(3) Seks Bebas

(3) Seks Bebas

di Kalangan Pelajar

ASA remaja adalah masa transisi: antara masa kanak-kanak dengan dewasa. Pada masa inilah, biasanya seorang remaja

mengalami apa yang disebut sebagai “pencarian idenitas”. Seorang remaja biasanya menurui keinginannya dan melakukan apapun demi menunjukkan eksistensi diri. Bahkan idak jarang, di antara mereka salah melangkah, dan pada akhirnya terjerumus terlalu jauh. Contohnya, pergaulan bebas.

Pergaulan bebas di kalangan remaja pada hari ini, telah mencapai iik kekhawairan yang cukup parah. Tidak sedikit dari kalangan remaja melakoni seks bebas. Ironinya, sebagian mereka berstatus sebagai pelajar. Bukan saja pelajar SMA, di antara mereka ada pula yang masih berstatus pelajar SMP. Tak heran, beberapa kasus remaja putri yang hamil kecelakaan, padahal mereka sendiri idak tahu apa resiko yang akan dihadapinya akibat hamil dini.

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 141

Seks bebas di kalangan pelajar adalah ben- tuk perilaku menyimpang. Sekurang-kurangnya ada iga penyebab utama, mereka terjerumus dalam seks bebas: pertama, kurangnya perhaian orang tua da- lam hal pendidikan. Keidakharmonisan keluarga dan perceraian disebut-sebut menjadi salah satu picu seorang remaja mencari pelarian atas permasalah- annya. Beberapa di antara mereka memilih jalan pin- tas mengonsumsi narkoba atau minuman keras un- tuk melupakan sesaat permasalahan mereka. Kecuali itu, orang tua yang super sibuk, sehingga idak per- nah cukup waktu untuk meluangkan waktu mengo- brol dengan anak-anak mereka, sehingga anak-anak mereka pun mencari jalan untuk menarik perhaian mereka, seperi membuat masalah.

Kedua, penerimaan dalam sebuah kelompok. Sudah mahum, para remaja mempunyai kecend- erungan untuk mengelompok, membentuk geng- geng, dan semacamnya. Masing-masing geng memi- liki aturan mainnya masing-masing, sehingga untuk dapat diterima sebagai bagian dari kelompok, ses- eorang mesi mengikui aturan main tersebut. Sep- eri mengikui selera dan gaya hidup para anggota kelompok.

Keiga, kurangnya perhaian sekolah dalam usaha membangun karakter. Sekolah pada hari ini hanya sibuk mengajari para pelajar tentang bagaimana menghapal teori-teori atau rumus. Sementara dalam hal perbaikan karakter, kurang mendapat perhaian.

142 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Akibatnya, sebagian pelajar idak punya kontrol diri yang baik dan mudah terjerumus pada perilaku yang asusila, seperi seks bebas.

Hal ini bukan saja “tanda” tapi juga “penanda” tentang peningnya pendidikan seks. Dukungan keluarga pening dalam hal ini. Pendidikan seks di lingkungan keluarga sebaiknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hai ke hai: antara orang tua dan anak. Kesulitan yang mungkin imbul, adalah seperi pengetahuan orang tua yang kurang memadai – secara teoriis dan objekif – menyebabkan sikap kurang terbuka dan idak dapat memberikan solusi atas masalah-masalah seksual sang anak. Akibatnya, sang anak memperoleh informasi seputar seks yang idak sehat. Informasi seks yang idak sehat inilah, yang kerap menjerumuskan sang anak pada kasus-kasus menyimpang dalam hal seksual.

Berdasarkan hal tersebut, jelas pihak keluarga memerlukan keberadaan pihak lain dalam melengkapi pendidikan sang anak tentang seksualitas. Pihak lain yang cukup berkompeten dalam menambah dan melengkapi pengetahuan orang tua tentang seksualitas atau menjadi perantara orang tua dan anak dalam pendidikan seks adalah sekolah. Dalam teori pendidikan, sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang sama peningnya dengan lingkungan keluarga. Oleh karena itu, pendidikan seks di sekolah komplemen dengan pendidikan seks di lingkungan keluarga. Pada konteks ini, sekolah dalam

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 143 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 143

Beberapa bentuk program sekolah dalam menjalankan fungsi pendidikan seks, di antaranya dapat dengan memasukkannya ke dalam kurikulum sekolah atau cukup terintegrasi dengan kegiatan- kegiatan ekstra kurikuler sekolah. Tujuan pendidikan seks di sekolah, dapat disebutkan sebagai berikut: pertama, agar pelajar memahami seks secara posiif, sebagai bagian yang idak terpisahkan dari kehidupan yang esensial dan normal; kedua, agar pelajar dapat mengeri perkembangan isik dan perkembangan emosional manusia; keiga, agar pelajar memahami dan menerima individualitas sebagai pola perkembangan pribadi; keempat, agar pelajar memahami hakikat seksualitas dan reproduksi manusia; kelima, mengomunikasikan secara efekif pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan seksualitas dan perilaku sosial; keenam, agar pelajar mengetahui konsekuensi baik secara pribadi atau sosial dari sikap/perilaku seksual yang idak bertanggung jawab; ketujuh, mengembangkan sikap tanggung jawab pelajar dalam hubungan interpresonal dan perilaku sosial; kedelapan, agar pelajar mampu mengenali bentuk-bentuk penyimpangan seksual dan menghindarinya; kesembilan, agar pelajar dapat merencanakan kemandirian di masa depan, sebuah

144 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 144 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Maraknya seks bebas di kalangan pelajar menjadi dasar peningnya pendidikan seks. Pendidikan seks bagi pelajar senyatanya telah lama digadang-gadang pemerintah. Tidak hanya itu, seminar-seminar pendidikan yang dimotori oleh LSM- LSM tentang bahaya seks bebas, bahaya HIV/AIDS, dan lain sebagainya, juga sering diadakan. Namun, pendapat penulis, ini idak cukup. Terpening pula adalah dukungan keluarga dan sekolah. Dalam hal ini, keluarga dan sekolah mesi menjalin kemitraan dalam pendidikan seks sang anak.***

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 145