara, khususnya partikulat. Contoh sederhana adalah penanggulangan debu dapat dilakukan dengan penyiraman dengan menggunakan air. Debu dan partikulat dapat larut dalam air yang ada di udara (Bennysyah, 2006).

Kandungan polutan yang ada di sekitar air mancur akan terperangkap dan terguyur oleh air pancuran dan larut dalam air kolam. Cara ini cukup sederhana, namun membantu dalam penanggulangan polutan di udara, khususnya partikulat. Sama halnya dengan prinsip kerja aerasi, yakni penambahan oksigen ke dalam air, sehingga oksigen terlarut di dalam air akan semakin tinggi. Aerasi termasuk pengolahan secara fisika, karena lebih mengutamakan unsur mekanisasi dari pada unsur biologi. Dari cara kerja air mancur, maka sistem aerasi yang dilakukan adalah aerasi permukaan, yakni sistem pemberian udara pada permukaan cairan sehingga akan terjadi kelarutan udara pada cairan tersebut (Bennysyah, 2006).


(17)

Berdasarkan pengukuran awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 18 Nopember 2007 di lokasi Air Mancur jalan Gatot Subroto Medan, ditemukan bahwa kadar NO pada jarak 1 meter dari air mancur sebesar 127,08 g/m³ dan pada jarak 20 meter dari air mancur ditemukan kadar NO sebesar 239,64 g/m³. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa semakin dekat ke lokasi air mancur, ternyata kadar NO sebagai polutan di udara semakin rendah dan sebaliknya semakin jauh dari lokasi air mancur maka kadar NO akan semakin tinggi.

Untuk itu dalam penelitian ini, penulis merasa perlu untuk mengetahui sejauh mana keefektifan penggunaan air mancur dalam mengurangi zat polutan di udara kota yang padat lalu-lintas, sehingga hal ini dapat memberikan gambaran baru bagi kita untuk mengurangi masalah pencemaran udara di kota Medan.

1. 2. Perumusan Masalah

Masalah pencemaran udara di kota kota-kota besar termasuk di kota Medan yang diupayakan pada penataan berberapa taman kota di berbagai daerah padat lalu lintas tak selalu dapat dilakukan. Pada bagian tertentu didapati kondisi yang tidak memungkinkan untuk dibuat tumbuhan hijau, namun memungkinkan untuk dibangunnya air mancur taman kota yang dapat mengurangi bahan pencemar di udara. Dengan keberadaan air mancur tersebut, maka perlu dilakukan penelitian pemanfaatan air mancur taman kota di daerah padat lalu-lintas terhadap konsentrasi polutan di udara berupa SO2, NO2 dan PM10 akibat kendaraan bermotor di Medan tahun 2008.


(18)

1.3. Tujuan

1. 3. 1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pemanfaatan air mancur taman kota di daerah padat lalu-lintas terhadap konsentrasi polutan di udara akibat kendaraan bermotor di Medan tahun 2008.

1. 3. 2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsentrasi SO2 di udara pada saat air mancur aktif dan

tidak aktif di Medan tahun 2008.

2. Untuk mengetahui konsentrasi NO2 di udara pada saat air mancur aktif dan

tidak aktif di Medan tahun 2008.

3. Untuk mengetahui konsentrasi PM10 di udara pada saat air mancur aktif dan tidak aktif di Medan tahun 2008.

4. Untuk mengetahui jenis polutan yang paling besar perbedaan konsentrasinya di udara dari pemanfaatan air mancur di Medan tahun 2008.

1. 4. Manfaat Penelitian

1. Institusi terkait

Dapat digunakan sebagai masukan untuk penanggulangan pencemaran udara di daerah padat lalu-lintas serta mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor khususnya di kota Medan. Dan sebagai masukan untuk tetap dan dapat meningkatkan pembangunan taman kota bahkan


(19)

taman hutan kota yang dilengkapi dengan air mancur dalam upaya menciptakan lingkungan kota yang indah, nyaman dan sehat.

2. Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, informasi mengenai masalah pemanfaatan air mancur terhadap konsentrasi polutan di udara dan dokumen ilmiah yang mungkin dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

3. Masyarakat

Sebagai penambah wawasan untuk intervensi dalam upaya meningkatkan mutu udara kota sebagai tempat tinggal masyarakat luas.

4. Peneliti selanjutnya

Secara khusus memberikan gambaran teoritik tentang efektifitas pemanfaatan air mancur taman kota terhadap konsentrasi polutan di udara kota.

1. 5. Ruang Lingkup

Konsentrasi SO2, NO2, dan PM10, di udara di daerah padat lalu-lintas, di

sekitar air mancur taman kota, pada saat air mancur diaktifkan dan pada saat air mancur tidak diaktifkan.

Faktor lain yang diteliti adalah lalu-lintas yang padat dan memiliki air mancur taman kota, waktu pagi, siang dan sore hari sebagai waktu yang paling padat lalu-lintas, cuaca, kelembaban, dan suhu di kota Medan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara Kota

Defenisi pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Achmad, 2004).

Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut maka dalam pelaksanaannya sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut seperti misalnya, ketentuan umum untuk baku mutu udara ambien adalah batas yang diperbolehkan bagi zat atau pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau harta benda, sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemar ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. Selain itu pemerintah mengeluarkan ketentuan parameter apa saja yang harus diuji dan berapa nilainya untuk menentukan kedua baku mutu udara tersebut (Achmad, 2004).

Akhir-akhir ini dengan makin meningkatnya pencemaran udara terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sering dilakukan uji emisi untuk kendaraan bermotor. Pemeriksaan langsung dilakukan kepada udara yang dikeluarkan knalpot mobil. Untuk melihat apakah emisi yang dikeluarkan oleh sebuah mobil sudah memenuhi


(21)

ketentuan maka hasil pemeriksaan dibandingkan dengan baku mutu udara emisi untuk sumber yang bergerak yang dikeluarkan pemerintah (Achmad, 2004).

2.1.1. Zat-Zat Pencemar Udara

Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi :

1. Pencemar udara primer 2. Pencemar udara sekunder

2.1.1.1. Pencemar Udara Primer

Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari statu proses tertentu. Pencemar udara primer yang mencakup 90% dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) di mana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari sector transportasi (mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya). Dari seluruh pencemar primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sector transportasi yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total (Kristanto, 2004).

Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok sebagai berikut :


(22)

1. Karbon monoksida (CO) 2. Nitrogen oksida (NOx) 3. Hidrokarbon (HC) 4. Sulfur oksida (SOx) 5. Partikel

1. Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida (CO) merupakan suatu komponen gas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari berat air dan tidak larut di dalam air (Kristanto, 2004).

Karbon Monoksida (CO) dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung karbon dan oleh pembakaran pada tekanan dan suhu tinggi yang terjadi pada mesin. Karbon Monoksida dapat juga dihasilkan dari reaksi oksidasi gas metana oleh radikal hidroksil dan dari perombakan/pembusukan tanaman meskipun tidak sebesar yang dihasilkan pembakaran bensin. Pada jam-jam sibuk di daerah perkotaan konsentrasi gas CO bisa mencapai 50-100 ppm. Tingkat kandungan CO di atmosfir berkorelasi positif dengan padatnya lalu-lintas, tetapi berkorelasi negatif dengan kecepatan angin (Achmad, 2004).

Transportasi menghasilkan CO yang paling banyak di antara sumber-sumber CO lainnya, terutama dari kendaraan bermotor yang menggunakan bensin sebagai bahan bakarnya. Sumber CO yang ke dua terbanyak adalah pembakaran hasil-hasil


(23)

pertanian, seperti sampah, sisa-sisa kayu di hutan. Sumber CO ke tiga adalah proses-proses di dalam industri. Dua jenis industri yang menjadi sumber CO terbesar adalah industri besi dan baja (Kristanto, 2004).

Karena kendaraan bermotor merupakan sumber polutan CO yang utama (sekitar 60%), maka daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan lalu-lintas yang ramai memperlihatkan tingkat pencemaran CO yang tinggi (Kristanto, 2004).

Konsentrasi CO di udara pada tempat tertentu dipengaruhi oleh kecepatan emisi (pelepasan) CO di udara dan kecepatan dispersi (pembersihan) CO dari udara. Pada daerah perkotaan kecepatan dispersi CO dari udara sangat lambat. Kecepatan dispersi dipengaruhi langsung oleh faktor-faktor meteorologis, seperti kecepatan dan arah angin, turbulensi udara, serta stabilitas atmosfer (Kristanto, 2004).

Karbon Monoksida (CO) dapat mengikat oksigen dari hemoglobin menghasilkan karboksi hemoglobin, yaitu :

O2Hb + CO å COHb + O2

Pengaruh dari reduksi ini mengakibatkan kapasitas darah mengangkut oksigen menurun. Tingkat kandungan COHb dalam darah naik dengan kenaikan CO atmosfir dan aktivitas fisik individu. Adanya gas CO dalam darah memberikan berbagai pengaruh atau gangguan yang sesuai dengan tingkat konsentrasinya. Kenaikan CO mengakibatkan menurunnya fungsi sistem saraf sentral, perubahan-perubahan fungsi jantung dan paru-paru, mengantuk, koma, sesak nafas dan akhirnya meninggal (Achmad, 2004).


(24)

Sedangkan karbon dioksida (CO2) terdapat di udara sekitar 0,033% dari volume

udara. Dapat berupa gas, cair atau solid. Sumbernya secara alami terdapat di atmosfir, hasil respirasi/ekspirasi manusia dan hewan, sumur gas dan hasil pembusukan materi organik. Sedangkan hasil buatan manusia, merupakan hasil fermentasi, hasil pembakaran bahan bakar karbon, hasil dari proses kimia dalam produksi amonia, gasolin dan lain-lain. Konsentrasi CO2 di dalam air mengurangi konsentrasi oksigen

di dalam air (Gabriel, 2001).

Kontribusi utama manusia terhadap jumlah CO2 dalam atmosfir berasal dari

pembakaran bahan bakar fosil, yaitu batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Pembakaran bahan-bahan tersebut menambahkan 5 miliar CO2 ke atmosfir tiap tahun

(Foley, 1993).

2. Nitrogen Oksida (NOx)

Tiga bentuk oksida nitogen yang secara normal masuk ke dalam atmosfir adalah nitrogen monoksida (N2O), nitogen oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Gas

NO2 dihasilkan oleh proses mikrobiologis dan komponen ini tidak menyebabkan

pencemaran udara pada konsentrasi kurang lebih 0,3 ppm. Gas ini relatif tidak reaktif dan mungkin tidak penting dalam reaksi kimia pada suhu rendah (Achmad, 2004).

Nitrogen oksida (NO) suatu gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dan nitrogen dioksida (NO2) yang berwarna merah coklat, keduanya sangat penting

sebagai zat pencemar udara. Campuran dari NO dan NO2 dikenal dengan NOx.


(25)

bahan bakar fosil baik dari sumber yang tetap maupun sumber bergerak. Secara global tidak kurang dari 100 juta metric ion NO2 per tahun dikeluarkan dari aktivitas

tersebut (Achmad, 2004).

Konsentrasi NOx di udara pada daerah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada udara di daerah pedesaan. Konsentrasi NOx di udara di daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm. Sebagaimana halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran, dan kebanyakan pembakaran yang disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi dan konsumsi energi serta pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx yang dibuat manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin (Kristanto, 2004).

Nitrogen dioksida sebenarnya akan hilang dari udara karena terbawa oleh air sehingga terbentuk asam seperti nitrit atau dalam bentuk senyawa organik nitrogen karena di atmosfer terbentuk kabut fotokimia.

3NO2 + H2O å 2HNO3 + NO

2 O2 + H2O å HNO3 + NO2

senyawa nitrogen dalam bentuk gas NO atau NO2 yang terbawa ke permukaan bumi

akan dapat memperbaiki kekurangan senyawa nitrogen di dalam tanah berupa nutrien tanah yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan organisme lain, sehingga di satu pihak berbahaya bila dalam bentuk gas atau asam, tetapi juga bermanfaat bila telah berubah menjadi senyawa nitrat yang dapat sebagai sumber nitrogen tanah (Situmorang, 2007).


(26)

Toksisitas akut NO2 sangat membahayakan kesehatan manusia. Pengaruhnya

terhadap kesehatan tergantung dari konsentrasi NO2. untuk beberapa menit sampai

satu jam, dengan konsentrasi 50-100 ppm menyebabkan inflamasi jaringan paru-paru periode 6-8 minggu. Setelah itu subjek normal kembali. Pada konsentrasi 150-200 ppm NO2 menyebabkan bronchiolities fibrosa obliterons, dan keadaan fatal akan

terjadi dalam waktu 3-5 minggu setelah kejadian. Kematian biasanya terjadi dari 2-10 hari setelah subjek terpapar 500 ppm NO2 atau lebih.

3. Hidrokarbon (HC)

Sesuai dengan namanya, komponen HC hanya terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. Beribu-ribu komponen HC terdapat di alam, di mana pada suhu kamar terdapat dalam tiga wujud, yaitu padat, cair dan gas. Sifat fisik dari masing-masing bentuk dipengaruhi oleh struktur molekulnya, terutama jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC tersebut. Hidrokarbon yang mengandung 1-4 atom karbon berbentuk gas dalam suhu kamar, sedangkan yang mengandung 5 atau lebih atom karbon berbentuk cair atau padat. Semakin tinggi jumlah atom karbon, semakin cenderung untuk terdapat dalam bentuk padat. Hidrokarbon yang sering menimbulkan masalah dalam pencemaran udara yang berbentuk gas pada suhu normal atmosfer, atau HC yang bersifat sangat volatil (mudah berubah menjadi gas) pada suhu tesebut. Kebanyakan komponen tersebut mempunyai struktur yang sederhana, yaitu yang mengandung ± 12 atom karbon per molekul (Kristanto, 2004).


(27)

Bensin yang merupakan suatu campuran kompleks antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana dengan sejumlah kecil bahan tambahan non-hidrokarbon-hidrokarbon bersifat sangat volatil dan segera menguap untuk kemudian terlepas ke udara. Pelepasan HC dari kendaraan bermotor juga diakibatkan oleh emisi yang dihasilkan oleh minyak bakar yang belum terbakar di dalam ruang bakar (Kristanto, 2004).

Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oxidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. polutan sekunder yang

paling berbahayan yang dihasilkan oleh reaksi HC dalam siklus tersebut adalah ozon dan peroksiasilnitrat, PAN (Kristanto, 2004).

Hingga saat ini belum ada kejadian yang menunjukkan bahwa HC pada konsentrasi udara ambien mempunyai pengaruh langsung yang merugikan manusia. Beberapa penelitian terhadap hewan dan manusia menunjukkan bahwa hidrokarbon alifatik (propana) dan alisiklik (sikloheksana) mempunyai pengaruh yang tidak diinginkan terhadap manusia hanya pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang terdapat di atmorfer (Kristanto, 2004). Hidrokarbon aromatik (benzina) lebih berbahaya dibandingkan dengan kedua jenis hidrokarbon lainnya. Uapnya lebih iritatif terhadap membran mukosa, dan luka di bagian dalam dapat terjadi jira menghisap uap komponen aromatik. Namur demikian pada konsentrasi kurang dari 25 ppm, zat tersebut biasanya tidak berpengaruh (Kristanto, 2004).


(28)

Secara global senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup besar masuk ke dalam atmosfer melalui aktivitas manusia sekitar 100 juta metric ton belerang setiap tahunnya, terutama sebagai SO2 dari pembakaran batu bara dan gas buang kendaraan

bensin. Jumlah yang cukup besar dari senyawa belerang juga dihasilkan oleh kegiatan gunung berapi dalam bentuk H2S, proses perombakan bahan organik, dan reduksi

sulfat secara biologis. Jumlah yang dihasilkan proses biologis ini dapat mencapai kurang lebih 1 juta metric ton H2S per tahun (Achmad, 2004).

Pencemaran oleh SOx terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulsur trioksida (SO3). Kedua jenis gas ini

dikenal dengan SOx. Sulfur dioksida (SO2) mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan SO3 merupakan componen yang tidak reaktif.

Pembakaran bahan-bahan yang tidak mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk SOx, tetapi jumlahnya relatif tidak dipengauhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Walaupun udara tersedia dalam jumlah yang cukup, SO2 selalu terbentuk

dalam jumlah yang besar. Jumlah SO3 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi

reaksi, terutama suhu, dan bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SO (Kristanto, 2004).

Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :

S + O2å SO2


(29)

SO3 biasanya diproduksi dalam jumlah kecil selama pembakaran, disebabkan

reaksi pembentukan SO3 berlangsung sangat lambat dan pada suhu yang relatif

rendah (200ºC), tetapi kecepatan reaksi akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Kristanto, 2004).

Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jira konsentrasi uap air

Sangay rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, biasanya SO3 dan air akan

segera bergabung membentuk droplet asam sulfat, H2SO4 dengan reaksi sebagai

berikut :

SO3 + H2O å H2SO4

Oleh karena itu komponen normal yang ada di atmosfer bukan SO3 melainkan

H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 atmosfer ternyata lebih tinggi daripada yang dihasilkan

dari emisi SO3, hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari

mekanisme-mekanisme lainnya. Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2.

dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari berbagai sumber alam, seperti volkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Jumlah SO2 karena oksidasi H2S

hádala 80%. Sedangkan 20% sisanya adalah hasil ulah manusia dari penggunaan bahan bakar yang mengandung belerang (16%), pencairan logam non-ferro dan kilang minyak (Kristanto, 2004).

Akibat utama polutan SOx terhadap manusia hádala terjadinya iritasi pada sistem pernafasan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada


(30)

beberapa individu yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm (Kristanto, 2004).

Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat membunuh jaringan pada daun (necrosis daun). Kerusakan tanaman ini akan diperparah dengan kenaikan kelembaban udara. Aerosol asam sulfat (H2SO4)

akan merusak tanaman. Kerusakan lebih lanjut juga dialami oleh bangunan-bangunan yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam dan dolomit (Achmad, 2004).

5. Partikel

Polutan udara, di samping berwujud gas, ada pula yang berbentuk partikel-partikel kecil padat dan droplet cairan yang terdapat dalam jumlah cukup besar di udara. Berbagai jenis polutan partikel dan bentuknya yang terdapat di udara ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1. Berbagai Komponen Partikel dan Bentuk Umum yang Terdapat di Udara

Komponen Bentuk

Besi Fe2O3 ; Fe3O4

Magnesium MgO Kalsium CaO

Aluminium Al2O3

Sulfur SO2

Titanium TiO2

Karbonat CO3¯

Silikon SiO2


(31)

Kalium K2O

Natrium Na2O

Lain-lain Sumber: Kristanto, 2004.

Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Sifat fisik partikel yang penting adalah ukurannya, berkisar antara diameter 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran tersebut partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikel serta aliran (turbelensi) udara (Kristanto, 2004).

Terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel berukuran lebih dari 10 mikron dihasilkan dari proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, serta pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berukuran diameter di antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah, debu, dan produk pembakaran dari industri lokal, serta pada tempat tertentu, mengandung garam laut. Partikel yang mempunyai diameter 0,1–1 mikron, terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia. Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron belum diidentifikasi secara kimia, tetapi diduga berasal dari sumber pembakaran (Suara Muhammadiyah, 2007).


(32)

Pengaruh patologi partikel debu juga tergantung pada keadaan fisiknya (Wisnu, 1995), yaitu :

1. Debu dengan ukuran 5 mikron

Bila terhirup melalui pernafasan biasanya lebih banyak jatuh pada alat pernafasan bagian atas, menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan phatingitis dan bisa diobati.

2. Debu dengan ukuran 3-5 mikron

Jatuh lebih ke arah dalam yaitu pada saluran pernafasan bagian tengah (brunchus) menimbulkan penyakit bronchitis.

3. Debu dengan ukuran 1-3 mikron

Masuk ke dalam kantong paru-paru, menempel pada alveoli 4. Debu dengan ukuran 0,1-1 mikron

Tidak menempel pada permukaan alveoli tetapi mengikuti gerak brown dalam bentuk suspensi, akan keluar pada saat nafas dihembuskan.

Ukuran partikel debu yang membahayakan bagi kesehatan ialah 0,1 – 10 mikron. Beberapa senyawa kimia berbahaya (misalnya Pb dan S02) dapat melekat bergabung atau bereaksi dengan partikel debu, dan manusia terpajan melalui inhalasi. Di samping itu partikel debu juga dapat menyebabkan gangguan jarak pandang (Depkes RI, 1994).


(33)

Particulate Matter 10 µm (PM10) adalah fraksi dari partikulat kasar yang mempunyai diameter aerodinamik lebih kecil dari 10 μm (WHO, 2000). Partikulat ada yang berbentuk cair maupun padat, ada yang berinti padat dan dikelilingi oleh cairan. Beberapa partikulat tersebut berisi partikulat yang terikat air. Partikulat primer langsung diemisikan dari sumber, sedangkan partikulat sekunder terbentuk dari gas melalui reaksi kimia dalam atmosfer, meliputi oksigen di atmosfer (O2) dan uap air (H2O), zat reaktif seperti ozon (O3), senyawa hidroksil radikal (COH) dan nitrat radikal (CNO3), serta zat polutan (SO2, NOx dan gas organik dari alam maupun hasil kegiatan manusia (US.EPA, 2004).

Partikulat secara alami berasal dari tanah, bakteri, virus, jamur, ragi, serbuk sari serta partikulat garam dan evaporasi air laut. Sedangkan dari aktivitas manusia, partikulat dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor, hasil pembakaran, proses industri dan tenaga listrik. PM10 secara langsung dihasilkan dari emisi gas diesel, industri pertanian, aktivitas di jalan, reaksi fotokimia yang melibatkan polutan, misalnya hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik dan ketel uap industri (Kristanto, 2004).

Partikulat berpengaruh terhadap tanaman terutama karena bentuk debunya, dimana debu tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan (gerimis) akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun yang tidak dapat dibilas oleh air hujan kecuali dengan menggosoknya. Partikel-partikel yang terdapat di udara juga dapat mengakibatkan berbagai kerusakan pada berbagai bahan. Salah satunya korosi.


(34)

Peranan partikel pada percepatan korosi adalah karena partikel dapat berfungsi sebagai inti dimana uap air dapat mengalami kondensasi sehingga gas yang terserap oleh partikel akan terlarut di dalam droplet air yang terbentuk (Kristanto, 2004).

Dalam usaha untuk mengurangi polusi udara oleh partikel debu perlu diketahui sifat-sifat partikel debu yaitu :

1. Sifat pengendapan

Merupakan sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya kadang-kadang relatif tetap berada di udara. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih daripada yang ada di udara.

2. Sifat permukaan basah

Sifat permukaannya yang akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.

3. Sifat penggumpalan

Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama lain dan dapat menggumpal (Depkes RI, 1994).

2.1.1.2. Pencemar Udara Sekunder

Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udaar yang sudah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih contaminan/polutan. Umumnya polutan sekunder tersebut merupakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain yang ada di udara. Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan sekunder di antaranya


(35)

adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi fotokimia, misalnya oleh pembentukan ozon, yang terjadi antara molekul-molekul hidrokarbon yang ada di udara dengan NOx melalui pengaruh sinar ultraviolet dari matahari. Sebaliknya pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk gas yang terjadi di udara karena adanya partikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai katalisator (Kristanto, 2004).

Tabel 2.2. Polutan Primer dan Sekunder di Udara

Polutan Primer Reaksi Polutan Sekunder

Sulfur Oksida Sulfur dioksida Nitrogen dioksida Karbon dioksida Hidrogen sulfida Hidrogen fluorida Silikon tetrafluorida

+ H2O sulfurous acid

sulfurous acid + O2

Oksidasi perlahan-lahan menjadi Sulfur trioksida; dan bereaksi dengan H2O

+ H2O

Nitrit acid + H2O

+ H2O

+ O2

+ H2O

+ H2O

Asam Sulfuric

Asam sulfuric

Nitrous & Nitric acid NO & Nitric acid Karbonic acid Sulfuric acid Hidrofluoric acid Hidrofluoric acid dan SiO4

Sumber : Gabriel, 2001.


(36)

Berdasarkan wujud fisiknya, pencemar udara dibedakan menjadi gas dan partikel. Partikel merupakan benda-benda padat/cair yang dimensinya sedemikian kecilnya sehingga memungkinkannya melayang di udara. Bentuk-bentuk khusus dari partikel dalam hubungannya dengan pencemaran udara dibedakan menjadi :

1. Mist (kabut) merupakan partikel cair yang berada dalam udara karena kondensasi uap air, atau otomatisasi cairan ke tingkat dispersi. Otomatisasi ini terjadi pada penyemprotan, pembuihan, dan lain-lain.

2. Fog (kabut yang padat/tebal), idem dengan mist, tetapi masih dapat dilihat dengan mata telanjang sekalipun tanpa bantuan visual aid (alat bantu penglihatan).

3. Smoke (asap) merupakan partikel karbon (padat) yang terjadi dari pembakaran tidak sempurna sumber-sumber pembakaran yang menggunakan bahan bakar hidrokarbon, dengan usuran partikel < 5 mikron.

4. Debu (dust) merupakan partikel padat yang terjadi karena proses mekanis (pemecahan dan reduksi) terhadap masa padat, di mana partikel tersebut maih dipengaruhi oleh gravitasi.

5. Fume adalah partikel padat yang terjadi karena kondensasi dari penguapan logam-logam cair yang kemudian disertai secara langsung oleh suatu oksidasi di udara. Biasanya terjadi pada pabrik-pabrik pengecoran dan peleburan logam (Kristanto, 2004).

Sedangkan berdasarkan wujud kimianya, pencemar udara dibedakan dalam dua sub-kelompok, yaitu sub-kelompok partikel/debu dan sub-kelompok gas/uap. Berdasarkan susunan kimianya partikel/debu terbagi menjadi partikel/debu mineral


(37)

dan partikel/debu organik. Masing-masing partikel dibedakan lagi menurut sifat kelarutannya yaitu partikel/debu mineral yang tidak larut, yang sama sekali tidak dapat dilarutkan zat pelarut baik asam, basa maupun zat pelarut organik, kemudian partikel/debu mineral yang larut, mempunyai sifat masih dapat larut di antara bahan-bahan pelarut baik asam, basa maupun organik (Kristanto, 2004).

2.1.3. Keadaan Cuaca yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Udara

Menurut Departemen Kesehatan (1994) menyebutkan beberapa keadaan cuaca yang dapat mempengaruhi kualitas udara yaitu :

1. Suhu udara

Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara, suhu udara yang tinggi menyebabkan udara semakin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi semakin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara semakin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampak semakin tinggi. 2. Kelembaban

Pada kelembaban udara yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi zat pencemar sekunder.

3. Tekanan udara

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya statu reaksi kimia antara pencemar yang satu dengan pencemar atau zat-zat lain yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah atau berkurang.


(38)

4. Angin

Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi statu proses penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemar udara, sehingga kadar statu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan angin juga dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar.

5. Keadaan awan

Keadaan awan dapat mempengaruhi keadaan cuaca, termasuk juga banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Kedua hal ini dapat mempengaruhi reaksi kimia pencemar udara dengan zat-zat yang ada di udara.

6. Sinar matahari

Dengan adanya sinar dan panas matahari maka pencemar udara dapat dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar dan panas matahari yang menyirami bumi. 7. Curah hujan

Adanya curah hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak di atas lalu jatuh ke bumi, dapat menyerap pencemaran gas tertentu ke dalam partikel air, serta dapat menangkap partikel debu yang akan menempel pada partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya dengan jatuhnya hujan.


(39)

Penghijauan perkotaan yaitu menanam tumbuh-tumbuhan sebanyak-banyaknya di halaman rumah atau dilingkungan sekitar rumah maupun dipinggir jalan, apakah itu berbentuk pohon, semak, perdu, rumput atau penutup tanah lainnya, di setiap jengkal tanah yang kosong yang ada dalam kota dan sekitarnya, sering disebut sebagai ruang terbuka hijau (RTH). RTH sangat penting, mengingat tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat dikategorikan menjadi fungsi lansekap (sosial dan fisik), fungsi lingkungan (ekologi) dan fungsi estetika (keindahan). Berdasarkan kepada fungsi utama RTH dapat dibagi menjadi : 1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan hasilnya untuk

konsumsi yang disebut dengan hasil pertanian kota seperti hasil hortikultura. 2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi sosial. 3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas lingkungan

(Irwan, 2007).

Ruang Terbuka (RT), tak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi ‘Hutan Beton’ yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi sebab tidak layak huni (Purnomohadi, 2001).

Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang


(40)

Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon bebuahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota (Purnomohadi, 2001).

Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu subsistem dari sistem kota secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun secara merata di seluruh wilayah kota untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan menjadi :

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.

3. Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain. 4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik

(dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro, lansekap kota secara keseluruhan). Mampu menstimulasi kreativitas dan


(41)

produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan ’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali (Purnomohadi, 2001).

Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya (Lokakarya RTH, 30 November 2005). Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan (retensi/retention basin). Di dalam Ruang terbuka non-hijau yang diperkeras (paved) inilah pada umumnya didirikan air mancur (Purnomohadi, 2001).

2.3. Air Mancur

Pada awalnya kata “air mancur” mengarah pada mata air atau sumber air alam. Tetapi istilah ini kemudian diartikan sebagai struktur buatan yang dirancang untuk


(42)

menampung dan memindahkan air, memberikan rasa segar kepada manusia dan memiliki kenyamanan estetika. Struktur air mancur arsitektural atau bentuk pahatan padat dirancang untuk memanipulasi dan membentuk fluiditas air ke dalam jet dan semprotan yang lebih baik, atau menyalurkannya ke dalam aliran yang diperhalus dan kemudian jatuh (Gardens, 2007).

Air mancur terdiri dari dua komponen dasar yaitu sumber atau genesis dari aliran air dan penerima, daerah aliran atau kolam yang menampung air. Seni ini seringkali meniru alam, dan di seluruh dunia kita menemukan beberapa air mancur dengan kepala manusia, kepala binatang, yang mulutnya merupakan pipa saluran. Beberapa air mancar juga berfungsi sebagai mata air minum guna mengilustrasikan konsep dasar aliran air mancur sebagai penerima dan penampung air (Gardens, 2007).

Pada arsitektur lansekap, pemanfaatan air mancur dianggap sebagai aksentuasi yakni upaya untuk menonjolkan salah satu unsur agar lebih tampak terlihat dalam komposisi susunan elemen tata ruang kota (Hakim, 2003).

2.3.1. Sistem Hidrolik pada Air Mancur

Air yang secara sederhana terdiri dari senyawa hidrogen oksida yang umumnya dikenal sebagai H2O, dimana sangat kompleks bila diarahkan pada gerakan cairan dengan kondisi yang terkontrol. Dengan demikian ketika merancang air mancur, disainer mempertimbangkan semua nuansa yang mungkin dari penampilan air, suara dan gerak (Gardens, 2007).


(43)

Hidrolik, cabang ilmu físika dan tehnik, berhubungan dengan sifat aplikasi praktis dari air yang bergerak, dalam hal ini kecepatan, tekanan dan pola aliran yang berkaitan dengan fluiditas air. Sistem hidrolik adalah teknologi yang memanfaatkan

zat cair untuk melakukan suatu gerakan segaris atau putaran. Sistem ini bekerja berdasarkan prinsip, jika suatu zat cair dikenakan tekanan, maka tekanan itu akan merambat ke segala arah dengan tidak bertambah atau berkurang kekuatannya. Seni disain air mancur merupakan tehnologi hidrolik. Demikian pula efek air mancur spektakuler yang dimungkinkan sebagai tehnologi yang menyempurnakan kemampuan untuk memindahkan air dalam berbagai cara, baik melalui gravitasi, metode mekanika, pompa bertekanan, peralatan bertenaga listrik atau dengan bantuan komputer. Untuk merancang efek air mancur, maka disainer harus memahami faktor yang mempengaruhi volume air dan aliran air (Gardens, 2007).

2.3.2. Metode Aerasi pada Air Mancur dalam Mengikat Polutan Udara

Prinsip aerasi adalah memberi kontak udara terhadap permukaan badan air. Termasuk tujuan terpenting aerasi adalah oksigenasi (meningkatkan oksigen terlarut dalam air). Teknik-teknik aerasi antara lain :

1.

erasi difusi, yakni menghembuskan gelembung ke dalam air (umum untuk akuarium).

2.


(44)

kincir atau air mancur). Prinsip aerasi inilah yang digunakan dalam air mancur, dimana air yang dipompa dari dalam kolam akan disemprotkan ke udara dengan berbagai desain tertentu.

3.

erasi wadah bertingkat, yakni air terjun dari satu wadah ke wadah lebih rendah menghasilkan air terjun (digunakan di tempat jualan ikan di supermarket). 4.

erasi banyak permukaan, yakni air mengalir pada permukaan terbuka yang lebar dan kedalaman airnya tipis saja (perlu ruang banyak).

5.

erasi pemencaran jalan air, yakni air dipompakan ke kolam, sebelum mencapai permukaan badan air, dihambat oleh sebuah halangan sehingga airnya terpencar-pencar, untuk meningkatkan jumlah kontak udara dengan badan air (Hidayat, 2007).

2.3.3. Fungsi Air Mancur

Fungsi air mancur bukan saja sebatas pemanis di taman. Aksesoris taman ini ternyata memiliki manfaat yang tidak jauh berbeda dengan tanaman. Air mancur tersebut bukan saja memberi kesan artistik dan kadang memberi efek menenangkan dengan mendengarkan suara air, tapi juga bisa berfungsi sebagai filter udara. Semua air mancur menghasilkan partikel ion-ion hidrogen dari air mancur yang merupakan ion negatif yang tercipta dari golakan air-air yang jatuh. Setiap partikel ion negatif


(45)

tersebut dapat mengikat debu serta zat kimia yang ada di udara sehingga air mancur tersebut dapat dikatakan mem-filter udara (Greenmap, 2008).

Zat-zat beracun bisa terserap melalui pancaran air yang keluar dari lubang nozel air mancur. Atau bisa juga berdifusi langsung dalam pergerakan air. Agar terlihat unik dan cantik, air mancur bisa digabungkan dengan kolam atau taman air. Berbagai gas beracun dan polutan yang terlah tercampur dalam air bisa dimanfaatkan dan diserap oleh tanaman air. Dalam proses fotosintesa, tumbuhan mengolahnya sebagai bahan nutrisi yang penuh manfaat. Hasil dari proses fotosintesa adalah oksigen. Berbagai tanaman air berbunga cantik yang bisa dipilih diantaranya yaitu eceng gondok, melati air, water poppy, teratai, lotus dan iris. Hujan juga merupakan air mancur raksasa dimana ketika air hujan jatuh menghasilkan ion-ion negatif (J.B., Franz, 2008).

2.4. Kerangka Konsep

Air mancur taman kota aktif dan

tidak aktif

Konsentrasi Polutan Udara : 1. SO2

2. NO2

3. PM10 - Cuaca - Suhu

- Kelembaban udara - Kecepatan angin - Jumlah kendaraan


(46)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pengukuran konsentrasi polutan udara (SO2, NO2, PM10) dilakukan pada saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif untuk mengetahui perbedaan konsentrasi polutan untuk setiap kondisi di saat air mancur aktif dan tidak aktif, pada cuaca, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan jumlah kendaraan yang sama atau tidak terdapat perbedaan yang ekstrim pada setiap pengukuran. Sehingga diperolehlah hasil sejauh mana perbedaan konsentrasi polutan dari pemanfaatan air mancur taman kota.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional untuk menggambarkan pemanfaatan air mancur taman kota sebagai variabel independen dengan menganalisa jumlah polutan udara (SO2, NO2 dan PM10) sebagai variabel dependen di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kota Medan dengan pertimbangan bahwa kota Medan merupakan salah satu daerah yang padat lalu lintas dan juga memiliki air mancur taman kota. Lokasi air mancur yakni :

1. Air mancur jalan Gatot Subroto Medan. 2. Air mancur jalan Sudirman Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 9 (sembilan) bulan sejak bulan Nopember tahun 2007 sampai bulan Agustus tahun 2008, dimulai dari penelusuran pustaka, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium (seminar proposal), pengumpulan data serta melakukan pengolahan dan analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif.


(48)

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah polutan udara di sekitar air mancur yang meliputi SO2, NO2, dan PM10 yang diukur untuk melihat perbedaan konsentrasi

pada saat air mancur tersebut aktif dan tidak aktif.

3.4. Titik Pengambilan Sampel

Sampel diambil sebanyak 3 titik (titik A, titik B dan titik C) untuk masing-masing air mancur titik A dan B pada jarak 1 meter dari tepi kolam dan titik C pada jarak 20 meter dari tepi kolam, dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Arah angin dominan kota Medan, yakni ke tenggara.

2. Kecepatan angin dominan kota Medan, yakni 10 knot (5,1444 m/detik). 3. Keadaan arus lalu-lintas (kendaraan bermotor).

Ketiga titik ini diambil untuk mengukur jumlah polutan udara di saat air mancur aktif maupun tidak aktif untuk masing-masing air mancur.

3.5. Cara Kerja

Pengukuran dilakukan selama 8 hari untuk dua lokasi air mancur yakni Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman, dengan masing-masing lokasi empat hari di saat air mancur aktif dan empat hari di saat air mancur tidak aktif. Pengukuran dilakukan di titik A, titik B dan titik C di lokasi air mancur taman kota jalan Gatot Subroto dan Sudirman Medan pada saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif, dengan cara kerja sebagai berikut :


(49)

1. Pukul 07.00 – 08.00 WIB, pengukuran SO2, NO2, PM10 yang dilakukan selama 1 jam.

2. Pukul 12.00 – 13.00 WIB, pengukuran SO2, NO2, PM10 yang dilakukan selama 1 jam.

3. Pukul 17.00 – 18.00 WIB, pengukuran SO2, NO2, PM10 yang dilakukan selama 1 jam.

3.6. Manajemen Data 3.6.1. Sumber Data

1. Data Primer

Dilakukan pengumpulan data primer tentang jumlah polutan (SO2, NO2 dan

PM10) di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif. 2. Data sekunder

Gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari Dinas Pertamanan kota Medan dan konstruksi bangunan air mancur yang diperoleh dari PT. Star Indonesia sebagai penyelenggara Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman Medan.


(50)

3.6.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Data jumlah SO2 dan NO2 di udara di saat air mancur aktif dan tidak aktif.

a. Peralatan

1. Masukkan 10 cc absorban SO2 atau NO2 ke dalam tabung impinger. 2. Letakkan alat setinggi 1,5-2 meter dari permukaan tanah.

3. Hidupkan alat, tunggu sampai 1 jam. b. Pra-sampling

1. Absorban dimasukkan dalam cool box 20°C. 2. Hindari sinar matahari langsung.

3. Perhatikan arah dan kecepatan angin. c. Proses sampling

1. Arahkan pipa/cerobong impinger berlawanan dengan arah angin. 2. Catat suhu dan tekanan udara (5 menit sekali).

3. Catat kecepatan angin (5 menit sekali).

2. Data jumlah PM10 di udara di saat air mancur aktif dan tidak aktif.

a. Pengukuran dilakukan pada saat jam sibuk atau padat lalu-lintas yakni pagi dan sore hari.

b. Peralatan menggunakan Haz Duzt EPAm-5000. c. Prosedur peralatan.


(51)

2. Masukkan filter ke sleve arm.

3. Sleve arm tempatkan di lubang inlet instrument. 4. Tekan tombol on dan tekan enter.

5. Pilih special function kemudian tekan enter. 6. Pilih system option kemudian tekan enter. 7. Pilih extended option kemudian tekan enter.

8. Pilih size select kemudian tekan enter (untuk memilih filter yang akan digunakan).

9. Kemudian tekan main.

10.Pilih calibration kemudian tekan enter, tunggu selama 100 detik. 11.Tekan main menu kemudian pilih run kemudian enter.

12.Konsentrasi selama pengukuran dengan ukuran µg/Nm³ per detik. 13.Konsentrasi rata-rata selama pengukuran (µg/Nm³).

3.6.3. Analisa Data

Dalam penelitian ini diperoleh berbagai data mengenai jumlah polutan (CO2, NOx dan PM10) di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif, yang dapat dianalisis dengan menggunakan program komputer yaitu analisa :

a. Univariat

Untuk melihat distribusi frekuensi konsentrasi polutan udara (SO2, NO2 dan PM10), cuaca, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan jumlah kendaraan.


(52)

b. Bivariat

Untuk membedakan rata-rata konsentrasi polutan udara di saat Air Mancur Gatot Subroto dengan Air Mancur Sudirman aktif dan tidak aktif, dengan menggunakan uji t-berpasangan.

3.7. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat

Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala

1. Air mancur Pelengkap taman kota berupa kolam air yang dilengkapi air yang dipancurkan yang kapasitasnya besar/luas dalam menjangkau ruang terbuka yang terdapat di daerah padat lalu-lintas kota Medan.

-- Visual Aktif

Tidak aktif

Nominal

2. SO2 Polutan udara berupa gas yang tidak berwarna dan berbau tajam, serta tidak terbakar di udara yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, yang diukur pada saat air mancur aktif dan tidak aktif.

Impinger Analisa spektrofotometer

µg/m³ Rasio

3. NO2 Polutan udara berupa gas yang tidak berasa, tidak berbau dan berwarna merah kecoklatan yang dihasilkan oleh

pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, yang diukur pada saat air mancur aktif dan tidak aktif.

Impinger Analisa spektrofotometer

µg/m³ Rasio

4. PM10 Polutan udara berbentuk partikel-partikel kecil padat dan droplet cairan yang terdapat dalam jumlah cukup besar di udara yang diukur pada saat air mancur aktif dan tidak aktif.

Haz Dust Pengukuran langsung


(53)

5. Cuaca Kondisi udara dalam keadaan cerah pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.

-- Visual Cerah

Berawan Hujan

Nominal

6. Suhu Keadaan udara normal pada

suhu 26ºC - 30ºC pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.

Termo-meter Pengukuran langsung ºC Interval 7. Kelembaba n udara

Kondisi kelembaban udara normal pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.

Hygro-meter Pengukuran langsung %Rh Rasio 8. Kecepatan angin

Kondisi kecepatan angin dominan kota Medan pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.

Vaneo-meter Pengukuran langsung m/detik Rasio 9. Jumlah kendaraan

Jumlah kendaraan bermotor yang melewati jalan di sekitar air mancur pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.

-- Visual Jumlah

kendaraan / 5 menit


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah air mancur taman kota di jalan Gatot Subroto dan air mancur taman kota jalan Sudirman. Kedua air mancur ini berada di kota Medan, di daerah padat lalu-lintas dan merupakan bagian dari taman kota Medan.

Berdasarkan wawancara dengan PT. Star Indonesia sebagai perusahaan yang mengadakan berdirinya Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman diperoleh data bahwa, air mancur taman kota di jalan Gatot Subroto berdiri pada tahun 2004 dan air mancur taman kota di jalan Sudirman berdiri pada tahun 2005. Kedua air mancur ini didirikan oleh PT. Star Indonesia, dengan memperoleh izin dari Pemerintah Kota Medan dan penyelenggaraannya PT. Star Indonesia bekerjasama dengan Dinas Pertamanan Kota Medan, karena air mancur ini terletak di wilayah taman kota Medan. Adapun dana operasional diadakan oleh pihak sponsor, dalam hal ini air mancur jalan Gatot Subroto disponsori oleh Bank Bukopin, sehingga air mancur ini dikenal dengan nama Air Mancur Bukopin dan air mancur jalan Sudirman disponsori oleh Bank Mandiri, yang selanjutnya air mancur ini dikenal dengan nama Air Mancur Mandiri.

Tepatnya air mancur taman kota Gatot Subroto berada di jalan Gatot Subroto, kelurahan Petisah, kecamatan Medan Petisah, terletak di persimpangan jalan antara jalan Adam Malik, jalan Gatot Subroto, jalan Guru Patimpus dan jalan Gatot Subroto.


(55)

Sedangkan air mancur taman kota Sudirman berada di jalan Sudirman, kelurahan Jati, kecamatan Medan Maimun, terletak di persimpangan jalan Slamet Riyadi, jalan Sudirman, jalan Sudirman, dan jalan Letjen Suprapto.

Sesuai dengan data konstruksi air mancur dari PT. Star Indonesia, bangunan air mancur taman kota Gatot Subroto memiliki ukuran-ukuran sebagai berikut :

1. Bangunan kolam

a. Luas kolam : 154 m², dengan diameter sepanjang 14 meter. b. Ketinggian kolam dari permukaan taman : 80 cm.

c. Ketinggian kolam dari permukaan jalan raya : 110 cm. d. Tebal dinding kolam : 40 cm.

2. Air mancur

a. Tinggi air mancur terdiri dari 3 variasi, yaitu :

1. Air mancur dengan ketinggian 2 meter sebanyak 36 buah, dengan kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 4 cm. 2. Air mancur dengan ketinggian 4 meter sebanyak 18 buah, dengan

kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 6 cm. 3. Air mancur dengan ketinggian 6 meter sebanyak 12 buah, dengan

kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 10 cm. 4. Ketiga ketinggian air mancur ini memiliki variasi model pancuran yang


(56)

b. Jarak masing-masing air mancur untuk air mancur ketinggian 2 meter, 4 meter dan 6 meter, masing-masing adalah 1 meter, dengan jarak dari pinggir kolam air mancur sepanjang 2 meter.

c. Sesuai dengan pengukuran di lapangan, dengan pengaruh angin maka jarak maksimal pancaran air mancur mengenai lokasi sekitarnya yakni sepanjang 6 meter dari pinggir kolam.

Gambar Air Mancur Gatot Subroto ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Bangunan air mancur taman kota Sudirman memiliki ukuran-ukuran sebagai berikut :

1. Bangunan kolam

a. Luas kolam : 314,29 m², dengan diameter sepanjang 20 meter. b. Ketinggian kolam dari permukaan taman : 70 cm.

c. Ketinggian kolam dari permukaan jalan raya : 85 cm. d. Tebal dinding kolam : 120 cm.

3. Air mancur

a. Tinggi air mancur terdiri dari 2 variasi, yaitu :

1. Air mancur dengan ketinggian 4 meter sebanyak 80 buah, dengan kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 2 cm. 2. Air mancur dengan ketinggian 6 meter sebanyak 18 buah, dengan


(57)

3. Kedua ketinggian air mancur ini memiliki model variasi pancuran yang berbeda, yakni untuk air mancur dengan ketinggian 4 meter arah pancaran melengkung ke arah titik tengan kolam, sedangkan air mancur dengan ketinggian 6 meter arah pancaran vartikal ke atas. d. Jarak masing-masing air mancur untuk air mancur ketinggian 2 meter dengan

6 meter, masing-masing adalah 6 meter, dengan jarak dari pinggir kolam air mancur sepanjang 1 meter.

e. Sesuai dengan pengukuran di lapangan, dengan pengaruh angin maka jarak maksimal pancaran air mancur mengenai lokasi sekitarnya yakni sepanjang 1 meter dari pinggir kolam.

Gambar Air Mancur Sudirman ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

4. 2. Hasil Penelitian

4.2.1. Hasil Pengukuran untuk Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka setelah dilakukan pengukuran diperoleh data sebagai berikut :


(58)

Tabel 4.1. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota Gatot Subroto pada Saat Pengukuran

Air Mancur Aktif Air Mancur Tidak Aktif No. Titik

Sampling Cuaca Suhu % Rh

Kec. Angin

Jlh

Kend Cuaca Suhu

% Rh Kec. Angin Jlh Kend Pagi

1. Titik A Cerah 25°C 86 m/detik 1,8 302/5 menit Cerah 28°C 70 m/detik 1,2 307/5 menit

2. Titik B Cerah 26°C 81 1,6

m/detik

276/5

menit Cerah 28°C 68

1,1 m/detik

282/5 menit 3. Titik C Cerah 28°C 69 m/detik 1,1 273/5 menit Cerah 29°C 65 m/detik 0,7 268/5 menit

Siang

1. Titik A Cerah 27°C 82 m/detik 2,3 347/5 menit Cerah 30°C 64 m/detik 1,7 336/5 menit

2. Titik B Cerah 26°C 84 2,1

m/detik

302/5

menit Cerah 30°C 65

1,6 m/detik

316/5 menit 3. Titik C Cerah 30°C 63 m/detik 1,8 312/5 menit berawan Cerah- 27°C 68 m/detik 1,3 308/5 menit

Sore

1. Titik A Cerah 27°C 82 2,8

m/detik

364/5 menit

Berawan

-Cerah 28°C 67

2,4 m/detik

378/5 menit

2. Titik B Cerah 27°C 79 3,1

m/detik

311/5 menit

Berawan

-cerah 27°C 64

2,3 m/detik

332/5 menit 3. Titik C Cerah 29°C 65 m/detik 2,5 296/5 menit Berawan-cerah 27°C 62 m/detik 2,2 315/5 menit

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui terjadi

perbedaan suhu dan kelembaban antara titik A dan B dengan titik

C, dimana kedua titik A dan B ini berada 1 meter dari pinggir kolam

air mancur, sedangkan titik C berada 20 meter dari pinggir kolam

air mancur, dan kondisi ini terjadi di saat air mancur aktif. Titik A

dan B memiliki suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang lebih

tinggi. Bila dilihat dari kecepatan angin, pada saat air mancur aktif

kecepatan angin lebih besar dibandingkan pada saat air mancur


(59)

tidak aktif. Untuk jumlah kendaraan tidak ada perbedaan yang

ekstrim untuk masing-masing kondisi di saat air mancur aktif dan

tidak aktif.

Tabel 4.2. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota Sudirman pada Saat Pengukuran

Air Mancur Aktif Air Mancur Tidak Aktif No. Titik

Sampling Cuaca Suhu %

Rh

Kec. Angin

Jlh

Kend Cuaca Suhu

% Rh Kec. Angin Jlh Kend Pagi

1. Titik A berawan Cerah- 27°C 76 m/detik 1,7 218/5 menit Cerah 28°C 70 m/detik 0,9 237/5 menit

2. Titik B

Cerah-berawan 27°C 71

1,6 m/detik

234/5

menit Cerah 28°C 69

0,8 m/detik

242/5 menit 3. Titik C Cerah 28°C 69 m/detik 0,8 189/5 menit Cerah 29°C 65 m/detik 0,8 216/5 menit

Siang

1. Titik A Cerah 27°C 72 m/detik 1,8 215/5 menit Cerah 30°C 64 m/detik 1,2 235/5 menit

2. Titik B Cerah 27°C 74 2,0

m/detik

226/5

menit Cerah 30°C 66

1,2 m/detik

232/5 menit 3. Titik C Cerah 28°C 63 m/detik 1,1 223/5 menit berawan Cerah- 27°C 72 m/detik 1,1 247/5 menit

Sore

1. Titik A Cerah 27°C 72 2,1

m/detik

232/5 menit

Berawan

-Cerah 28°C 70

1,4 m/detik

308/5 menit

2. Titik B

Cerah-berawan 27°C 69

2,3 m/detik

241/5 menit

Berawan

-cerah 27°C 72

1,5 m/detik

311/5 menit 3. Titik C Berawan

-cerah 29°C 65

1,6 m/detik

256/5 menit

Berawan

-cerah 27°C 71

1,3 m/detik

293/5 menit

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat diketahui terjadi perbedaan suhu dan kelembaban antara titik A dan B dengan titik C, dimana kedua titik A dan B ini


(60)

berada 1 meter dari pinggir kolam air mancur, sedangkan titik C berada 20 meter dari pinggir kolam air mancur, dan kondisi ini terjadi di saat air mancur aktif. Titik A dan B memiliki suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang lebih tinggi. Bila dilihat dari kecepatan angin, pada saat air mancur aktif kecepatan angin lebih besar dibandingkan pada saat air mancur tidak aktif. Untuk jumlah kendaraan terdapat perbedaan dimana pada saat air mancur aktif lebih kecil dari pada di saat air mancur tidak aktif.

Secara umum kondisi cuaca, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan jumlah kendaraan untuk Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Cuaca

Pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat air mancur aktif dan tidak aktif, secara visual cuaca dinyatakan cerah.

2. Suhu

Suhu udara pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat air mancur aktif dan tidak aktif, berkisar antara 26ºC sampai 30ºC.

3. Kelembaban udara

Kelembaban udara pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat air mancur aktif dan tidak aktif, berkisar 62 % sampai 86 %, dimana kelembaban udara tertinggi diperoleh pada saat pengambilan sampel


(61)

dilakukan di dekat air mancur, yakni pada jarak 1 meter dari pinggir kolam di saat air mancur aktif.

4. Kecepatan angin

Kecepatan angin pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat air mancur aktif dan tidak aktif, berkisar antara 0,7 m/detik sampai dengan 3,1 m/detik.

5. Jumlah kendaraan

Jumlah kendaraan rata-rata pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat air mancur aktif dan tidak aktif, adalah 312 kendaraan per 5 menit untuk air mancur Gatot Subroto dan 242 kendaraan per 5 menit untuk air mancur Sudirman.

4. 2. 2.Hasil Pengukuran Kadar Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10) pada Saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif

Berdasarkan hasil pengukuran kadar polutan SO2, NO2 dan PM10 yang

dilakukan pada saat air mancur aktif dan tidak aktif untuk air mancur Gatot Subroto dan air mancur Sudirman, maka diperolehlah data sebagai berikut.


(62)

Tabel 4.3. Konsentrasi Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10) pada Saat Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman Aktif dan Tidak Aktif Parameter Air Mancur Gatot Subroto Air Mancur Sudirman

SO2 NO2 PM10 SO2 NO2 PM10

NO Titik Sampling

µg/m³ µg/m³ µg/m³ µg/m³ µg/m³ µg/m³ AIR MANCUR AKTIF

Pagi

1. Titik A 510 66,1 128 495 43,8 41

2. Titik B 580 72,4 116 470 56,6 11

3. Titik C 620 78,7 88 415 59,2 21

Siang

1. Titik A 665 58,7 102 460 44,3 28

2. Titik B 820 74,3 90 565 57,1 9

3. Titik C 535 70,1 57 585 62,7 65

Sore

1. Titik A 845 51,7 97 580 36,6 58

2. Titik B 720 76,3 84 570 44,3 45

3. Titik C 655 68,2 62 535 57,8 22

AIR MANCUR TIDAK AKTIF

Pagi

1. Titik A 545 63,7 41 410 50,7 22

2. Titik B 480 76,3 47 435 66,3 28

3. Titik C 615 70,2 44 460 57,5 21

Siang

1. Titik A 410 77,6 28 510 65,4 58

2. Titik B 515 70,4 25 530 46,2 54

3. Titik C 435 80,1 31 485 60,7 57

Sore

1. Titik A 530 68,5 63 410 63,6 51

2. Titik B 695 73,2 54 475 39,7 41


(63)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa konsentrasi SO2 meningkat dari pagi ke sore hari saat air mancur aktif, sedangkan saat air mancur tidak aktif, peningkatan terjadi pada sore hari untuk Air Mancur Gatot Subroto dan siang hari untuk Air Mancur Sudirman. Konsentrasi NO2 terjadi peningkatan pada titik B dan C jika dibandingkan dengan titik A untuk kedua air mancur di saat aktif. Namun pada saat air mancur tidak aktif konsentrasinya tidak stabil. Sedangkan konsentrasi PM10 pada saat air mancur aktif, rata-rata terjadi peningkatan di titik A dan B yang berada di dekat air mancur, namun pada siang hari konsentrasi jauh lebih tinggi di titik C. Konsentrasi PM10 di saat air mancur tidak aktif cenderung tidak ada perbedaan yang ekstrim untuk ketiga titik, namun peningkatan terjadi pada sore hari untuk Air Mancur Gatot Subroto dan siang hari untuk Air Mancur Sudirman.

Berdasarkan hasil pengukuran di atas, maka rata-rata konsentrasi polutan di udara adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4. Rata-Rata Konsentrasi Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10) pada Saat Air

Mancur Gatot Subroto Dan Air Mancur Sudirman Aktif dan Tidak Aktif

Parameter

Air Mancur Gatot Subroto

Air Mancur Sudirman

SO2 NO2 PM10 SO2 NO2 PM10

NO Titik Sampling

µg/m³ µg/m³ µg/m³ µg/m³ µg/m³ µg/m³

Nilai Ambang Batas 900 400 150 900 400 150

AIR MANCUR AKTIF

Pagi 570 72,4 110,7 460 53,2 24,3

Siang 673,3 67,7 85,3 536,7 54,7 34

Sore 740 65,4 81 561,7 46,2 41,7

Rata-rata 661,11 68,50 91,56 519,44 51,38 33,33


(64)

Pagi 546,7 70,1 44 435 58,2 23,7

Siang 453,3 76 28 508,3 57,4 56,3

Sore 611,7 66,8 60,3 466,7 49,2 44,7

Rata-rata 537,22 70,96 44,11 470,00 54,92 41,56

Dari Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa untuk konsentrasi SO2 dan PM10, rata-rata konsentrasinya meningkat di saat air mancur aktif jika dibandingkan dengan konsentrasinya di saat air mancur tidak aktif, sedangkan NO2 rata-rata konsentrasinya menurun namun penurunan konsentrasinya tidak besar. Hal ini terjadi karena adanya penyerapan polutan oleh ion-ion negatif air mancur dan adanya faktor-faktor meteorologis dan jumlah kendaraan yang mempengaruhi konsentrasi polutan di udara sekitar air mancur.

4.2.3. Konsentrasi SO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif

Berdasarkan hasil pengukuran untuk konsentrasi SO2 pada saat Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman aktif dan tidak aktif, maka distribusi rata-rata konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi SO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif

Variabel Mean SD SE P value N

Air Mancur Gatot Subroto. Konsentrasi SO2

− Air mancur aktif − Air mancur tidak aktif

661,11 537,22

117,04 91,35

39,01

30,45 0,024 9 Air Mancur Sudirman.


(1)

69

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat kita ketahui bahwa air mancur aktif yang dapat memberikan perbedaan yang signifikan rata-rata konsentrasi polutan antara air mancur yang aktif dan tidak aktif adalah Air Mancur Gatot Subroto dengan jenis polutan SO2 dan PM10, dimana untuk SO2 terjadi perubahan konsentrasi sebesar 18,74% karena air mancur aktif. Sedangkan untuk PM10 terjadi perubahan konsentrasi sebesar 51,82%. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pemanfaatan air mancur yang paling besar terhadap konsentrasi polutan adalah untuk jenis PM10, yakni terjadi peningkatan konsentrasi di saat air mancur aktif sebesar 51,82%.

5. 5. Keterbatasan Penelitian

1. Pengukuran konsentrasi polutan yang dilakukan di sekitar lokasi Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman dilakukan hanya pengukuran sesaat, yang diukur pada pagi, siang dan sore hari.

2. Air Mancur yang diukur hanya ada dua yakni Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1. Kesimpulan

1. Konsentrasi SO2 di udara untuk Air Mancur Gatot Subroto pada saat air mancur aktif adalah 661,11 µg/m³ dan air mancur tidak aktif adalah 537,22 µg/m³, sedangkan untuk Air Mancur Sudirman pada saat air mancur aktif adalah 519,44 µg/m³ dan air mancur tidak aktif adalah 470,00 µg/m³ di Medan tahun 2008. 2. Konsentrasi NO2 di udara untuk Air Mancur Gatot Subroto pada saat air mancur

aktif adalah 68,50 µg/m³ dan air mancur tidak aktif adalah 70,96 µg/m³, sedangkan untuk Air Mancur Sudirman pada saat air mancur aktif adalah 51,38 µg/m³ dan air mancur tidak aktif adalah 54,92 µg/m³ di Medan tahun 2008.

3. Konsentrasi PM10 di udara untuk Air Mancur Gatot Subroto pada saat air mancur aktif adalah 91,56 µg/m³ dan air mancur tidak aktif adalah 44,11 µg/m³, sedangkan untuk Air Mancur Sudirman pada saat air mancur aktif adalah 33,33 µg/m³ dan air mancur tidak aktif adalah 41,56 µg/m³ di Medan tahun 2008.

4. Jenis polutan yang paling besar perbedaan konsentrasinya di udara dari pemanfaatan air mancur adalah PM10 dengan perubahan konsentrasi sebesar 51,82% lebih besar yang dapat dikumpulkan air mancur, di Medan tahun 2008.


(3)

6. 2. Saran

1. Institusi terkait

Sebagai masukan untuk pembangunan air mancur di kota Medan pada daerah yang padat lalu-lintas, namun karena efek air mancur dapat mengumpulkan polutan udara SO2, NO2, terutama debu (PM10) maka sangat penting untuk membatasi areal kolam air mancur dengan taman atau pagar agar masyarakat tidak terkena langsung polutan yang terkumpul di sekitar air mancur tersebut. Namun pembangunan air mancur yang disertai adanya taman kota akan memberikan manfaat yang lebih baik.

2. Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, informasi mengenai masalah pemanfaatan air mancur dalam mengurangi polutan di udara seperti SO2 dan NO2, khususnya debu (PM10) dengan menarik ion-ion positif polutan yang ada di sekitar air mancur tersebut, dan memberi masukan tentang pengaruh desain air mancur dalam meningkatkan efektifitasnya dalam menarik polutan, serta sebagai dokumen ilmiah yang mungkin dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.


(4)

mancur yang berada di daerah yang berpolusi, sehingga masyarakat hendaknya dapat menjaga jarak untuk tidak terlalu dekat berada di sekitar air mancur.

4. Peneliti selanjutnya

Penelitian ini secara khusus memberikan gambaran secara teoritik tentang efektifitas pemanfaatan air mancur taman kota terhadap konsentrasi polutan SO2, NO2 dan PM10 di udara kota dengan efek mengumpulkan polutan di sekitar air mancur tersebut. Juga disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan pemeriksaan pada air yang digunakan untuk air mancur, untuk melihat berapa besar polutan yang mampu dikumpulkan air mancur tersebut yang jatuh ke dalam kolam air mancur.


(5)

73

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R., 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Bennysyah, 2006. The Environmentalist : Teknologi Aerasi. http://google.blogarchive.co.id. Diakses : 14 December 2007.

Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara Ambienyang Berhubungan dengan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Foley, G., 1993. Pemanasan Global : Siapakah yang Merasa Panas. Yayasan Obor Indonesia, Yakarta.

Gabriel, J.F., 2001. Fisika Lingkungan. Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Gardens, M.P., 2007. Gardens Fountains. http://gardensfountains.com. Download 14 December 2007.

Greenmap, 2008. Filter Udara Natural Menggunakan Air Mancur. http://akuinginhijau.wordpress.com. Diakses : 9Agustus 2008.

Hakim, R dan Utomo, H., 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Bumi Aksara, Jakarta.

Hidayat, M., 2007. Aerasi dalam Menurunkan pH dan GH. http://google.blogarchive.co.id. Diakses :14 December 2007.

Irwan, Z.D., 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

J.B., Franz., 2008. Alam Kita : Perilaku dan Sikap Hidup Organik. http://agriculturesupercamp.htm. Diakses : 9 Agustus 2008.


(6)

74

Kusuma, Wijaya, 2007. Perubahan Iklim Lokal. http://google.blogarchive.co.id. Diakses : 21 Agustus 2008.

Mukono, H.J., 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University, Surabaya.

Purnomohadi, 2001. Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Pengendalian Kualitas Udara. IPB, Bogor.

Siregar, E.B.M., 2006. Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya pada Manusia. USU Repository.

Sitompul, L., dan B. Marpaung. 2002. Format Ideal Hutan Kota di Kota Medan Berdasarkan Pendekatan Daerah Aliran Sungai. Dalam Seminar Sehari Format Hutan Kota dan Hutan di Sepanjang Daerah Aliran Sungai untuk Menanggulangi Banjir, Paru-Paru Kota, dan Prospek Wisata Sungai Masa Depan, Medan.

Situmorang, M., 2007. Kimia Lingkungan. Penerbit Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.

Suara Muhammadiyah, 2007. Bahaya Pencemaran Partikel. Yogyakarta.

Sunu, Pramudya., 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, PT. Grasindo, Jakarta.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1998. Riview Kajian tentang Perubahan Iklim, Jakarta.

Tugaswati, T., 1995. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya terhadap Kesehatan.

US Environmental Protection Agency/EPA, 2004. Air Quality Criteria for Particulate Matter. http://oaspub.epa.gov/eims. Diakses : 14 Agustus 2008. WHO, 2000. Air Quality Guidelines for Europe, WHO Regional Office for Europe,