Teori Wewenang

2.5. Teori Wewenang

Istilah wewenang penggunaannya sering disetara- kan dengan kewenangan dan mengesankan tidak terdapat perbedaan antara kedua istilah tersebut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, membedakan antara wewenang dan

kewenangan. Pengertian wewenang diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 5, yang

54 Ibid .

dirumuskan “Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh badan

Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan”. Sedangkan pengertian kewenangan diatur dalam Pasal 1 angka 6, yang dirumuskan Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya disebut kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. Memperhatikan kedua rumusan tentang pengertian wewenang dan kewenangan tersebut, maka dapat dikemukakan asumsi bahwa wewenang lebih luas dari kewenangan, sehingga wewenang dapat dikatakan sebagai genus dari kewenangan. Wewenang bersifat umum terkait dengan hak untuk mengambil keputusan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan atau penyelenggaraan negara. Sedangkan kewenangan penggunaannya dalam kaitannya dengan perbuatan hukum publik bagi badan dan/atau pejabat pemerintahan dan penyelenggara negara.

dan atau

Pejabat

Dalam konsepsi hukum Belanda tidak dibedakan penggunaannya dalam lapangan hukum publik maupun dalam lapangan hukum privat, berbeda dengan di Indonesia, wewenang selalu digunakannya dalam kaitannya dengan penggunaan kekuasaan, sehingga wewenang berada dalam lapangan hukum publik. Istilah wewenang berasal dari kata bevoegdheid, yang dalam

Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea Belanda Indonesia diartikan sebagai kekuasaan, yaitu wewenang

atau kekuasaan. 55 Namun demikian dalam kamus yang lain wewenang diartikan sebagai kekuasaan untuk menjalankan sesuatu atau right to exercise powers:to

implement and enforce law. 56 Berdasarkan pengertian tersebut, maka seseorang yang memiliki wewenang secara otomatis memiliki kekuasaan untuk melakukan tindakan tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang pemberian wewenang

itu. 57 Menurut Henc van Marseveen, wewenang diartikan sebagai kekuasaan hukum, sedangkan Bagir Manan menyatakan bahwa kekuasaan tidak sama artinya dengan wewenang. Kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang berarti hak dan

sekaligus kewajiban, 58 artinya bahwa di dalam wewenang sekaligus melekat kewajiban. Berdasarkan sumbernya wewenang dibedakan dalam wewenang atribusi; wewenang delegasi dan wewenang mandat.

Dalam konsep delegasi ini setelah wewenang diserahkan, pemberi wewenang tidak memiliki wewe-

55 N E Algra, Kamus Istilah HukumFockema Andrea Belanda Indo- nesia , Bina Cipta, Bandung , 1983, hlm. 74.

56 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, West Publish- ing, St. Paul Menesotam, 1990, hlm. 133.

57 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional , PT Binacipta, Jakarta, hlm. 4.

58 Bagir Manan dalam Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, YURIDIKA, No. 5&6 Tahun XII, September-Desember, 1997.

nang lagi. 59 Dalam wewenang delegasi hanya dimungkin- kan apabila pejabat yang menyerahkan wewenang tersebut memperolehnya secara atribusi. Senada dengan pendapat tersebut, Indroharto, pelimpahan suatu wewenang yang sudah ada oleh badan atau pejabat pemerintah yang telah memperoleh wewenang pemerin- tah secara atribusi kepada badan atau pejabat pemerintah

lain. 60 Namun menurut Van Wijk, wewenang delegasi masih dapat disubdelegasikan lagi kepada delegataris, ketentuan delegasi secara mutatis mutandis berlaku juga

bagi subdelegasi. 61 Wewenang delegasi dan wewenang atribusi pada prinsipnya dapat dilimpahkan kepada badan atau pejabat yang lain. Namun bedanya jika delegasi pelimpahan itu harus dilakukan secara horizontal, sedangkan wewenang mandat pelimpahan wewenang itu diberikan kepada badan atau pejabat yang tingkatnya lebih rendah, yaitu manakala pejabat pemilik wewenang dalam hal ini delegan atau mandan tidak mampu menjalankan sendiri wewenang itu. Pada wewenang mandat, mandataris (penerima mandat) dapat menjalankan wewenang untuk dan atas nama mandan, pada wewenang mandat ini pemilik wewenang (mandan) tetap dapat menggunakan wewenangnya tanpa kehilangan hak menggunakan

59 Ibid. 60 Indroharto, Op. Cit. 61 Op. Cit.

wewenang apabila menginginkan dan masih berwenang memberikan pertunjuk penggunaan wewenang tersebut.

Dalam konsep wewenang mandataris, mandan tetap bertanggung jawab atas penggunaan wewenang oleh mandataris. Sedangkan pada wewenang delegasi, delegaan kehilangan wewenangnya, tanggung jawab dan tanggung gugat sudah berpindah kepada penerima we- wenang (delegataris). Terkait dengan wewenang manda- taris, Indroharto menyatakan pada mandat tidak terjadi perubahan wewenang yang sudah ada dan merupakan hubungan internal pada suatu badan, atau penugasan bawahan melakukan suatu tindakan atas nama dan atas

tanggung jawab mandan. 62

Dalam wewenang delegasi, delegataris bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, sehingga segala akibat yang timbul dari penggunaan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab delegataris. Sifat wewenang delegasi yang horizontal dapat dicontohkan dalam pemberian izin pegelolaan hutan yang diberikan kepada pemerintah oleh rakyat melalui DPR berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam hal ini kedudukan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sederajat, yang satu tidak membawahkan yang lainnya.

62 Indroharto, Op. Cit, hlm. 68.