2.2 Klasifikasi Halusinasi
Menurut Erlinafsiah 2010 pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi Pendengaran: ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu. 2.
Halusinasi Penglihatan: ditandai dengan adanya stimulus pengelihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun atau
panorama yang luas dan kompleks. Pengelihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidung: ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
demensia. 4.
Halusinasi Peraba: ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik yang datang dari
tanah, benda mati atau orang lain. 5.
Halusinasi Pengecap: ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi Sinestetik: ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukkan urine.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 tahap dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda Dalami, 2009, yaitu:
1. Tahap 1: Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Tahap 2: Pengalaman sensori menakutkan. Klien mulai kehilangan kontrol
dan menarik diri dari orang lain. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, konsentrasi dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk me mbedakan
halusinasi dengan realita. 3.
Tahap 3: Klien menyerah dan menerima pengalaman halusinasinya sensori tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain. 4.
Tahap 4: Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku panik, tidak mampu berespon
terhadap lingkungan, potensial untuk bunuh diri, tindak kekerasan, agitasi atau katanonik.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Faktor-faktor Penyebab Halusinasi 1. Faktor Predisposisi