Persyaratan Administratif Pembentukan Daerah Otonom

3.2. Persyaratan Administratif Pembentukan Daerah Otonom

Sebagaimana dikemukakan dalam latar belakang masalah bahwa menurut ketentuan Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945, khususnya ayat (1) “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai Pemerintah Daerah yang diatur dengan undang- undang”, dan ketentuan ayat (2), dirumuskan ”Pemerintah Daerah Provinsi, daerah Kabupaten dan Kota diatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otono mi dan tugas pembantuan”. Ketentuan pasal tersebut pada prinsipnya memberikan landasan konstitusional bagi pembentukan daerah- daerah otonom baru,baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.

Setiap upaya pembentukan daerah otonom baru melalui pemekaran wilayah, baik itu pembentukan daerah otonom baru atau penggabungan daerah otonom yang sudah ada, secara filosofis semata-mata ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan

dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Ketentuan Pasal 2 tersebut dirumuskan pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;

c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;

d. Percepatan pengelolaan potensi daerah;

e. Peningkatan keamanan dan ketertiban;

f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Untuk mewujudkannya, diperlukan persyaratan administratif tertentu, dengan harapan tidak hanya memenuhi tuntutan euforia reformasi semata, tetapi harus benar-benar diarahkan pada pencapaian tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keharusan

memenuhi persyaratan administratif demikian juga diatur dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang menggantikan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Selanjutnya mengenai indikator kelengkapan persyaratan administratif tersebut diatur di dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang dirumuskan dengan daerah dibentuk berdasarkan syarat-syarat:

a. Kemampuan ekonomi;

b. Potensi daerah;

c. Sosial budaya;

d. Sosial politik;

e. Jumlah penduduk;

f. Sarana pariwisata;

g. Jumlah penduduk;

h. Luas daerah;

i. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselengga- ranya otonomi daerah. Kesembilan syarat tersebut merupakan indikator yang harus dipenuhi dalam pemekaran wilayah, baik itu bagi calon daerah otonom yang akan dibentuk, maupun daerah otonom yang akan dimekarkan. Sedangkan pertimbangan lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 i. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselengga- ranya otonomi daerah. Kesembilan syarat tersebut merupakan indikator yang harus dipenuhi dalam pemekaran wilayah, baik itu bagi calon daerah otonom yang akan dibentuk, maupun daerah otonom yang akan dimekarkan. Sedangkan pertimbangan lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 3

Perlu dikemukakan bahwa setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pengha- pusan, dan Penggabungan Daerah, mengenai persyaratan pembentukan daerah otonom baru diubah menjadi persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan fisik kewilayahan. Mengenai persyaratan tersebut tercantum di dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indo- nesia Nomor 78 Tahun 2007, yang dirumuskan sebagai berikut: (1) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran

dan penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

(2) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa peme- karan wilayah kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten kota yang berbeda harus (2) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa peme- karan wilayah kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten kota yang berbeda harus

Mengenai syarat cakupan luas wilayah, sekurang- kurangnya harus memenuhi persyaratan minimal jumlah kecamatan menjadi sekurang-kurangnya 5 (lima) kecamatan, dan untuk kota sekurang-kurangnya 4 (empat) kecamatan. Selanjutnya untuk usia pemerin- tahan, bagi wilayah Provinsi yang dimekarkan sekurang- kurang sudah berusia 10 (sepuluh) tahun, dan untuk kabupaten/kota sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun masa penyelenggaraan pemerintahan. Di samping itu harus memenuhi skor penilaian indikator persyaratan minimal 2995 sebagaimana ditentukan di dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Mengenai syarat administratif lainya dalam pembentukan kabupaten/kota, selanjutnya diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang dirumuskan “Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi:

a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;

c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;

d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentu- kan calon kabupaten/kota;

e. Rekomendasi Menteri.” Diperlukannya persyaratan tersebut dimaksudkan agar proses pembentukan daerah otonom baru, baik provinsi, kabupaten/kota benar-benar merupakan hasil persetujuan bersama antara berbagai stakeholders dan semua elemen pemerintahan, dan masyarakat yang tercermin di dalam pendapat wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen. Mengenai persyaratan teknis seba- gaimana dimaksud di dalam Pasal 4, selanjutnya diatur di dalam Pasal 6 ayat (1), dirumuskan sebagai “Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor-faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penye- lenggaraan pemerintahan daerah”.

Persyaratan tersebut semata-mata didasarkan atas kemampuan calon daerah otonom baru yang akan dibentuk, sebab dalam era otonomi daerah kekuatan dan kemampuan daerah sangat menentukan keberlangsung- an daerah baru tersebut. Persyaratan demikian penting, sebab jangan sampai terjadi bahwa pemekaran daerah Persyaratan tersebut semata-mata didasarkan atas kemampuan calon daerah otonom baru yang akan dibentuk, sebab dalam era otonomi daerah kekuatan dan kemampuan daerah sangat menentukan keberlangsung- an daerah baru tersebut. Persyaratan demikian penting, sebab jangan sampai terjadi bahwa pemekaran daerah

Pembentukan daerah otonom baru secara otomatis dilengkapi wewenang penuh untuk menjalan kan urusan rumah tangga pemerintahannya sendiri dengan pembiayaan sendiri pula. Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa pemekaran daerah merupakan upaya untuk memperpendek jarak dan mempersingkat rentang waktu pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Otonomi daerah tidak sekadar menjamin efisiensi dan efektifitas pemerintahan daerah, dan juga tidak hanya sekadar menampung permasalahan negara yang ada di daerah. Otonomi daerah juga bukan sekadar pendistribusian jumlah penduduk yang banyak, tetapi pemben-tukan daerah otonom baru lebih merupakan dasar untuk memperluas pelaksanaan demokrasi dan sebagai instrumen politis dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah merupakan salah satu

sendi ketatanegaraan Republik Indonesia. 64 Hal ini tentunya dilakukan dengan mengingat luas wilayah

64 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD l945, Uniska, Krawang, 1993, hlm. 46.

Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke seluas jutaan kilo meter persegi, yang terdiri atas ribuan pulau.

Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah otonom baru yang meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan, diatur di dalam ketentuan Pasal 7. Persyaratan tersebut meliputi syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Selanjutnya di dalam Pasal 8 ditentukan, bahwa cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b ditentukan bahwa pembentukan kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan.

Semua persyaratan, baik administratif, teknis, maupun aspek kewilayahan harus terpenuhi sebagai persyaratan bagi terbentuknya daerah otonom baru. Khususnya untuk persyaratan teknis, secara formal telah diwujudkan

dalam berbagai keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik pada tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi, serta keputusan Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai kepala pemerintahan di daerah. Oleh karena itu setiap pembentukan provinsi dan kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan tersebut.

Sebagai tambahan informasi saja, namun ini tidak berlaku untuk persyaratan pembentukan Kabupaten Tana Tidung, karena persyaratan ini diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang berlaku sejak tahun 2014. Dalam undang-undang ini juga mengatur mengenai pembentukan daerah otonom baru seperti halnya undang-undang sebelumnya.

Pemekaran wilayah sebagai kebijakan pembentu- kan daerah otonom baru dalam Undang-Undang Repu- blik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerinta- han Daerah diatur di dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pasal 33: (1) Pemekaran Daerah sebagaimana dimaksud da lam

Pasal 32 ayat (1) huruf a berupa:

a. pemecahan Daerah provinsi atau Daerah kabu- paten/kota untuk menjadi dua atau lebih Daerah baru; atau

b. penggabungan bagian Daerah dari Daerah yang bersanding dalam 1 (satu) Daerah provinsi menja- di satu Daerah baru.

(2) Pemekaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan Daerah Persiapan provinsi atau Daerah Persiapan kabupaten/kota.

(3) Pembentukan Daerah Persiapan sebagaimana dimak- sud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif.

Pasal 34: (1) Persyaratan dasar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 33 ayat (3) meliputi a. persyaratan dasar kewilayahan; dan b. persyaratan dasar kapasitas Da- erah.

(2) Persyaratan dasar kewilayahan sebagaimana dimak- sud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. luas wilayah minimal;

b. jumlah penduduk minimal;

c. batas wilayah;

d. cakupan Wilayah; dan

e. batas usia minimal Daerah provinsi, Daerah kabupaten/kota, dan Kecamatan. (3) Persyaratan dasar kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah kemampuan Daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 35: (1) Luas wilayah minimal dan jumlah penduduk

minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dan huruf b ditentukan berdasarkan pengelompokan pulau atau kepulauan.

(2) Ketentuan mengenai pengelompokan pulau atau kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

(3) Batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34 ayat (2) huruf c dibuktikan dengan titik koordinat pada peta dasar. (4) Cakupan Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf d meliputi: a. paling sedikit 5 (lima) Daerah kabupaten/kota untuk pembentukan Daerah provinsi; b. paling sedikit 5 (lima) Kecamatan untuk pembentukan Daerah kabupaten; dan c. paling sedikit 4 (empat) Kecamatan untuk pembentukan Daerah kota.

(5) Cakupan Wilayah untuk Daerah Persiapan yang wilayahnya terdiri atas pulau-pulau memuat Caku- pan Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan rincian nama pulau yang berada dalam wila- yahnya.

(6) Batas usia minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf e meliputi: a. batas usia minimal Daerah provinsi 10 (sepuluh) tahun dan Daerah kabupaten/kota 7 (tujuh) tahun terhitung sejak pembentukan; dan b. batas usia minimal Kecamatan yang menjadi Cakupan Wilayah Daerah kabupaten/kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pem- bentukan.

Pasal 36: (1) Persyaratan dasar kapasitas Daerah sebagai mana

dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) didasarkan pada parameter: a. geografi; b. demografi; c. keamanan;d. sosial politik, adat, dan tradisi; e.potensi ekonomi; f.

keuangan Daerah; dan g. kemampuan penyelengga- raan pemerintahan.

(2) Parameter geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. lokasi ibu kota; b. hidro- grafi; dan c. kerawanan bencana.

(3) Parameter demografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. kualitas sumber daya manusia; dan b. distribusi penduduk.

(4) Parameter keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. tindakan kriminal umum; dan b. konflik sosial.

(5) Parameter sosial politik, adat, dan tradisi sebagai- mana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum; b. kohesivitas sosial; dan c. organisasi kemasyarakatan.

(6) Parameter potensi ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. pertumbuhan ekonomi; dan b. potensi unggulan Daerah.

(7) Parameter keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi: a. kapasitas penda- patan asli Daerah induk; b. potensi pendapatan asli calon Daerah Persiapan; dan c. pengelolaan keua- ngan dan aset Daerah.

(8) Parameter kemampuan penyelenggaraan pemerinta- han sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi: a. aksesibilitas pelayanan dasar pendidikan;

b. aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan; c. aksesi- bilitas pelayanan dasar infra-struktur; d. jumlah pe- b. aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan; c. aksesi- bilitas pelayanan dasar infra-struktur; d. jumlah pe-

Pasal-pasal dalam undang-undang yang terkait dengan pembentukan daerah otonom baru ini tentunya masih memerlukan penjabaran melalui peraturan pelak- sanaan yang lebih operasional. Menurut Pasal 410 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengenai peraturan pelaksanaan undang-undang ini harus sudah terbentuk paling lambat dua tahun sejak diundangkannya undang- undang ini. Namun kemungkinan menggunakan persyaratan yang lama, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Peng- hapusan, dan Penggabungan Daerah, masih terbuka.