Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja

2.1.3 Teori-Teori Tentang Kepuasan Kerja

Dari beberapa pendapat para ahli yang diuraikan di atas tentang kepuasan kerja, maka penulis akan membahas teori-teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja untuk memperkaya dimensi kepuasan kerja dari berbagai pendapat para ahli yang masing-masing saling mendukung.

2.1.3.1 Teori Dua Faktor (Herzberg)

Selain teori kebutuhan Maslow, teori ini kemudian dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang terkenal dengan “Teori Motivasi Kerja Dua Faktor” yang membicarakan 2 (dua) golongan utama kebutuhan menutup kekurangan dan kebutuhan pengembangan. Sondang P. Siagian (2005) mengatakan bahwa teori ini dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Dalam usaha mengembangkan kebenaran teorinya, Herzberg melakukan penelitian yang bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan : ”Apa sesungguhnya yang diinginkan oleh seseorang dari pekerjaannya?” Timbulnya keinginan menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini didasarkan pada keyakinan Herzberg bahwa hubungan seseorang dengan pekerjaannya sangat mendasar dan karena itu sikap seseorang terhadap pekerjaannya itu sangat mungkin menentukan keberhasilan dan kegagalannya.

Yang sangat menarik dari penelitian yang dilakukan oleh Herzberg ialah bahwa apabila para pekerja merasa puas dengan pekerjaannya. Kepuasan itu didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karier dan pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Suatu ide yang dikemukakan oleh Herzberg yang agak berbeda dari anggapan umum ialah bahwa lawan kata “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”, tetapi “tidak ada kepuasan”. Bagi Herzberg lawan kata “ketidakpuasan” ialah “tidak ada kepuasan”. Menurut Herzberg,

faktor-faktor yang mengarah kepada kepuasan kerja lain dari faktor-faktor yang mengarah kepada ketidakpuasan. Artinya, para manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang mengakibatkan ketidakpuasan mungkin saja berhasil mewujudkan ketenangan kerja dalam organisasi, akan tetapi ketenangan kerja itu belum tentu bersifat motivasional bagi para pekerja. Dalam hal demikian para manajer hanya akan menyenangkan para bawahannya tetapi tidak memberikan motivasi kepada mereka. Karena itulah Herzberg menggunakan istilah “higiene” bagi faktor-faktor yang menyenangkan para pekerja seperti kebijaksanaan, teknik pelaksanaan berbagai kebijaksanaan organisasi, supervisi, hubungan internasional, kondisi kerja dan sistem upah dan gaji yang dibuat dan diterapkan sedemikian rupa sehingga para karyawan tenang bekerja tetapi belum merasa puas dengan pekerjaan masing-masing. Herzberg berpendapat bahwa apabila para manajer ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas, yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor motivasional yang sifatnya intrinsik.

Menurut teori ini ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu : • Faktor-faktor yang akan mencegah ketidakpuasan (faktor higine), yang terdiri dari gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, penyeliaan kelompok kerja. • Faktor-faktor yang memberikan kepuasan (motivator factor) yang terdiri dari kemajuan, perkembangan, tanggung jawab, penghargaan, prestasi, pekerjaan itu sendiri.

Menurut Herzberg, mencegah atau mengurangi ketidakpuasan dalam keadaan pekerjaan tidak sama dengan memberikan kepuasan positif. Keduanya itu segi-segi motivasi kerja yang berbeda secara kualitatif. Motivasi bisa diberikan jika digunakan motivator yang berfungsi.

Tabel 2.1 :

Model Motivasi Kerja Dua Faktor Herzberg

Faktor Higine Motivator

Gaji

Kemajuan

Kondisi kerja

Perkembangan

Kebijakan perusahaan

Tanggung jawab

Penyeliaan

Penghargaan

Kelompok kerja

Prestasi Pekerjaan itu sendiri

Sumber : Perilaku Organisasi, Udai, 1984.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan menurut Herzberg :

1. Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup; perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya.

2. Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan kerja, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lain.

3. Pegawai akan kecewa bila peluang bagi mereka untuk berprestasi terbatas atau dibatasi, kemungkinan mereka cenderung akan mencari kesalahan-kesalahan. Ada sembilan jenis kebutuhan yang sifatnya non material yang oleh para anggota organisasi dipandang sebagai hal yang turut mempengaruhi perilakunya dan yang menjadi faktor motivasi yang perlu dipuaskan dan oleh karenanya perlu selalu mendapat perhatian setiap pimpinan dalam organisasi, yaitu :

a. Kondisi kerja yang baik, terutama yang menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja.

b. Perasaan diikutsertakan b. Perasaan diikutsertakan

d. Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik

e. Kesetiaan pimpinan kepada para pegawai

f. Promosi dan perkembangan bersama organisasi

g. Pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan

h. Keamanan pekerjaan

i. Tugas pekerjaan yang sifatnya menarik. (Siagian, 1983 : 63).

2.1.3.3 Teori Ketidaksesuaian (discrepancy)

Menurut Locke dalam Wexley dan Yukl (1995 : 130) : kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakteristik dari pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual. Semakin besar kekurangan atau selisih dan ketidak sesuaian maka akan semakin besar ketidak puasannya. Jika terdapat lebihh banyak jumlah faktor pekerjaan yang dapat diterima secara minimal dan kelebihanya menguntungkan orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dan jumlah yang diinginkan.

Variasi model lain ketidaksesuaian tentang kepuasan kerja yang telah dikemukakan mendefinisikan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini pada dasarnya sama dengan model Locke berarti penekanan yang lebih banyak terhadap pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekuarangan atas kebutuhan- kebutuhan karena determinan dari banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Lawler (1972) menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut bagaimana kekurangan/ selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada “cara terbaik” yang tersedia Variasi model lain ketidaksesuaian tentang kepuasan kerja yang telah dikemukakan mendefinisikan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini pada dasarnya sama dengan model Locke berarti penekanan yang lebih banyak terhadap pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekuarangan atas kebutuhan- kebutuhan karena determinan dari banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Lawler (1972) menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut bagaimana kekurangan/ selisih itu didefinisikan. Keduanya menyimpulkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap pekerjaannya, dan tidak ada “cara terbaik” yang tersedia

Bagan 2.1

Model Hipotesis Determinan-Determinan Kerja

Kebutuhan-kebutuhan nilai-niai dan sifat-sifat

kepribadian

Persepsi terhadap kondisi

Perbandingan Sosial

yang seharusnya ada

Sekarang Pengaruh kelompok

acuan(reference group)