Orang Miskin Indonesia
Orang Miskin Indonesia
EBUAH hal lazim mendaur ulang sampah. Daur ulang sampah merupakan sebuah hal produkif, terutama bagi lingkungan dan kemashlahatan
masyarakat. Tapi bagaimana bila yang didaur ulang itu, semacam sampah makanan seperi keratan atau potongan dan sisa daging, ayam, cumi, sosis, udang, ikan, dan semacamnya. Asalkan lauk, kemudian diolah dan kembali dijual sebagai makanan siap saji.
Bila sisa-sisa lauk pauk ini disajikan pada binatang peliharaan, penulis bisa mengeri. Tapi bagaimana bilan sisa-sisa lauk pauk yang bahkan telah dibuang di tempat sampah, diambil kembali dan diolah untuk disajikan kembali di meja makan?. Rasanya terdengar menjijikkan!.
Jika membaca ruwetnya keadaan ekonomi bangsa kita sekarang, sekilas bisa dimengeri, bahwa fenomena daging sampah hanyalah datar dari ribuan dan bahkan jutaan kisah kehidupan
Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 123 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 123
Dalam hal ini, Pemerintah kita sangat tahu mendeinisikan kemiskinan. Sebagaimana Menko Kesra (2000) mendeinisikan kemiskinan sebagai keadaan serba kekurangan yang dialami oleh seseorang atau kelompok, di luar keinginan yang bersangkutan, sebagai kejadian yang idak dapat dihindari dengan kemampuan dan kekuatan yang dimilikinua, yang disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks, yang berinteraksi satu dengan yang lain.
Kemudian kemiskinan versi BKKBN (KPK, 2002), yang mendeinisikannya sebagai jumlah keluarga miskin prasejahtera, yang idak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, idak dapat makan dua kali sehari, idak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja atau bepergian, bagian tertentu dari rumah beralaskan tanah, dan idak mampu membiayai anggota keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan akan kesehatan.
Berdasarkan versi BPS (1994), kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2100 kalori per kapita perhari. Berdasarkan Bappenas (2002), kemiskinan mencakup keidakmampuan
124 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 124 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan
Bandingkan dengan versi KPK (2003), yang mendeinisikan kemiskinan dengan keidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperi pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan, juga idak mempunyai daya atau kemampuan untuk melakukan kegiatan usaha produkif, idak mempu- nyai daya atau kemampuan untuk menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi, idak mempunyai daya atau kemampuan untuk menentukan nasibn- ya sendiri serta seringkali mendapatkan perlakuan diskriminaif, mempunyai perasaan takut dan curiga, serta bersikap apais dan fatalisik. Atau juga dapat diarikan, idak mempunyai daya atau kemampuan untuk membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senaniasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.
Dari ulasan di atas, persepsi tentang kemiskinan berdasarkan versi Bappenas (2002) dan KPK (2002) sudah sangat lengkap dalam mendeinisikan kemiskinan. Namun, jika dicermai dengan situasi atau kondisi ekonomi dan poliik, persepsi ini hanya akan berujung frustasi, karena betapa sulitnya membangun kemandirian dan kerjasama dalam kondisi relasi kekuasaan yang
Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 125 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 125
Hemat penulis, pendekatan demikian justru akan mengulangi kegagalan kebijakan penanggu- langan kemiskinan di masa lalu, di mana pandangan pemerintah mengenai kemiskinan tampak dominan pada sisi dampak daripada keinginan untuk mem- bongkar akar penyebab terjadinya kemiskinan yang bersumber pada relasi kekuasaan yang impang. Dapat pula dikatakan, kasus meningkatnya jumlah orang miskin di Indonesia menunjukkan adanya kebi- jakan-kebijakan yang perlu diluruskan dalam pola ke- hidupan berbangsa dan bernegara, di mana kebijakan struktural yang belum menyentuh penanganan orang miskin secara serius. Dengan demikian, dukungan poliiklah yang amat dibutuhkan, mengingat bangsa ini idak boleh sampai kehilangan momentum untuk menyatukan, menyinergikan dan melipatgandakan seluruh kekuatan jika berkeinginan memerdekakan diri dari kemiskinan atau pemiskinan.
Dukungan poliik dibutuhkan, terutama untuk menyatukan dan menggerakkan seluruh elemen di seiap level, baik di ingkat pengambil kebijakan maupun level pelaksana, di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan, di lembaga legislaif maupun di masyarakat. Bagi negeri ini, dukungan tersebut merupakan sebuah keniscayaan, bahkan
126 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 126 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan
Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 127
128 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan