Setengah Hati

Setengah Hati

ATATAN sejarah menunjukkan tentang bagaima- na masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapa- hit, atau Mataram idak cukup mengantarkan

tegak berdirinya sebuah negara yang berdaulat, dan diakui secara de facto oleh dunia. Sejarah juga men- catat tentang bagaimana kedatangan penjajah ke

bumi Indonesia, pernah menjadi sebab kandasnya mimpi rakyat Indonesia untuk menjadi rakyat yang merdeka. Ini menunjukkan betapa terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melalui sebuah proses perjalanan yang lama dan melelah- kan, dengan darah dan air mata.

Bagaimana idak! Rakyat Indonesia harus merasakan penderitaan selama 350 tahun di ja- jah Belanda, dan 3,5 tahun dijajah Jepang. Baru- lah setelahnya Indonesia berhasil memperoleh ke- merdekaannya, yang ditandai dengan diproklam- asikannya Kemerdekaan Republik Indonesia pada

17 Agustus 1945. Berdasrkan ini, usia kemerdekaan

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 83 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 83

Kemerdekaan yang sudah dinikmai selama puluhan tahun, yang seyogyanya menjadi modal dasar, senyatanya bukan jaminan berjalannya pembangunan nasional. Hanya saja, rentetan bencana alam seperi gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, gagal panen, lu burung, polio, dan lain sebagainya, termasuk lumpur lapindo yang harus diakui telah mengganggu proses pembangunan nasional sebagaimana yang direncanakan. Kecuali itu, ada hal lain yang juga idak mengganggunya seperi maraknyanya sikap dan perilaku yang kontraprodukif seperi indak pidana korupsi, kolusi, nepoisme, pelanggaran hukum dan HAM.

Pada konteks ini, hal pening yang patut digarisbawahi adalah proses dan bagaimana “menjadi Indonesia”. Dalam proses “menjadi” itu jelas idak mungkin ditempuh sekeika. Setelah sekian lama bangsa ini merdeka, rasa-rasanya bangsa kita juga belum tahu tentang bagaimana “menjadi”.

Disebut demikian, karena ada kecenderungan bangsa ini justru menjauh dari cita-cita atau amanat Proklamasi 1945. Dalam mereleksikannya, kita malah harus menangis menyaksikan karut-marut bangsa kita. Keadaan Indonesia yang tak kian maju dan sejahtera. Bahkan kedaulatan yang digadang- gadang diperoleh paska kemerdekaan, senyatanya idak sepenuhnya benar. Bangsa asing memang

84 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 84 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Neoliberalisme dan neokapitalisme telah memporak-porandakan bangsa ini. Rakyat kecil yang seharusnya sejahtera di alam merdeka, malah tak ubahnya sebagaimana zaman kolonial. Untuk me- menuhi kebutuhan dasarnya, rakyat kecil mesi pon- tang-paning. Apalagi untuk keluar dari kehidupan- nya melarat. Begitupula kebutuhan dasar akan pen- didikan, yang terasa kian sulit diakses rakyat kecil akibat mahalnya biaya pendidikan.

Persoalan kebangsaan di atas jelas perlu dicarikan akar penyebab dan solusinya. Hemat penulis, akar penyebab semua persoalan di negeri ini karena yang diberikan amanat menjadi pemimpin di negeri ini, kerap idak mengindahkan amanat dari konsitusi. Sumber daya alam yang berlimpah ruah, yang seyogyanya bisa menyelamatkan bangsa ini dari kemelaratan, justru dinikmai oleh pihak asing.

Menjadi parah, manakala pemimpin- pemimpin bangsa ini menjadi serakah. Mereka berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan. Bahkan untuk mencapainya, idak sedikit di antara mereka yang “menghalalkan” cara-cara yang haram seperi melakukan korupsi.

Merdeka Sepenuhnya?

Untuk menjadi merdeka sepenuhnya, para

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 85 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 85

Kemandirian adalah hal lain yang juga pening diperjuangkan. Mari kita jujur mengakui, betapa sumber-sumber daya alam negeri ini dikuasai sebagiannya oleh pihak asing, sehingga sebagai rakyat kita idak betul-betul dapat menikmainya. Kemandirian berari bebas dari kepeningan asing.

Tentang kemandirian ini, Presiden Republik Indonesia Soekarno pernah menyampaikan tentang peningnya “BERDIKARI” (berdiri di atas kaki sendiri). Hal ini disampaikannya pada sebuah pidato memperingai HUT RI yang ke 20, tanggal 17 Agustus 1965. Soekarno mengingatkan, bahwa untuk menjadi sebuah bangsa yang besar, yang bisa menikmai kemerdekaannya, bangsa ini harus BERDIKARI, dalam arian mandiri dalam bidang ekonomi, berdaulat dalam hal poliik dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Keiga-iganya menurut Soekarno satu paket, idak bisa dipisahkan atau dipreteli satu sama yang lain. Menurutnya, mustahil ada kedaulatan dalam hal poliik dan berkepribadian dalam kebudayaan, sementara idak mandiri dalam hal ekonomi. Demikian pula sebaliknya. Kemandirian adalah kata

86 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 86 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Tidak seharusnya ada “ayam mai di lumbung”, mengingat betapa berlimpah ruahnya kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini. Jangan terlalu bergantung pada pihak asing. Dalam pidato yang disampaikannya pada HUT Kemerdekaan RI yang ke 18, tanggal 17 Agustus 1963, Soekarno mengingatkan: “Bangsa yang idak percaya dengan kekuatan dirinya sebagai sebuah bangsa, idak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka”.

Terakhir, penulis ingin mengucapkan selamat merayakan HUT RI ke 65. Meskipun penulis juga yakin bahwa kemerdekaan yang sedang dirayakan oleh jutaan rakyat Indonesia ini adalah kemerdekaan “yang setengah hai”.***

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 87