Lingkungan Fisik dan Biologi

serta dipengaruhi ada tidaknya tempat perindukan nyamuk penular DBD. Menurut Wahidin 2003 dalam Nawar 2008 mobilitas yang tinggi antara lain disebabkan oleh perpindahan atau perjalanan masyarakat keluar daerahnya, antara lain adalah karena alasan lokasi pendidikan atau lokasi pekerjaan Menurut Sugijanto 2003 mengatakan bahwa salah satu penyebab DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah kemajuan teknologi dalam bidang transportasi disertai mobilitas penduduk yang cepat memudahkan penyebaran sumber penular dari satu kota ke kota lain. Demikian juga hasil penelitian Adisasmito, dkk 2007 mengatakan bahwa faktor lingkungan berperan besar dalam penyebaran DBD, dimana penyebaran habitat nyamuk disebabkan meningkatnya mobilisasi penduduk dan transportasi dari suatu daerah. Hasil penelitian tersebut diatas sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa penyebab munculnya KLBwabah DBD antara lain disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk yang tidak melalui pola tertentu, urbanisasi yang tidak terkontrol, mobilitas penduduk yang tinggi Depkes RI, 2003.

5.2. Lingkungan Fisik dan Biologi

1. Hubungan Jarak Rumah dengan Kejadian DBD Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 85 kasus DBD ada 33 rumah, 38,82 yang jarak rumah tersebut dengan rumah tetangga 5 m, sebanyak, 52 rumah 61,18 lainnya berjarak 5 m. Dari 85 kelompok kontrol, sebanyak 29 Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 rumah 34,12 berjarak 5 dan 56 rumah 65,88 berjarak 5 m. Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.11 untuk melihat hubungan variabel jarak rumah dengan kejadian DBD diperoleh nilai p = 0,01, p 0,05 artinya bahwa ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada masyarakat yang jarak rumahnya ≤ 5m dengan tetangga sebelah menyebelah dengan rumah yang berjarak 5m dengan tetangga sebelah menyebelah di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Nilai Matched Odds Ratio mOR sebesar 1,79. artinya bahwa kemungkinan orang menderita DBD. Jarak rumahnya ≤ 5m dengan tetangga sebelah menyebelah 1,79 kali dibanding dengan tidak DBD. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jarak antara rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak rumah semakin mudah nyamuk menyebar ke rumah sebelah menyebelah Haryanto, dkk, 1989. 2. Hubungan Tata Rumah dengan Kejadian DBD Penelitian terhadap variabel tata rumah dilihat dari kebiasaan menggantung pakaian dan pengaturan barang-barang yang ada di rumah, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa dari 85 orang menderita DBD terdapat 38 orang 44,71 yang tidak menata rumah dengan baik dan 47 orang 55,29 yang menata rumah dengan baik, sedangkan pada kelompok yang tidak menderita DBD berjumlah 32 orang 37,65 yang tidak menata rumah dengan baik dan 53 orang 62,35 yang menata rumah dengan baik. Berdasarkan analisis hubungan antara tata Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 rumah dengan kejadian DBD diperoleh nilai p = 0,11 ; p 0,05 artinya bahwa tidak ada perbedaan risiko tekena DBD pada masyarakat yang tata rumahnya baik dengan yang tata rumahnya tidak baik di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Hal ini kemungkinan disebabkan karena persentasi baik kasus dan kontrol yang menata rumah dengan baik lebih besar persentase dibandingkan dengan yang menata rumah dengan tidak baik. Menurut Haryanto dkk 1989 mengatakan bahwa kebiasaan menggantung pakaian adalah tempat-tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab dan sedikit angin. Nyamuk Ae.aegyptibiasa hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda-benda lain di dalam rumah 3. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian DBD Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kelembaban dilokasi penelitian untuk semua responden, baik kasus maupun kontrol 60 homogen. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Harianto, dkk 1989 mengatakan bahwa nyamuk Ae.aegypti pada kelembaban 60 umurnya akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor, tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambung ke kelenjar ludah. Sehingga secara umum kelembaban rumah responden mendukung untuk kehidupan nyamuk Aedes aegypti. 4. Hubungan Tempat Penampungan Air TPA dengan Kejadian DBD Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa semua responden memiliki TPA data homogen. Karena sistem penyediaan air di masyarakat Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 bermacam-macam baik melalui perpipaan maupun sumber lain seperti sumur gali dan lain-lain. Masih memerlukan tempat penampungan air baik bak besar maupun kecil, ember dan lain-lain. Tempat penampungan air merupakan media untuk berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Untuk menghindari agar nyamuk tidak meletakkan telur-telurnya pada tempat penampungan air agar melakukan pengurasan tempat penampungan air maksimal 1 kali seminggu sehingga telur nyamuk tidak dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa yang siap menularkan DBD. 5. Hubungan Tempat Penampungan Air Bukan Untuk Keperluan Sehari-hari dengan Kejadian DBD Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus lebih banyak ditemui jentik pada TPA bukan untuk keperluan sehari-hari pada lingkungan rumahnya yaitu 67 rumah 78,82, yang tidak ditemui TPA untuk keperluan sehari-hari dilingkungan rumahnya sebanyak 18 rumah 21,18 sedangkan pada kelompok kontrol 54 rumah 63,53 ditemui TPA bukan untuk keperluan sehari-hari, 31 rumah 36,47 tidak ditemui TPA untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara TPA bukan untuk keperluan sehari-hari dengan kejadian DBD, nilai p = 0,00 dan nilai mOR 0,33 artinya kemungkinan orang yang menderita DBD di lingkungan rumahnya terdapat tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari. Kemungkinan itu 0,33 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DBD. Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 Hal ini sejalan dengan penelitian Sitorus di Kota Medan tahun 2005 yang mengatakan bahwa ada perbedaan kemungkinan risiko terkenan DBD pada lingkungan yang tidak bersih dengan lingkungan bersih dari sampah berserakan yang dapat menampung air seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik bekas, Nilai Matched Odds Ratio OR sebesar 2,7 artinya bahwa kemungkinan orang menderita DBD lingkungannya tidak bersih 2,7 kali dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DBD. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kaleng bekas, ban bekas, plastik dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap bertambahnya jentik Ae.aegyptiyang otomatis membuka peluang terhadap kejadian DBD. Ban mobil bekas merupakan tempat perkembangbiakan utama Ae.aegyptidi daerah perkotaan Suroso, 2000. 6. Hubungan Tempat Penampungan Air Alami dengan Kejadian DBD Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa pada kelompok kasus yang memiliki TPA alami 23 rumah 27,06, tidak memiliki TPA alami 62 72,94. Pada kelompok kontrol yang memiliki TPA alami 12 rumah 14,12 dan yang tidak memiliki 73 rumah 85,88. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p = 0,00, p 0,05 artinya bahwa ada hubungan yang signifikan antara TPA Alami dengan Kejadian DBD. Nilai Matched Odds Ratio mOR = 0,32. artinya bahwa kemungkinan orang yang menderita DBD walaupun di lingkungan rumah tidak terdapat TPA Alami 0,32 kali disbanding yang tidak menderita DBD. Hal tersebut di atas didukung dengan teori yang mengatakan bahwa Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 jangkauan terbang flight range rata-rata nyamuk Ae.aegyptiadalah sekitar 100 m tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang sampai beberapa kilometer dan waktu mencari makan, nyamuk Aedes agypti selain terdorong rasa lapar juga dipengaruhi oleh faktor bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar dioksida CO 2 dan warna. Untuk jarak lebih jauh faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya Soegijanto, 2003. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Irfan dalam Duma, dkk 2007 yang mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara menjaga kebersihan lingkungan dengan baik dengan kejadian DBD. Lingkungan yang masih terdapat benda-benda yang dapat menjadi tempat bersarang nyamuk seperti adanya lubang pohon bambu, bekas penampungan tempurung kelapa yang berserakan mengakibatkan bertambahnya tempat perindukan nyamuk dan jumlah nyamuk akan bertambah meningkat. 7. Hubungan Keberadaan Jentik dengan Kejadian DBD Setelah dilakukan penelitian maka diketahui bahwa pada kelompok kasus, dijumpai 51 rumah 60,00 ada jentik di TPA dan sebanyak 34 rumah 40,00 tidak ada jentik, sedangkan pada kelompok kontrol dijumpai 43 rumah 50,59 ada jentik, 42 rumah 49,41 tidak ada jentik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan jentik dengan kejadian DBD nilai p = 0,362 yaitu p 0,05 artinya bahwa tidak ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada masyarakat lingkungan rumahnya ada jentik dengan lingkungan rumahnya tidak ada jentik di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru, tidak bermaknanya variabel Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 keberadaan jentik ini karena responden menyadari bahaya penyakit DBD dan sudah mulai melakukan kegiatan 3M yaitu Menguras, Menutup dan Menimbun TPA yang ada sehingga pada saat survei berlangsung keberadaan jentik pada TPA mulai berkurang tetapi tidak maksimal. Namun secara persentase pada kelompok kasus DBD, jumlah rumah yang ditemui ada jentik lebih besar persentasenya yaitu 60 dibanding rumah yang tidak ditemui jentik yaitu 40. Hal ini menyatakan bahwa keberadaan jentik pada rumah responden belum bisa ditiadakan sama sekali sehingga kemungkinan penularan DBD masih tetap berlangsung. Sejalan dengan penelitian Sitorus tahun 2005 yang mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan lingkungan rumah yang tidak ada jentiknya Nilai Matched Odds Ratio mOR sebesar 5,8 artinya bahwa kemungkinan orang yang menderita DBD ditemukan adanya jentik dirumahnya 5,8 kali dibanding dengan orang tidak menderita DBD. Kenyataan tersebut diatas didukung dengan hasil survei yang menunjukkan bahwa Angka Bebas Jentik ABJ kelompok kasus adalah 40 dan Angka Bebas Jentik ABJ kelompok kontrol 49. Hal ini tidak memenuhi Angka Bebas Jentik Indiktor Nasional yaitu 95. 8. Hubungan Tanaman HiasPekarangan dengan Kejadian DBD Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa penderita DBD lebih banyak memiliki tanaman di halaman rumahnya, yaitu 68 rumah 80,00 dan tidak memiliki tanaman hias 17 rumah 20,00. Demikian juga pada kelompok kontrol Awida Roose: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008. USU e-Repository © 2008 memiliki tanaman hiaspekarangan lebih banyak yaitu 61 rumah 71,75 daripada yang tidak memiliki tanaman yaitu 24 rumah 28,24. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p = 0,00 artinya bahwa ada perbedaan kemungkinan risiko terkena DBD pada masyarakat yang dihalaman rumahnya ada tanaman hiaspekarangan dengan yang tidak ada tanaman hiaspekarangan di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Nilai Matched Odds Ratio mOR 0,28 artinya bahwa kemungkinan orng menderita DBD dilingkungan rumahnya terdapat tanaman hiaspekarangan 0,28 kali dibanding yang tidak menderita DBD. Hal ini sejalan dengan penelitian Chahaya 2003 dalam Duma 2007 yang menyatakan lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD adalah banyaknya tanaman pekarangan yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halamannya. Banyaknya tanaman hias dan pekarangan berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap, istrahat dan juga menambah umur nyamuk. Secara teoritis banyaknya tumbuhan di sekitar rumah mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat Soegijanto, 2003.

5.3. Faktor Paling Dominan