Apa yang Tersisa dari INDONESIA

SYAMSUL KURNIAWAN

Apa yang Tersisa dari

INDONESIA?

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

PENGANTAR: Syarif Ibrahim Alqadrie

Guru Besar Administrasi Publik dan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poliik Universitas Tanjungpura

Ponianak

Muhammad Yusuf

Ketua Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan Barat

Apa Yang Tersisa Dari

INDONESIA?

Esei-Esei Politik, Sosial Dan Pendidikan All rights reserved @ 2017, Indonesia: Pontianak

Penulis: SYAMSUL KURNIAWAN Editor: MASMURI Layout & Cover:

FAHMI ICHWAN & BENY Diterbitkan oleh Top Indonesia

Top Indonesia Jalan Purnama Agung VII Pondok Agung Permata Y35

Pontianak Kalimantan Barat Cetakan Pertama, Mei 2017

xxii+198 page 14 x 20 cm ISBN: 978-602-1696-67-5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa pengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-ungangan yang berlalu.

Ketentuan Pidana Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja ataau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama

7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

PENGANTAR

Syarif Ibrahim Alqadrie

Guru Besar Administrasi Publik dan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poliik Universitas

Tanjungpura Ponianak ASIONALISME, cinta Tanah Air, dan perasaan

terikat satu dengan yang lain, atau sebagai se- buah keluarga besar bangsa, yang secara imag-

iner/fantasi/membayangkan (imaginarily) meminjam isilah Benedict Anderson, saat ini menunjukkan tan- da-tanda sudah mulai terkikis. Ikatan-ikatan kebersa- maan sebagai bangsa Indonesia, perlahan-lahan mu- lai nampak terlepas satu demi satu dari tangkainya. Meski semboyan kita masih sama, Bhineka Tunggal Ika , namun konlik sosial, konlik antar kelompok etnis, antar ras, dan konlik yang mengatasnamakan agama masih menjadi fakta keseharian kita hingga hari ini.

Apa sebenarnya penyebab melemahnya nasio- nalisme?. Sekurang-kurangnya berdasarkan pemikiran saya, ada empat faktor penyebab:

Pertama, kegagalan bangsa Indonesia keluar dari krisis muldimensi yang menderanya; mulai dari krisis sosial, seperi mutu/standar pendidikan yang ter- jerembab jatuh ke bawah, hukum yang menampilkan

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

| iii | iii

Paska genderang reformasi ditabuh, keadaan “idaklah” semakin baik. Siapapun yang dipercaya sebagai orang nomor satu di negeri ini, idak ada jaminan serta merta membawa Indonesia keluar dari krisis dan menjadi makmur apalagi sejahtera. Dalam keadaan seperi ini, apa yang diperlukan adalah sikap kriis, posiif dan kedewasaan kita. Karena jika krisis ini berlarut-larut, bukan sebuah hal yang sangat mustahil, menjadi ancaman “terbelahnya”, dan sekarang, bahkan telah “retaknya” nasionalisme.

Kedua, indikasi masuknya kepeningan asing dalam poliik dalam negeri. “Tidak” hanya persoalan ideologi bangsa yang sedang dirongrong, atau men-

iv | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan iv | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

ah, senyatanya sedikit demi sedikit wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dicaplok asing, seperi kasus Timor-Timor, Sipadan Ligitan, dan Ambalat (se- dang menunggu nasib) serta Papua (boleh jasi sedang dalam proses). Lagipula, kondisi perbatasan yang sangat menyedihkan alias memalukan karena sudah dan sedang melunturkan marwah bangsa (naional dignity ) di sepanjang perbatasan Kalimantan, Indone- sia – Sarawak, Sabah, Malaysia Timur, khususnya Kali- mantan Barat (KalBar), yang masih berjalan dan kekal (perpetual) sampai sekarang. Euphemism term (isi- lah halus dan sopan tapi menipu) yang terkenal licik dengan kata-kata “halus dan menghibur” bahwa ka- wasan perbatasan harus menjadi rumah dan halaman “bagian depan,” bukan “bagian belakang,” membuat masyarakat di sepanjang kawasan itu -- dan sebagian terbesar kita-- sebagai warga kelas iga. Terlebih lagi, keadaan carut-marutnya kondisi sosial perekonomian kita dan makin lengkap dengan kultur poliik yang ku- rang memiliki eika, norma dan tak beradab di pada sejumlah kawasan perkotaan, semua itu, bukan idak mungkin akan mengikis daya imunitas bangsa ini baik dari pengaruh asing maupun dari ide nasionalisme.

Keiga, kegagalan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) pada akhirnya berujung pada krisis SD tersebut. Masalah ini jangan dipandang sepele, karena menyangkut hajat hidup dan masa depan bangsa kita. Seiap tahunnya, sejumlah besar hutan di

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Keempat, menurunnya kepercayaan pada pejabat pemerintah (baik eksekuif maupun legislaif). Kita menyetujui bahwa nasionalisme tumbuh terutama didasari pada rasa kepercayaan, baik itu antar warga negara, maupun warga negara dengan pemerintah. Bila kita mau berterus terang, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat pada hari ini, apa yang dinamai dengan “keteladanan” pejabat pemerintah menjadi sesuatu hal yang langka. Tidak ingin menjadi apais, tapi faktanya memang sehari- hari kita dipertontonkan dengan fakta dan realitas sosial tentang keteladanan yang mengedepan sebatas sebagai pencitraan saja. Para pejabat pemerintah, yang katanya terpilih melalui proses demokrais, senyatanya lebih senang berceramah tentang keteladanan keimbang betul-betul melakukannya. Kita mengalami bukan saja krisis kepemimpinan, tapi bahkan juga haus dan dahaga dengan mereka yang berbuat banyak untuk dan bertanggung kepada kita dan kepada Pencipta mereka.

Sebagai sebuah bangsa yang masih menyisakan mimpi menjadi maju dan sejahtera, bangsa ini idak boleh menyerah pada keadaan. Meskipun perasaan

vi | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan vi | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Bangsa ini pernah mengalami penderitaan akibat dijajah selama idak kurang dari 3,5 abad. Ha- rusnya ini menjadi pelajaran pening bagi bangsa ini untuk tetap merawat idak hanya nasionalisme tapi juga heroismenya. Kedua isme itulah yang menjadi sebab menyatunya berbagai kehendak dan kepent- ingan, sehingga kita berhasil mengusir penajajahan dan merdeka. Tidakkah keadaan menyatu, kerja keras dan berjuang tanpa heni dalam bidang kita, merupa- kan kondisi yang amat diperlukan terutama untuk mewujudkan mimpi sebagai bangsa yang maju dan sejahtera?.

Pada akhirnya kita harus memutuskan, bahwa nasionalisme, dan juga heroism, harus dibangkitkan

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | vii Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | vii

Buku yang berjudul “Apa yang Tersisa dari Indonesia?” karya saudara Syamsul Kurniawan ini menurut saya pening dibaca oleh orang Indonesia. Apalagi, di tengah carut marut keadaan bangsa dan ditambah sedang memudarnya nasionalisme. Selamat saya ucapkan atas terbitnya buku ini.***

Ponianak, 29 Desember 2016

viii | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

KATA PENGANTAR

Muhammad Yusuf

Ketua Umum Majelis Wilayah

Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI)

Kalimantan Barat rang bilang tanah kita tanah surga.

“O

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Orang bilang tanah kita tanah surga.

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Ini adalah bait dari sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Koes Plus.

Kita sependapat, bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah ruah, seperi batubara, minyak bumi, imah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, emas, perak, dan lain sebagainya. Tanah Indonesia juga subur menjadi lahan pertanian. Demikian pula kekayaan berupa sumber daya hutan dan wilayah lautan di Indonesia yang mengandung berbagai macam sumber daya nabai, hewani dan

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

| ix | ix

Tetapi, seolah kekayaan ini hanya tersisa sedikit untuk rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia masih banyak yang miskin di negerinya yang kaya. Kenapa begitu?. Salah satu penyebabnya karena kekayaan alam indonesia yang melimpah ruah ini dikelola dan dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan asing. Beragam pengolahan sumber daya alam masih dikuasai oleh pihak asing. Manajemen puncak masih dipegang oleh orang-orang asing. Mayoritas pekerja Indonesia hanya menjadi manajer rendah atau cukup puas menjadi buruh pada perusahaan atau pabrik- pabrik milik asing di Indonesia.

Tidak menutup mata, banyak perusahaan asing mendirikan pabrik dan kantor di Indonesia. Mereka memanfaatkan standar gaji dan perlindungan pekerja yang rendah untuk orang Indonesia. Di beberapa tempat, bahkan mereka menggunakan kekerasan untuk menekan para pekerja. Alih-alih, keika kekerasan terjadi, oknum penegak hukum Indonesia disuap untuk diam, dan seolah-olah ikut membenarkan kekerasan yang terjadi.

Tidak hanya miskin dalam pengerian di atas. Mari dengan lapang dada, kita mengakui bangsa kita juga “miskin”, dalam pengerian idak memiliki mentalitas dan kepribadian “Indonesia”. Bangsa ini berjalan dalam bayang-bayang asing, baik dalam ingkat poliik, ekonomi maupun tata nilai.

x | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Sebagian orang Indonesia bangga mengikui gaya hidup ala Amerika dan Eropa, daripada menghayai nilai budaya tempat asalnya. Ada juga yang meniru budaya Timur Tengah, yang dianggap lebih Islami. Kebingungan idenitas antara budaya lokal Indonesia, budaya Amerika dan Eropa, budaya Timur Tengah ini berdampak luas, terutama karena berkaitan dengan tata nilai yang menjadi dasar dari indakan sehari-hari orang Indonesia.

Tersangka koruptor yang mendadak ber- penampilan agamis dalam persidangan. Ayat-ayat dalam kitab suci dipoliisir tafsirannya sehingga dapatlah dimanfaatkan untuk kepeningan priba- di atau golongan, idak peduli apakah hal tersebut menindas dan merugikan orang lain. Ada juga, orang Indonesia tergila-gila membeli produk asing, walau- pun harganya super mahal dengan mutu yang relaif sama dengan produksi dalam negeri. Atau, oknum wakil rakyat yang mengaku mempejuangkan hak-hak rakyat, sementara seringnya tersorot kamera sedang idur di persidangan atas nama rakyat. Semuanya nampak jadi “abu-abu”.

Lantas, “apa yang tersisa dari Indonesia?”. Buku yang ditulis oleh saudara Syamsul Kurniawan ini, mengajak kembali mempertanyakan hal tersebut dan mendiskusikannya. Sebuah buku yang pening dibaca dalam konteks ber-Indonesia. Atas nama Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan Barat, yang komitmen dengan keumatan dan kebangsaan, kami

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

| xi | xi

Ponianak, 4 Januari 2017.

xii | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

PENGANTAR PENULIS

“Sumber kekuatan kita bukan hanya kekayaan alam yang melimpah, jumlah rakyat yang berpuluh- puluh juta, letak geograis yang strategis, ilmu dan teknik yang dipertumbuhkan, tetapi juga semangat dan jiwa bangsa kita.” (Soekarno)

P menjadi negara besar dan maju merupakan mimpi

ENULIS setuju bahwa sebuah bangsa baru dise- but besar manakala mimpinya sebagai bangsa yang besar mampu terwujud. Tentu saja, mimpi

bangsa ini sejak lama. Bahkan, sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mimpi inilah yang konon menyatukan bangsa Indonesia sehingga memperoleh kemerdekaan. Pertanyaannya, mampu- kah bangsa ini mewujudkannya?. Mampukah bang- sa kita ini menjadi bangsa yang besar dan maju serta mandiri?.

Terlepas mimpi ini menjadi nyata atau tidak, rasanya tak berlebihan jika menjadi bahan kaji ber- sama. Membaca potensi yang dimiliki bangsa Indo- nesia, rasanya mimpi tersebut bukanlah sebuah hal yang mustahil. Ada lebih kurang 250 juta jiwa potensi

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xiii Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xiii

Soal kepemilikan Sumber Daya Alam, jelas Indonesia punya predikat bagus. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. In- donesia adalah produsen timah terbesar di dunia. Indonesia juga menempati peringkat pertama se- bagai penghasil hasil-hasil pertanian seperti cengkeh (cloves), dan pala (nutmeg), serta peringkat kedua se- bagai produsen karet alam (natural rubber) dan min- yak sawit (crude palm oil).

Dari begitu banyak potensi sumber daya alam yang dipunyai Indonesia, senyatanya masyarakat In- donesia hanyalah menjadi buruh di tempat-tempat tambang tersebut. Padahal kekayaan yang berlimpah ruah itu adalah milik Indonesia. Hanya saja masyarakat Indonesia tidak betul-betul bisa menikmatinya.

Jelas sekali, kemiskinan masih menjadi potret buram di negeri ini. Potret kemiskinan tidak hanya ditemui di pedesaan, melainkan juga di kota-kota be- sar. Kemiskinan pada hari ini tidak lagi semata-mata persoalan ekonomi melainkan sudah merasuk ke arah kemiskinan kultural dan struktural.

Sejak Soeharto lengser, bangsa ini sudah ber- gonta-ganti presiden memerintah. Berkali-kali pula

xiv | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan xiv | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Buku ini, hadir sebagai releksi tentang Indo- nesia dan segudang persoalan yang masih meng- himpit Indonesia, paska disuarakannya Reformasi. Kehadiran buku kumpulan esei ini diharapkan bisa menghadirkan kembali rekaman-rekaman releksi tentang Indonesia, yang pernah penulis buat dalam menyikapi persoalan-persoalan keindonesiaan, seti- daknya dalam sepuluh tahun terakhir.

Dengan demikian, esei-esei pada buku ini di- peroleh dari sebuah proses berpikir relektif. Berpikir relektif pada aras ini identik dengan berpikir kritis dan berpikir kreatif, yang sekurang-kurangnya mencakup proses: pertama, recognize or felt diiculty/problem (merasakan dan mengidentiikasikan masalah); kedua, location and deinition of the problem (membatasi dan merumuskan masalah); suggestion of posible solution (mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah); keempat, rational elaboration of an idea (mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan beragam infor-

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xv Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xv

Dalam hal ini, sekurang-kurangnya ada tiga bentuk sikap yang diandaikan dari sebuah proses pe- mikiran relektif yaitu: pertama, openmindedness atau keterbukaan, sebagai releksi mengenai apa yang diketahui; kedua, responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional seseo- rang mengenai apa yang disadari; dan ketiga, whole- heartedness atau kesungguhan dalam bertindak solu- tif.

Buku ini memuat tujuh bagian pembahasan: pertama, sebatas mimi menjadi maju; kedua, krisis keteladanan pemimpin bangsa; ketiga, pemberan- tasan korupsi seperti jalan di tempat; keempat, ke- merdekaan yang setengah hati; kelima, kemiskinan bukan sekadar bumbu cerita; keenam, penyakit so- sial terkesan belum serius diobati; dan ketujuh, karut marut dunia pendidikan kita. Masing-masing bagian pembahasan memuat sejumlah esei.

Syukur dan puji ke hadirat Allah Swt, setelah sekian lama merencanakan pembukuan esei-esei ini, di tengah kesibukan, pada akhirnya penulis bisa merampungkannya. Bersamaan dengan selesai dis- usunnya buku ini, penulis merasa berkewajiban men- gucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang tan- pa mereka, baik secara langsung atau tidak langsung,

xvi | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan xvi | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Pada Prof. Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag (Bang Teh), yang dengan ketulusan dan kearifan, memberikan dorongan dan motivasi untuk mem- bukukan tulisan-tulisan yang bermanfaat. Semoga buku ini masuk kriteria buku-buku yang dikatakan bermanfaat itu.

Selanjutnya, pada Keluarga Besar IAIN Ponti- anak, Keluarga Besar KAHMI Kalimantan Barat, dan PW Muhammadiyah Kalimantan Barat yang sedikit banyak telah membuka ruang pada penulis untuk berkontribusi. Begitu pula pada kawan-kawan sep- erti Aspari, Riza Fahmi, Budiyono, Luthi, Utut, Andri, Fakhri, Haris, Tijani, Rossi, Herianyah, Hamdan, Dodi, Aswandi, dan lain-lain (karena terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu), karena mereka-mereka ini telah memperkaya wawasan penulis, terutama saat- saat ngopi dan berdiskusi.

Terimakasih juga penulis ucapkan pada Prof. Dr. Syarif Ibrahim Alqadrie, M.Sc (Guru Besar Admin- istrasi Publik dan Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak) dan Kanda Muhammad Yusuf (Ketua Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan Barat), yang telah membaca draft

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xvii Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xvii

Last but not least, terimakasih pada semuanya, pada kawan-kawan penulis yang dalam kesempaan sekarang belum mungkin penulis absen satu per satu. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih pada penerbit yang sudah bersedia menerbitkan buku ini. Juga pada bang Setia dan bang Fahmi yang telah mempercantik tampilan luar dan dalam buku ini.

Buku yang berjudul “Apa yang Tersisa dari In- donesia?” ini sudah kadung jadi. Meski begitu, buku ini bersedia menampung saran yang konstruktif dan membuka peluang untuk dikritik oleh para pembaca. Harapan penulis, buku ini dapat dibaca dan dipetik manfaatnya bagi banyak orang Indonesia. Semoga.***

Desa Kapur, 23 Nopember 2016

Syamsul Kurniawan

xviii | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

DAFTAR ISI

Pengantar: Syarif Ibrahim Alqadrie

(Guru Besar Administrasi Publik dan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak)

iii

Pengantar: Muhammad Yusuf

(Ketua Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan Barat) ix

Pengantar Penulis

xiii

Daftar Isi

xix

BAGIAN SATU: SEBATAS MIMPI MENJADI MAJU

1. Mimpi Sebagai Negara Maju

2. Apa yang Tersisa dari Indonesia?

3. Kebangkitan Pemuda Sebatas Nostalgia 13

4. “Potret” Hari Jadi Kota Pontianak

5. Kota Cerdas, Mimpikah?

6. Era Abu-Abu

7. Mimpi Membangun Tradisi Literasi

BAGIAN DUA: KRISIS KETELADANAN PEMIMPIN BANGSA

1. Krisis Keteladanan Para Pemimpin

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xix

2. DPR Seharusnya Peduli Rakyat

3. Tak Cukup Sekadar Hasrat Memimpin

4. Pilkada dan Obral Janji

5. Pilwako dan Mimpi Kesejahteraan

6. Kelangkaan BBM dan Respon Pemimpin Kita 58

BAGIAN TIGA: PEMBERANTASAN KORUPSI SEPERTI JALAN DI TEMPAT

1. Surganya Koruptor

2. Super Gayus

3. Setengah Hati Memberantas Korupsi

4. Beda Maling Kelas Kakap dan Kelas Teri

BAGIAN EMPAT: KEMERDEKAAN YANG SETENGAH HATI

1. Merdeka Setengah Hati

2. Belum Merdeka dari Amarah

3. Belum Merdeka dari Bencana

4. Belum Merdeka dari Jebakan Utang Bank Dunia dan IMF

5. Belum Merdeka dari Kemiskinan 103

6. Belum Merdeka dari Terorisme 108

7. Berharap Sea Games Tumbuhkan Lagi Nasionalisme 113

BAGIAN LIMA: KEMISKINAN BUKAN SEKADAR BUMBU CERITA

1. Sepenggal Kisah dari Lampu Merah 119

2. Daging Sampah dan Orang Miskin Indonesia 123

xx | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

BAGIAN ENAM: PENYAKIT SOSIAL TERKESAN BELUM SERIUS DIOBATI

1. Tentang Prasangka Negatif Kita 131

2. Pornograi Candu Masyarakat 136

3. Seks Bebas di Kalangan Pelajar 141

4. Kekerasan Menjadi Candu 146

5. Generasi “Ngelem” 149

BAGIAN TUJUH: KARUT-MARUT DUNIA PENDIDIKAN KITA

1. Pendidikan Kita Tidak Memerdekaan 155

2. Di Tengah Menurunnya Kepercayaan akan Sekolah Formal

160

3. Kekerasan Di Balik Disiplin Sekolah 166

4. Kekerasan Dalih Pendidikan, Lazimkah? 171

5. Kekerasan dan Kejahatan Seksual Pada Anak Bangsa 177

6. UN dan Disorientasi Belajar Siswa 181

7. Edisi Kritik Ujian Nasional 185

8. Neoliberalisme Mengancam Pendidikan 189

Sumber Naskah 193

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | xxi

xi | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Bagian Satu Sebatas Mimpi

Menjadi Maju

2 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

(1) Mimpi Sebagai

Negara Maju

ALAM rangka Dies Natalis Universitas Padjaja- ran Bandung ke 50, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan orasi ilmiah yang

bertajuk Membangun Daya Saing Bangsa Menu- ju Negara Maju. Dalam orasi ilmiahnya, Presiden Yudhoyono menyosialisasikan sejumlah paradigma menuju Indonesia maju tahun 2050.

Dalam rangka merealisasikan asa menjadi negara maju, Presiden Yudhoyono mengingatkan peningnya masyarakat Indonesia menyadari peluang dan tantangan dari globalisasi. Globalisasi sebagaimana ulasan Presiden Yudhoyono punya dampak buruk. Sehingga, bangsa Indonesia jangan sampai jadi korban globalisasi. Untuk itu, Presiden Yudhoyono mengajak bangsa ini untuk meningkatkan kualitas daya saing. Bisa melalui pengembangan secara koninyu terutama di bidang teknologi, manajemen, dan jejaring. Semua itu perlu mengalami peningkatan, supaya bangsa kita idak

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Kecuali itu, Presiden Yudhoyono menilai bahwa cita-cita menjadi negara maju sangat mungkin terwujud apabila bangsa kita mampu mewujudkan pembangunan nasional terpadu yang berdimensi kewilayahan dan pelestarian lingkungan dengan memadukan resource-based dan knowledge-based, pertumbuhan yang beriring bersama pemerataan, dan yang terpening pula adalah bagaimana mendorong peran dan kontribusi semua elemen dan warga bangsa (Kompas, 13 September 2007).

Sebatas Mimpi?

Penulis setuju bahwa sebuah bangsa baru disebut besar manakala mimpinya sebagai bangsa yang besar mampu terwujud. Tentu saja, mimpi menjadi negara besar dan maju merupakan mimpi bangsa ini sejak lama. Bahkan, sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mimpi inilah yang konon menyatukan bangsa Indonesia sehingga memperoleh kemerdekaan.

Pertanyaannya, mampukah bangsa ini mewujudkannya? Mampukah bangsa kita ini menjadi bangsa yang besar dan maju serta mandiri seperi yang disampaikan Presiden Yudhoyono? Atau lagi- lagi hanya sebatas mimpi?.

Terlepas mimpi ini menjadi nyata atau idak,

4 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 4 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Potensi ini perlu dikelola secara serius, jika idak ingin semuanya berakhir sebatas mimpi- mimpi. Apalagi beberapa peneliian yang dilakukan oleh beberapa organisasi dunia mengarah pada kecenderungan tersebut. Indeks Pembangunan Manusia berdasarkan rilisan United Naions, Indonesia peringkat 108 dari 177. Indeks Kualitas Hidup berdasarkan data the Economist, Indonesia peringkat 71 dari 177. Data rilisan Indeks Kebebasan Ekonomi dari Heritage Foundaion/ the Wall Street Journal, Indonesia peringkat 110 dari 157. Terakhir Indeks Persepsi Korupsi dari Transparancy Internaional, Indonesia peringkat 130 dari 163.

Modal Dasar

Sesungguhnya Indonesia punya modal ideologi berupa Pancasila dan amanat yang empat dalam Pembukaan UUD 1945. Modal dasar ini dapat dimanfaatkan sebagai daya dorong dan sekaligus daya tangkal dalam merawat niatan bangsa mewujudkan

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Pertama, melindungi bangsa dan tumpah darah dalam arian menjamin keamanan serta keselamatan bangsa, masyarakat, keluarga bahkan seiap individu. Pada konteks ini, pemerintah mesi dapat melindungi seluruh masyarakat dari resiko bencana alam atau huru-hara serta meringankan mereka sebagai korban. Tumpah darah juga wajib dijaga. Jangan sampai ada gangguan stabilitas keamanan dari luar. Juga berari menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan atau ekosistem. Pemerintah dan aparat bersama masyarakat mesi sedia mengawal tumpah darah secara bersama- sama. Pertahanan negara yang diharapkan adalah upaya nasional terpadu.

Kedua, menyejahterakan masyarakat. Hal ini berari menjamin seluruh masyarakat sehingga mempunyai pekerjaan dan penghidupan yang layak, meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat, serta perumahan yang layak bagi masyarakat. Kesejahteraan masyarakat mesi merata yang didukung oleh semangat berkeadilan sosial.

Keiga, mencerdaskan bangsa di semua bidang, baik poliik, ekonomi, sosial dan budaya.

6 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Untuk itu akses pendidikan harus dapat dijangkau bagi seiap anak usia sekolah dan bagi seluruh lapisan masyarakat yang ingin menuntut ilmu. Pemerintah mesi mendukung dengan penyediaan fasilitas pendidikan dan olahraga yang memadai, kurikulum yang relevan serta tenaga pengajar yang profesional.

Keempat, melaksanakan keteriban dunia dengan menjalankan model poliik luar negeri yang bebas dan akif, untuk kepeningan bangsa Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya, yang mengingini terselenggaranya situasi dunia yang aman dan damai. Hal ini juga berari, Pemerintah mesi didukung oleh para diplomat yang handal dalam menegosiasi kepeningan bangsa Indonesia pada forum internasional. Kecuali itu, pemerintah juga harus menyediakan pasukan perdamaian yang siap diterjunkan kapan saja dan di mana saja.

Apabila hal-hal di atas dapat diusahakan, penulis meyakini bahwa cita-cita bangsa untuk menjadi bangsa yang besar, maju dan mandiri betul- betul akan terwujud. Apalagi sebagai bangsa kita mempunyai Pancasila dan UUD 1945 sebagai acuan ideologi, sehingga yang amat diperlukan sekarang adalah, – sebagaimana menguip pesan Presiden Yudhoyono dalam orasi ilmiahnya, – bagaimana mendorong peran dan kontribusi semua elemen dan warga bangsa.***

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

(2) Apa yang Tersisa dari

Indonesia?

PA yang idak dipunyai Indonesia sebagai sebuah bangsa? Indonesia, sebuah negara yang kaya Sumber Daya Alam(SDA)nya, juga

kaya Sumber Daya Manusia (SDM)nya. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia adalah negara kepulauan yang punya sumber daya alam melimpah ruah. Ada 17.508 pulau di Indonesia, dengan kekayaan alam berupa minyak bumi, imah, nikel, kayu, bauksit, emas, perak, batubara, gas alam, dan sebagainya. Kecuali itu, Indonesia menjadi sebuah negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia.

Sayangnya, potensi terutama sumber daya alam idak dikelola baik di negeri ini. Belum lagi, semua kekayaan alam tersebut lebih banyak dikelola bukan oleh perusahaan-perusahaan milik bangsa kita melainkan perusahaan-perusahaan asing. Maka perusahaan-perusahaan asing inilah yang kemudian menjadi penerima manfaat paling besar dari potensi

8 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 8 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Soal kepemilikan Sumber Daya Alam, jelas Indonesia punya predikat bagus. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Indonesia adalah produsen imah terbesar di dunia. Indonesia juga menempai peringkat pertama sebagai penghasil hasil-hasil pertanian seperi cengkeh (cloves), dan pala (nutmeg), serta peringkat kedua sebagai produsen karet alam (natural rubber) dan minyak sawit (crude palm oil).

Dari begitu banyak potensi sumber daya alam yang dipunyai Indonesia, senyatanya masyarakat Indonesia hanyalah menjadi buruh di tempat- tempat tambang tersebut. Padahal kekayaan yang berlimpah ruah itu adalah milik Indonesia. Hanya saja masyarakat Indonesia idak betul-betul bisa menikmainya.

Jelas sekali, kemiskinan masih menjadi potret buram di negeri ini. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Staisik), jumlah penduduk miskin sebanyak 30,02 juta orang atau 12,49 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah yang idak sedikit. Potret kemiskinan idak hanya ditemui di pedesaan, melainkan juga di kota-kota besar. Kemiskinan pada hari ini idak lagi semata-mata persoalan ekonomi melainkan sudah merasuk ke arah kemiskinan kultural dan struktural.

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Betul, bahwa sejarah dunia sudah memberi- tahukan pada kita, bahwa idak ada sebuah bangsa yang lekas menjadi sempurna. Atau, sim salabim se- keika menjadi sebuah bangsa besar tanpa melalui sebuah usaha, perjuangan, atau kerja keras. Jepang sebagai sebuah negara dengan ingkat perekonomi- an yang maju lahir idak lahir sekeika, melainkan karena komitmen dan kontribusi rakyatnya. Demiki- an pula negara maju lainnya semacam Amerika Seri- kat, Rusia, dan juga China.

Kalaupun sekarang, setelah puluhan tahun merdeka, Indonesia belum berhasil menjadi negara maju, seidaknya bangsa ini masih punya mimpi. Bukan saja mimpi sebagai negara maju di kemudian hari, tetapi juga mimpi sebagai negara yang sejahtera dan mandiri. Demikianlah impian para founding father kita dulu dan sebagian besar kita pada hari ini.

Sayang sekali mimpi tentang Indonesia yang maju, sejahtera dan mandiri idak pernah menjadi sebuah kenyataan. Bisa jadi karena di negeri yang berlimpah ruah kekayaan sumber daya alamnya ini, masih terjadi penghisapan manusia atas manusia (exploitaion de l’homme par l’homme) dan penindasan bangsa atas bangsa (exploitaion de naion par naion). Setelah puluhan tahun negara ini memproklamasikan kemerdekaannya, yang terjadi setelahnya malah digiring ke tepi jurang “neokolonial”. Akibatnya bangsa ini masih menjadi kuli di antara bangsa-bangsa atau dalam sebuah

10 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 10 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Sekali lagi, yang tersisa dari negeri ini hanyalah mimpi-mimpi. Sementara untuk membuat mimpi-mimpi tersebut menjadi nyata, rasanya hampir mustahil. Kecuali jika dari rahim bangsa ini secepatnya lahir pemimpin-pemimpin yang visioner dan bertanggung jawab. Betul, banyak pemimpin belakangan yang mengaku sebagai demokrat sejai atau pro rakyat, tetapi itu berheni sebatas di mulut saja. Kenyataannya, sebagian mereka ini justru adalah aktor-aktor di balik drama penjualan aset bangsa, termasuk potensi-potensi kekayaan alam di negeri ini.

Pertanyaannya, “bagaimana mungkin mere- alisasikan mimpi tentang Indonesia yang maju, se- jahtera dan mandiri, sementara seluruh potensinya digadai bahkan dijual pada pihak asing?”. Pertanyaan berikutnya, “bagaimana mungkin merealisasikan mimpi tentang Indonesia yang maju, sejahtera dan mandiri, sementara para pemimpin bangsa seolah i- dak punya jiwa dan idak berkarakter?”.

Pada sebuah kesempatan, Presiden pertama Republik Indonesia mengatakan: “sumber kekuatan kita bukan hanya kekayaan alam yang melimpah, jumlah rakyat yang berpuluh-puluh juta, letak geograis yang strategis, ilmu dan teknik yang dipertumbuhkan, tetapi juga semangat dan jiwa bangsa kita.”

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 11

Sekarang, neokolonialisme terang-terangan sedang mengisap kekayaan dan aset Indonesia.

Sementara para pemimpin bangsa ini malah memuluskan jalannya dengan menghamparkan “karpet merah” untuk masuknya modal asing dan perusahaan-perusahaan asing.

Untuk menyelamatkan mimpi-mimpi Indone- sia, diperlukan komitmen bersama. Komitmen ada- lah modal dasar untuk menyeriusi pembangunan di segala bidang. Komitmen juga menjadi modal dasar dalam menggelorakan kembali semangat ani kolo- nialisme dan ani imperialisme dalam bentuk apap- un. Tentu saja peran akif pemerintah pada aras ini diperlukan untuk menyatukan, menyinergikan, dan melipatgandakan semua kekuatan jika ingin mewu- judkan mimpi-mimpi tersebut.***

12 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

(3) Kebangkitan Pemuda

Sebatas Nostalgia

ASALAH kepemudaan perlu disikapi serius. Sungguh idak dapat dipungkiri bahwa globalisasi yang ditandai oleh kemajuan

dan perkembangan teknologi dan informasi yang demikian cepat, sedikit banyak akan berdampak pada kepribadian para pemuda Indonesia. Bersyukur jika dampaknya posiif. Apabila yang terjadi sebaliknya, globalisasi membawa pengaruh buruk pada kepribadian para pemuda Indonesia, maka sungguh idak ada masa depan yang cerah bagi negeri ini.

Belakangan ini, para pemuda terkesan apais pada keadaan bangsanya. Sikap apais pemuda- pemuda Indonesia tentu saja kontraprodukif. Bandingkan dengan pemuda-pemuda dulu sebelum bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya. Dr. Sutomo misalnya yang demikian bersemangat mendirikan sebuah organisasi pemuda Budi Utomo. Padahal saat itu seorang Dr. Sutomo usianya belum genap 20 tahun.

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 13

Demikian pula, bagaimana perjuangan luhur pemuda lainnya pada masa dulu dalam mengenalkan konsep persatuan dan kesatuan bangsa yang kemudian mengkristal menjadi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Demikian pula semangat membara Wikana dan Yusuf Kunto sebagaimana Perisiwa Rengasdengklok. Rasanya, sulit kita pada hari ini

menemukan semangat semacam itu lagi dalam kepribadian pemuda Indonesia di era globalisasi seperi saat ini.

Tidak ingin mengesampingkan sebagian pemuda lain yang masih punya kepedulian pada bangsa ini. Namun permasalahannya adalah bagaimana sebagian pemuda-pemuda “yang pedu- li” ini bisa menjadi teladan bagi “yang idak peduli”, sehingga kemudian bersama-sama ikut akif berkon- tribusi dalam pembangunan. Banyak pemuda-pemu-

da pada hari ini yang berada dalam lingkaran sikap apais dan hedonis, yang kesemuanya mengarah pada sikap ani sosial. Sementara krisis yang diala- mi bangsa pada hari ini amat kompleks dan muli- dimensi, mulai dari masalah pengangguran, krisis mental, krisis eksistensi, masalah degradasi moral, sampai krisis kepemimpinan. Masalah kepemudaan yang paling beresiko adalah krisis kepemimpinan. Bagaimana mungkin bangsa ini dapat bertahan, se- mentara pemuda-pemuda sebagai motor penggerak pembangunan kehilangan jiwa kepemimpinan?

Sudah lama Indonesia mengalami krisis

14 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 14 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Hanya saja di antara sekian banyak pemuda yang mendapat kesempatan menjadi pemimpin, sayangnya hanya sedikit dari mereka yang mampu menunjukkan kredibilitas sebagai pemimpin yang baik dan amanah. Beberapa kasus korupsi yang melibatkan pemimpin-pemimpin muda belakangan ini, memperkuat asumsi betapa krisis kepemimpinan sedang terjadi pada para pemuda.

Jangan Sebatas Nostalgia

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional hingga

20 Mei 2011 hemat penulis masih sebatas ajang nostalgia, terutama dalam mengenang perjuangan para pemuda dalam mengantarkan Indonesia merdeka. Sayang, hanya sebatas nostalgia. Dari peringatan Hari Kebangkitan Nasional, idak banyak yang berimplikasi posiif bagi kebangkitan bangsa kita sekarang dari keterpurukannya. Penandanya, krisis mulidimensi masih terjadi dan entah kapan akan berakhir.

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 15

Sekarang adalah inggal bagaimana para pemuda kita tercambuk kesadarannya, untuk mengawali perubahan, sekurang-kurangnya dari dirinya sendiri. Dengan kesadaran tersebut, perlahan namun pasi, perubahan yang dicita-citakan akan terwujud.

Tentu saja para pemuda sekarang harus menyadari bahwa perjuangan pada hari ini bukanlah lagi dengan mengangkat senjata, bergerilya, atau berunding sana-sini, karena masih banyak bentuk perjuangan lain yang dapat dikerjakan untuk memaknai kemerdekaan dan menampilkan nasionalisme. Meski nampak sepele, membeli dan menggunakan produk karya anak bangsa adalah sebuah bentuk perjuangan untuk memaknai kemerdekaan dan menampilkan nasionalisme. Selainnya, berkarya dan berprestasi sesuai bidang masing-masing, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sehingga idak mudah diadu domba atau terpecah belah. Peran pening pemuda sekarang adalah bagaimana mereka bisa menjadi bagian dari tenaga-tenaga penggerak pembangunan yang akif menyuarakan dan mendorong terciptanya perubahan.

sekarang juga dapat bersifat kolekif, dengan adanya wadah- wadah tempat mereka mengorganisasi berbagai bentuk perjuangan memaknai kemerdekaan dan menampilkan nasionalisme. Misalnya, organisasi

Perjuangan

pemuda

16 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 16 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Peringatan hari kebangkitan nasional yang kita peringai di iap tahunnya, harusnya betul-betul menjadi momentum kebangkitan pemuda. Jangan sampai peringatan hari kebangkitan nasional lagi- lagi sebatas seremonial dan hanya ajang nostalgia belaka. Semoga.***

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 17

(4) “Potret” Hari Jadi

Kota Pontianak

IKISAHKAN Sultan Ponianak yaitu Syarif Ab- durrahman Alkadrie, putra dari Habib Husin bersama dengan saudara-saudaranya berm-

ufakat menjelajah mencari kediaman baru. Singkat kisah, berangkatlah 14 perahu kakap menyusuri Sun- gai Penii. Sekitar waktu Zuhur sampailah Syarif Ab- durrahman dan pengikutnya di sebuah tanjung, yang kemudian dikenal dengan Tanjung Zohor. Perjalanan mengantarkan Syarif Abdurrahman ke Kelapa Tinggi Segedong. Untuk sementara waktu, Syarif Abdurrah- man dan pengikutnya berkemah di sana.

Setelah beberapa lama di tempat tersebut, Syarif Abdurrahman dan pengikutnya melanjutkan perjalanan mereka kembali. Mereka menyusuri Sungai Kapuas dan menemukan sebuah pulau, yang kini kita kenal dengan nama Batu Layang. Sebuah tempat di mana Syarif Abdurahman Alkadri dan keluarganya dimakamkan.

Di tempat ini pula, dikisahkan Syarif Abdu-

18 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 18 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai. Tempat inilah yang sekarang dinamai dengan Ponianak. Di tempat itu kini berdiri Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman dan Keraton Ponianak.

Hingga hari ini, tanggal 23 Oktober diperingai sebagai Hari Jadi Kota Ponianak. Tepat pada tanggal

23 Oktober 2010, genap Ponianak berusia 239 tahun. Sebuah usia yang sangat tua.

Potret Hari Ini

Usia Kota Ponianak boleh kita katakan sudah sangat tua: 239 tahun. Bahkan usia Kota Ponianak lebih tua dari usia kemerdekaan bangsa ini. Tapi kota ini, nampak begini-begini saja. Tidak banyak yang berubah.

Ponianak sebagai kota BERSINAR (bersih, sehat, indah, nyaman, aman dan ramah) Cuma berheni sebatas slogan. Hemat penulis, Kota Ponianak belum bersinar. Indikasinya, masyarakat

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 19 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 19

Dibaca dari aspek keteriban masyarakat, masyarakat kita juga belum terib. Ini kita bisa tengok di persimpangan lampu merah. Lampu merah yang seharusnya menjadi penanda kendaraan-kendaraan berheni seringnya idak diindahkan. Justru lampu merah berari “tancap gas”.

Dari aspek kualitas pendidikan apa lagi. Kualitas pendidikan kota ini belum menggembirakan. Sebabnya karena fasilitas pendidikan yang minim, sehingga idak mendukung pembelajaran. Dari aspek pemerataan pembangunan masalahnya juga sama. Pembangunan kota masih terkesan tambal sulam.

Potret Masa Depan?

Hari ini adalah saat di mana masyarakat kita menanam benih, sementara masa depan adalah waktu panen. Karena siapapun yang ingin tahu tentang masa depannya, maka tengoklah apa yang dikerjakan pada hari ini. Sudah sepantasnya, pada hari jadi Kota Ponianak yang ke 239 ini kita mengevaluasi.

Banyak pekerjaan rumah menjadikan kota ini menjadi maju dan berkembang di masa depan. Salah

20 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 20 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Di Kota Ponianak terdapat Tugu Khatulisiwa yang seharusnya menjadi daya tarik wisatawan dalam dan luar negeri karena hanya satu-satunya di dunia. Ada Sungai Kapuas, yang disebut-sebut sebagai sungai terpanjang di Indonesia. Kecuali itu pula kota kita berpeluang menjadi pusat jajanan kuliner, mengingat beragamnya kuliner yang terdapat di Kota Ponianak. Potensi-potensi ini harus diperhaikan pembangunannya maupun aspek promosinya.

Hal terpening merawat sisa-sisa opimisme di tengah maraknya apaisme. Opimisme mengenai masa depan Kota Ponianak dan semangat kemandirian perlu dipupuk, terutama sebagai modal dasar membangun Kota Ponianak. Dalam hal ini masyarakat Kota Ponianak mesi bersatu. Bila terjadi konlik sosial, penyelesaiannya dapat menempuh jalan yang damai dan santun. Jangan sampai benih- benih konlik ikut tumbuh bersama dengan usaha membangun kota ini.

Harus disetujui bersama, bahwa sukses idaknya Kota Ponianak dalam menata dan membangun, adalah buah dari kerja keras yang cerdas dan terarah. Tidak terlupa di Hari Jadinya yang ke 239 ini, penulis ucapkan, Selamat Hari Jadi Kota Ponianak. Semoga ke depannya, Kota Ponianak

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 21 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 21

22 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

(5) Kota Cerdas,

Mimpikah?

NDANG-Undang Otonomi Daerah disadari tel-

ah meletakkan kewenangan sebagian besar pemerintahan di bidang pendidikan dan kebu-

dayaan, yang sebelumnya milik pemerintahan pusat dan sekarang berada pada Pemerintah Kabupaten atau Kota. Jelas keadaan ini amat menguntungkan daerah. Pergeseran struktur kewenangan adminis- trasi pendidikan ini jelas menjadi momentum yang tepat terutama dalam melakukan reformasi pendi- dikan yang visioner.

Pada masa otonomi daerah seperi sekarang, berbicara tentang pengelolaan pendidikan, amat ber- gantung pada apa maunya daerah. Karena itu, daer-

ah dituntut visioner dalam mengembangkan praksis pendidikan yang berkualitas. Pemerintah disebut educaion government, manakala pemerintahan me- merhaikan pengambangan sumber daya manusia melalui sebuah pengelolaan pendidikan yang serius.

Pada konteks ini relevan dengan tujuan

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 23 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 23

Harus dimengeri bahwa pembangunan bidang ekonomi seyogyanya idak dapat dipisahkan dari pembangunan sumber daya manusia. Pem- bangunan bidang ekonomi berjalan lurus dengan pengembangan sumber daya manusia. Bagaikan se- buah koin dengan dua sisi yang berhubungan, per- tumbuhan ekonomi yang baik dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sekaligus punya pen- garuh dengan pertumbuhan ekonomi dan menaikkan gross domesic bruto (GNP). Dengan sumber daya manusia yang berkualitas, harapannya ikut merang- sang kreaiitas masyarakat pada pola pikir dan pola kerjanya sehingga mampu menggulirkan perubahan kualitas hidup yang lebih baik dan lebih mapan.

Menyadari ini, Pemerintah Kota Ponianak semesinya dapat memosisikan pengembangan

24 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 24 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Mimpi Sebagai Kota Cerdas?

Kota Ponianak sesungguhnya berpeluang menjadi Kota Cerdas. Untuk itu Pemerintah Kota Ponianak perlu menyeriusi berbagai program pengembangan dan perbaikan kualitas pendidikan. Misalnya, Pemerintah Kota Ponianak dapat merancang pada lima tahun ke depan, idak ada lagi anak usia sekolah yang idak bersekolah terutama pada kelompok usia 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun. Hal ini ditandai dengan pencapaian persentase angka parisipasi minimum (APM) dan angka transisi (AT) mendekai 100%.

Pada aspek mutu pendidikan, hal ini ditandai dengan kompetensi lulusan sekolah, yang dilihat dari prestasi para lulusan saat mereka melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih inggi atau dilihat dari ke- mampuan atau daya saing mereka pada pasar kerja. Meningkatnya persentase angka melek huruf, melek bahasa Indonesia, dan melek teknologi adalah ind- ikator lain dari keberhasilan pembangunan bidang

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 25 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 25

Menjadi Kota Cerdas adalah mimpi sebagian besar masyarakat Kota Ponianak, di mana terwujud sebuah tatanan masyarakat yang egaliter, berpendidikan dan berilmu pengetahuan, berkepribadian dan berketerampilan, cerdas dan berakhlaqulkarimah, serta berdaya saing global dalam suasana kehidupan yang religius. Ukuran atau indikator yang diperlukan untuk mencapai predikat sebagai Kota Cerdas, antara lain: pertama, rata-rata lama pendidikan adalah 12 tahun; kedua, idak ada anak usia sekolah yang idak bersekolah atau putus sekolah; keiga, tersedianya berbagai alternaif layanan pendidikan; keempat, tercapainya iga sasaran pendidikan yang mencakup IQ, EQ, dan SQ; kelima, terbebasnya dari empat buta yaitu buta angka, buta aksara lain, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan dasar; keenam, terakreditasinya seluruh lembaga pendidikan baik formal maupun non formal sesuai dengan tuntutan

26 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Standar Pelayanan Minimal (SPM); ketujuh, daya serap lulusan inggi baik di Perguruan maupun pada pasar kerja atau dunia industri; dan kedelapan, akses layanan pendidikan berbasis IT.

Hanya saja, perkara mencapai mimpi menjadi Kota Cerdas, senyatanya bukanlah perkara gampang, diperlukan komitmen dan keterlibatan semua komponen. Namanya juga sebuah mimpi, semua kita boleh berharap.***

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 27

(6) Era Abu-Abu

NDONESIA tengah berada di era abu-abu. Di era ini, antara yang benar dan yang salah terlihat kabur.

Saat ini orang mulai sulit membedakan antara

korupsi dan komisi, uang suap atau tali asih, studi banding atau piknik, antara kekerasan dan solusi, dan seterusnya. Nilai-nilai jadi kabur.

Nyaris idak ada pedoman. Kalaupun ada, biasanya hanya ada di atas kertas, di teks pidato-pidato, arikel-arikel seminar atau diskusi. Kalaupun ada Undang-Undang, peraturan-peraturan pemerintah, seringkali idak dipedomani, karena yang berlaku adalah pedoman abu-abu.

Pada era abu-abu, yang harusnya benar menurut hukum bisa saja divonis bersalah. Pada era abu-abu, wakil rakyat yang harusnya menyuarakan aspirasi rakyat justru sebaliknya bisa menyakii rakyat. Orang-orang pun mulai sulit melihat secara jernih mana yang benar dan mana yang salah. Banyak orang yang menjadi apais, acuh tak acuh, dan idak

28 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan 28 | Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan

Tapi mari kita mencerna, jika yang dipandang relaif adalah kasus kolusi, korupsi dan nepoisme. Akibatnya substansi fakta dari berbagai kasus menjadi abu-abu. Betul, fakta bisa diurai berdasarkan sudut pandang masing-masing. Namun menjadi masalah jika sudut pandang tersebut dilandasi oleh kepeningan tertentu.

Hakikat kebenaran menjadi abu-abu. Seseorang jadi sulit mengeri, apakah sebuah fakta betul-betul fakta, ataukah rekayasa sudut pandang tadi. Semuanya karena relaiitas. Serba abu-abu. Relaiitas sesungguhnya bukan duduk persoalannya. Kecenderungan memukul rata semuanya menjadi relaif itulah duduk persoalannya. Bayangkan jika jelas-jelas korupsi idak dianggap sebagai korupsi, jelas-jelas kolusi tapi idak dianggap kolusi, manipulasi idak dianggap sebagai manipulasi, benar idak disebut benar, keliru idak disebut keliru.

Kecenderungan membuat semuanya menjadi relaif inilah penyebab kaburnya batas antara hitam dan puih, benar dan salah. Sayangnya masyarakat idak banyak yang mempersoalkannya. Seperinya

Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 29 Esei-Esei Politik, Sosial dan Pendidikan | 29

Pertama, krisis kepemimpinan. Krisis kepemi- mpinan dari struktur yang paling bawah hingga struktur yang di atas menjadi penghambat tumbuh- kembangnya kepribadian bangsa yang beradab dan yang idak abu-abu. Pada konteks ini, pemimpin ing- kat nasional sudah semesinya menjadi teladan bagi para pemimpin di daerah-daerah. Demikian seterus- nya.

Kedua, kurangnya dukungan media massa. Saat ini, media massa malah memosisikan diri sebagai media abu-abu, sering melabrak kode eik jurnalisik, mendukung yang bayar, dan lain sebagainya. Media massa pada hari ini seringkali menyajikan konten berita yang idak layak konsumsi publik. Malah seringkali konsumen media menjadi terinspirasi berbuat kriminal setelah membaca berita-berita di media massa.