Skizofrenia Faktor presipitasi TINJAUAN PUSTAKA

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Skizofrenia

Menurut Hawari 2001 skizofrenia dapat dipicu dari faktor genetik. Namun jika lingkungan sosial mendukung seseorang menjadi pribadi yang terbuka maka sebenarnya faktor genetika ini bisa diabaikan. Gejala skizofrenia bahkan bisa tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung seseorang bersikap anti-sosial maka penyakit skizofrenia menemukan lahan suburnya. Skizofrenia termasuk dalam salah satu gangguan mental yang disebut psikosis. Pasien psikotik tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas Arif, 2006. Penyebab skizofrenia belum diketahui, namun dari penelitian didapat kesan bahwa beberapa daerah di otak mempunyai peranan, misalnya sistem limbik, korteks di frontal, serebelum dan ganglia basalis. Pemeriksaan pencitraan otak pada penderita yang masih hidup dan pemeriksaan neuropatologi pada yang mati memberi kesan bahwa sistem limbik mempunyai peranan penting dalam proses patologi skizofrenia Lumbantobing, 2007. Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan- lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan- lahan ini bisa menjadi skizofrenia acute. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat Universitas Sumatera Utara dan kuat yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran delusi dan kegagalan berpikir Yosep, 2009. 2. Halusinasi 2.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar yang terjadi pada semua sistem penginderaan dan hanya dirasakan oleh klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut tidak ada secara nyata Dalami dkk, 2009 Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat berwujud penginderaan kelima indera yang keliru, tetapi yang paling sering adalah halusinasi dengar auditory dan halusinasi pengelihatan visual seperti merasa mendengar suara-suara yang mengajaknya bicara padahal tidak ada atau melihat sesuatu yang pada kenyataan tidak ada Arif, 2006. Halusinasi yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan stimulus. Misalnya, penderita mendengar suara-suarabisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari bisikan itu Hawari, 2001. Pasie n merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Pasien merasa ada suara padahal stimulus suara tidak ada. Melihat bayangan orang atau sesuatu padahal tidak ada. Membaui bauan tertentu padahal tidak ada. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada Yosep, 2009. Universitas Sumatera Utara

2.2 Klasifikasi Halusinasi

Menurut Erlinafsiah 2010 pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya : 1. Halusinasi Pendengaran: ditandai dengan mendengar suara, terutama suara- suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2. Halusinasi Penglihatan: ditandai dengan adanya stimulus pengelihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun atau panorama yang luas dan kompleks. Pengelihatan bisa menyenangkan atau menakutkan. 3. Halusinasi Penghidung: ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia. 4. Halusinasi Peraba: ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 5. Halusinasi Pengecap: ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan. 6. Halusinasi Sinestetik: ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukkan urine. Universitas Sumatera Utara

2.3 Tahapan Halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 tahap dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda Dalami, 2009, yaitu: 1. Tahap 1: Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. 2. Tahap 2: Pengalaman sensori menakutkan. Klien mulai kehilangan kontrol dan menarik diri dari orang lain. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, konsentrasi dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk me mbedakan halusinasi dengan realita. 3. Tahap 3: Klien menyerah dan menerima pengalaman halusinasinya sensori tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. 4. Tahap 4: Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku panik, tidak mampu berespon terhadap lingkungan, potensial untuk bunuh diri, tindak kekerasan, agitasi atau katanonik. Universitas Sumatera Utara

2.4 Faktor-faktor Penyebab Halusinasi 1. Faktor Predisposisi

1. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gangguan yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri 2. Psikologis Keluarga pengasuh yang tidak mendukung broken home, overprotektif, dictator dan lainnya serta lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah: penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang kehidupan klien. 3. Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita: dimana terjadi kemiskinan, konflik sosial budaya perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan terisolasi yang disertai stress .

2. Faktor presipitasi

Sikap persepsi: merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan Universitas Sumatera Utara dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Dari data-data tersebut faktor presipitasi dikelompokan sebagai berikut: 1. Stressor biologis Yaitu yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan melakukan secara selektif menanggapi rangsangan. 2. Stress Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. Erlinafsiah, 2010

3. Proses Keperawatan Jiwa

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 79 189

Hubungan Pemakaian Narkoba dengan Timbulnya Halusinasi pada Pasien di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

5 61 70

Asuhan Keperawatan Pada Tn.M dengan Prioritas Masalah Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

4 57 40

Pengetahuan Keluarga tentang Perawatan Klien Halusinasi di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

0 35 105

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA HALUSINASI DENGAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN MASALAH UTAMA HALUSINASI DENGAR DI RUANG ARJUNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH KLATEN.

1 2 11

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 83

Hubungan Pemakaian Narkoba dengan Timbulnya Halusinasi pada Pasien di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 16

HUBUNGAN PEMAKAIAN NARKOBA DENGAN TIMBULNYA HALUSINASI PADA PASIEN DI BLUD RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

0 0 14

Hubungan Pelaksanaan Intervensi Keperawatan Dengan Pengendalian Diri Klien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Skizofrenia - Hubungan Pelaksanaan Intervensi Keperawatan Dengan Pengendalian Diri Klien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 0 14