BRIMOB Polri

1.3.2 Tugas Pokok , Fungsi dan Peranan Korps BRIMOB Polri

Seperti yang disebutkan dalam buku Postur BRIMOB bahwa tugas pokok, fungsi dan peranan BRIMOB adalah : Tugas pokok yang diemban adalah melaksanakan dan mengerahkan kekuatan BRIMOB Polri guna menanggulangi gangguan kamtibmas berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan berorganisir bersenjata api, bom, bahan kimia, biologi dan radiokatif bersama dengan unsur pelaksana operasional kepolisian lainnya guna mewujudkan tertib hukum serta ketentraman masyarakat diseluruh yuridis NKRI dan tugas tugas lain yang dibebankan padanya.

Fungsi BRIMOB Polri sebagai Satuan pamungkas Polri yang memiliki kemampuan spesifik berupa kemampuan dasar Kepolisian, Penanggulangan Huru- Hara (PHH), Reserse Mobil (Resmob), Penjinakan Bom (Jibom), perlawanan teror (Wanteror), Search And Rescue (SAR) penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri yang berkadar tinggi dan penyelamatan masyarakat yang didukung personil yang terlatih dan memiliki kepemimpinan yang solid, peralatan dan perlengkapan dengan teknologi modern.

Sedangkan peranan BRIMOB Polri adalah bersama–sama dengan fungsi kepolisian lainnya melakukan penindakan terhadap pelaku-pelaku kejahatan yang berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan yang terorganisir dan bersenjata api, bom, kimia, biologi dan radio aktif guna mewujudkan tertib hukum serta ketentraman masyarakat diseluruh wilayah yuridis NKRI. Peran yang dilaksanakan antara lain berperan untuk membantu fungsi kepolisian lainnya, melengkapi dalam operasi kepolisian yang dilaksanakan bersama-sama dengan fungsi kepolisian lainnya, melindungi anggota kepolisian demikian juga masyarakat yang sedang mendapat ancaman, memperkuat fungsi kepolisian lainnya dalam pelaksanaan tugas operasi dan berperan untuk menggantikan tugas kepolisian pada satuan kewilayahan apabila situasi atau sasaran tugas sudah mengarah pada kejahatan yang berkadar tinggi.

Dalam struktur organisasi Korps BRIMOB sendiri terbagi berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya menjadi : (1) unsur pimpinan; (2) unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf; (3) unsur pengawas dan pelayanan dan; (4) unsur pelaksana utama. Sebagai unsur pelaksana utama yang mengemban tugas pokok Dalam struktur organisasi Korps BRIMOB sendiri terbagi berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya menjadi : (1) unsur pimpinan; (2) unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf; (3) unsur pengawas dan pelayanan dan; (4) unsur pelaksana utama. Sebagai unsur pelaksana utama yang mengemban tugas pokok

1.3.3 Strata Kemampuan Korps BRIMOB Polri

Kemampuan-kemampuan BRIMOB sebagai unsur pelaksana utama adalah sebagai berikut :

1. Strata kemampuan BRIMOB dasar yaitu kemampuan dasar kepolisian, PHH, Reserse mobil, penjinakan bom (jibom), perlawanan teror (wanteror) dan Search And Rescue (SAR).

2. Strata kemampuan Pelopor yaitu kemampuan BRIMOB dasar ditambah kemampuan lawan insurgensi/ lawan gerilya.

3. Strata kemampuan Gegana yaitu kemampuan Pelopor ditambah kemampuan operator Jibom, intelejen mobil dan kemampuan penanganan bahaya ancaman kimia, biologi, dan radio aktif.

4. Strata kemampuan Instruktur yaitu kemampuan gegana ditambah personel harus mampu melaksanakan pengajaran dan pelatihan, pengkajian dan pengembangan yang berguna untuk melaksanakan peran sebagai pembina peningkatan kemampuan BRIMOB.

Kemampuan-kemampuan tersebut pada masa lalu menurut Hadiman dikenal dengan kemampuan dasar, kemampuan penyelidik lapangan, dan kemampuan komando PARA.

1.3.4 Detasemen C Satuan III Pelopor

Satuan Pelopor pada tingkat Mabes Polri merupakan satuan yang memiliki tugas sebagai pasukan pemukul terakhir pada tugas-tugas mengatasi rusuh massa, separatisme, SAR dan tugas-tugas yang diberikan oleh Kapolri. Satuan ini terdiri Satuan Pelopor pada tingkat Mabes Polri merupakan satuan yang memiliki tugas sebagai pasukan pemukul terakhir pada tugas-tugas mengatasi rusuh massa, separatisme, SAR dan tugas-tugas yang diberikan oleh Kapolri. Satuan ini terdiri

III Pelopor yang berkedudukan di Kelapa Dua Depok, menyatu dengan Markas Komando Korps BRIMOB (Mako Korps BRIMOB). Satuan III Pelopor yang terbentuk berdasarkan surat keputusan Kapolri nomor Polisi : Skep/ 1420/ XII/ 1999 tanggal 14 Desember 1999 ini adalah suatu bentuk terlaksananya pengembangan jumlah personel BRIMOB yang disesuaikan dengan tingkat gangguan dan ancaman keamanan nasional pada saat itu. Terlahir kembali dengan nama Resimen III BRIMOB, Satuan III Pelopor ini diyakini oleh sejumlah kalangan para sesepuh BRIMOB sebagai kebangkitan dari sebuah Satuan elit Polri pada masa perjuangan dan pasca kemerdekaan dahulu, yang bersama elemen masyarakat Indonesia lainnya berjuang mempertahankan kemerdekaan. Pasukan itu sangat ditakuti lawan dan disegani kawan. Resimen Pelopor, demikian nama besar Satuan itu, adalah sebuah Satuan yang juga dikebiri dan ditenggelamkan karena faktor politik yang berkembang pada masa itu, sehingga catatan sejarahnya pun hampir bisa dikatakan tidak ada atau sangat sedikit.

Menurut John L. Sullivan (1992 : 172) : ada empat prinsip dasar yang digunakan polisi untuk menciptakan hubungan kerja dalam suatu organisasi. Mengerti akan prinsip-prinsip ini akan memberikan wawasan yang luas tentang bagaimana polisi mengatur manusia dan peralatan agar pekerjaan penegakkan hukum itu dapat dilakukan. Prinsip-prinsip itu adalah : (1) Rantai komando, (2) Kesatuan komando, (3) Ruang lingkup pengendalian-pengendalian dan, (4) Perumusan kekuasaan. Tugas pokok yang diemban satuan ini menuntut disiplin dan integritas tinggi terhadap satuan dan loyal terhadap pimpinan. Oleh karena itu, wajar jika satuan Pelopor atau BRIMOB pada umumnya sampai saat ini di kalangan organisasi Polri masih dikenal sebagai satuan yang memiliki hierarki yang kaku. Satuan ini umumnya masih menerapkan gaya kepemimpinan dengan pola yang diwujudkan dalam suatu hubungan hierarki yang kental antara atasan dan bawahan. Penguasaan kemampuan khas BRIMOB pada Satuan III Pelopor seperti telah disebutkan di atas adalah dikhususkan pada kemampuan PHH, Resmob dan SAR atau pertolongan kemanusiaan terhadap korban bencana. Penguasaan kemampuan ini disesuaikan dengan proyeksi tugas satuan berupa kerusuhan massa, penanganan pemberontakan bersenjata (kontra insurjensi) yang Menurut John L. Sullivan (1992 : 172) : ada empat prinsip dasar yang digunakan polisi untuk menciptakan hubungan kerja dalam suatu organisasi. Mengerti akan prinsip-prinsip ini akan memberikan wawasan yang luas tentang bagaimana polisi mengatur manusia dan peralatan agar pekerjaan penegakkan hukum itu dapat dilakukan. Prinsip-prinsip itu adalah : (1) Rantai komando, (2) Kesatuan komando, (3) Ruang lingkup pengendalian-pengendalian dan, (4) Perumusan kekuasaan. Tugas pokok yang diemban satuan ini menuntut disiplin dan integritas tinggi terhadap satuan dan loyal terhadap pimpinan. Oleh karena itu, wajar jika satuan Pelopor atau BRIMOB pada umumnya sampai saat ini di kalangan organisasi Polri masih dikenal sebagai satuan yang memiliki hierarki yang kaku. Satuan ini umumnya masih menerapkan gaya kepemimpinan dengan pola yang diwujudkan dalam suatu hubungan hierarki yang kental antara atasan dan bawahan. Penguasaan kemampuan khas BRIMOB pada Satuan III Pelopor seperti telah disebutkan di atas adalah dikhususkan pada kemampuan PHH, Resmob dan SAR atau pertolongan kemanusiaan terhadap korban bencana. Penguasaan kemampuan ini disesuaikan dengan proyeksi tugas satuan berupa kerusuhan massa, penanganan pemberontakan bersenjata (kontra insurjensi) yang

Salah satu Detasemen yang berada dalam kendali Satuan III Pelopor yang merupakan kekuatan inti dalam menjalankan operasional tugas pokok BRIMOB adalah Detasemen C. Dengan motto Satuan Cendekia Handal Setia, Detasemen C berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas kemampuan anggotanya dalam memenuhi standard kemampuan seorang personel BRIMOB Polri. Motto atau sasanti “Cendekia” mengandung makna bahwa setiap anggota Den C Sat III Por harus memiliki ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan dan pengetahuan luas, intelejensia yang tinggi dan bermoral baik berpedoman pada motto pengabdian BRIMOB, “Jiwa Ragaku Demi Kemanusiaan”. Selanjutnya “Handal” mengandung makna bahwa anggota Den C Sat III Por dalam melaksanakan tugas yang diberikan pimpinan kepadanya mampu diselesaikan dengan tuntas dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang telah dilaksanakanserta dapat dipercaya. Dan yang terakhir adalah “Setia” yang mengandung makna bahwa anggota Den C Sat III Por setia kepada tugas yang diembannya dan bertanggung jawab dengan apa yang dibebankan oleh pimpinan kepadanya sampai selesai dan siap menunggu tugas yang akan diberikan pimpinan kepadanya. Kesimpulannya adalah bahwa dalam motto tersebut mengandung makna bahwa anggota Den C Sat III Por disaat melaksanakan tindakan kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya harus berdasarkan akal sehat dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang telah dilaksanakannya serta dapat dipercaya.

Detasemen C Sat III Pelopor yang terbentuk pada tahun 2000 ini merupakan wujud dari validasi BRIMOB pada awal era reformasi dan adalah salah satu pelaksana utama fungsi BRIMOB yang memiliki tugas sesuai tugas pokok pada seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Masih Detasemen C Sat III Pelopor yang terbentuk pada tahun 2000 ini merupakan wujud dari validasi BRIMOB pada awal era reformasi dan adalah salah satu pelaksana utama fungsi BRIMOB yang memiliki tugas sesuai tugas pokok pada seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Masih

Permasalahan yang mendasar dalam proses transformasi kelembagaan Polri dari polisi dengan karakter militeristik menjadi polisi sipil adalah adanya faktor berpengaruh yang menghambat proses tersebut. Faktor tersebut banyak orang menuding dengan keberadaan BRIMOB Polri sebagai kesatuan elit di Polri tersebut dianggap sebagai batu sandungan bagi proses penataan kelembagaan di Polri, karena paramiliter yang melekat di kesatuan tersebut. Setelah hampir delapan tahun berpisah dari TNI, sebagai ‘organisasi induk’, Polri masih menyisakan permasalahan pada permasalahan penataan kelembagaan dan kultur organisasi. Namun BRIMOB secara kelembagaan memang sudah menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi agenda Polri.